🍃 78 - Gen Bucin

915 184 49
                                    

78 - Gen Bucin
 

 
  

Di dalam kamar, Haekal duduk di lantai dengan punggung bersandar di kaki ranjang.

"Kamu nyium Jeara lagi?" tanya Renjun setelah menutup pintu kamarnya.

"Enggak!" jawab Haekal cepat.

"Jangan bohong, bang Arkha gak mungkin mukulin kamu sampai tanganmu terkilir kalau cuman gara-gara pelukan. Aku juga pernah dipeluk Jeara dan dia sama bang Ardan gak marah sama sekali."

Tatapan Haekal menyendu. Kadang ia iri pada Renjun. Kenapa bukan dirinya yang bisa akrab dengan tiga kakak Jeara.

"Aku ngomong gini bukan mau bikin kamu cemburu, Kal. Aku cuman mau kamu cerita semuanya. Jangan takut buat jujur, aku gak akan marah lagi sekalipun kamu nyium Jea, asal dia gak kepaksa aja."

"Maaf." Haekal berucap pelan. "Tapi kami bener-bener cuman pelukan, Jun. Kalau soal abangnya yang mukulin aku--- itu beda cerita."

Renjun mengernyit bingung. "Beda cerita, maksudnya?"

Ada jeda sejenak sebelum Haekal kembali menjawab. "Aku bilang kalau aku nyium Jeara di gudang sekolah pas hari senin---"

Renjun menoleh kaget. "Kenapa kamu bilang?!" Koko manis itu mengusap wajahnya kasar. "Aku jaga rahasia kamu baik-baik kenapa malah kamu bilang, Kal?"

"Ya, bang Arkha nyuruh aku buat jujur kalau mau macarin adiknya, terus dia nanya aku udah ngapain aja sama Jeara. Ya, mau gak mau aku harus bilang 'kan?"

Renjun menepuk jidat tak habis pikir. Memang kejujuran itu penting, tapi 'kan ada kalanya lebih baik diam dari pada mengatakan akar masalah seperti ini.

"Terus bang Arkha langsung mukulin kamu?"

Haekal mengangguk polos. "Iya, dia kalap mukulin aku, kalau gak ada mas Aresh mungkin aku udah mati, Jun."

"Gak usah lebay, kamu masih baik-baik aja!"

"Serius! Kamu gak lihat mukaku yang bonyok ini?"

"Itu baru bang Arkha, belum lagi bang Ardan. Siap-siap aja." Entah kenapa ucapan Renjun terdengar seperti tengah menakut-nakuti. Tapi Haekal berusaha untuk tidak goyah meskipun wajah tampannya yang jadi taruhan.

Pintu kamar kembali terbuka lalu masuk Jeno yang langsung merebahkan tubuh di ranjang.

"Gimana?" tanya dua pemuda yang lebih dulu berada di sana.

"Aman!" sahut Jeno tanpa menoleh. Pemuda itu malah membuka handphonenya lalu mulai asik dengan dunianya sendiri--- bertukar pesan dengan Mia.

"Ayah nanyain aku ke mana gak?"

Jeno mengangguk.

"Terus kamu jawab apa?"

"Aku bilang aja kamu lagi numpang boker," jawab Jeno tanpa dosa.

"Apa gak ada alasan lain yang lebih baik?" Haekal bertanya sewot.

"Itu yang paling baik. Kalau aku bilang kamu lagi belajar sama Renjun nanti dia minta dipanggilin lagi," jawab Jeno seraya bangkit dari posisi rebahannya.

"Ngomong-ngomong aku lapar, punya mie instan gak, Jun?"

"Bilangin Mia seru nih," sahut Renjun dengan senyum jahilnya.

"Jangan dong! Kemarin aku udah makan mie di rumah dia, kalau tahu sekarang makan lagi, bisa perang dunia ketiga kami!"

"Ya makanya turutin aja apa kata istri, dasar suami takut istri!" cibir Haekal yang mana malah di-aamiin-kan oleh Jeno.

[1] Keluarga DERREN [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang