🍃 58 - Andai Kita

844 206 50
                                    

58 - Andai Kita

Tiga bersaudara itu masih berada di ruang tengah dengan emosi yang masih menyelimuti.

"Nomor Ayen gak aktif dari semalam, bang Arkha!" Ardan berujar kesal.

"Iya, gue tahu! Gue juga udah nyoba buat hubungin dia tapi nihil, gak ada hasil!" sahut Arkha ikutan kesal.

Saat suasana ruang tengah masih dilingkupi ketegangan, handphone di saku Arkha bergetar menampilkan nama Renjun di atas layar. Tanpa berpikir dua kali, Arkha segera mengangkat panggilan.

"Apa, Jun?"

Ardan yang mendengar sapaan Arkha pada si penelpon segera menoleh. Berbeda dengan Aresh yang masih menundukan kepala.

["Apa Jeara udah pulang, Bang?"]

Arkha menghela nafas. Saat ini bukan hanya mereka yang mengkhawatirkan si bungsu, tapi Renjun juga.

"Belum. Dia kemarin pergi ke Jakarta."

["Sendirian?"]

"Iya."

["Kenapa gak bang Arkha temenin?"]

"Gue gak tahu, dia izinnya mau nonton basket. Dan sekarang dia hilang."

["Hah?"] Tampaknya koko manis itu sangat terkejut mendengar ucapan Arkha. ["Tunggu--- hilang gimana maksudnya, Bang?"]

Belum sempat Arkha membalas, Renjun sudah lebih dulu menyela. ["Bang, aku ke rumah nenek Nay sekarang, ya? Aku benar-benar khawatir sekarang."]

"Gak us---"

Biip!

Panggilan terputus.

"Si Renjun?" tanya Ardan memastikan. Arkha hanya mengangguk.

"Ngapain dia nelpon lo pagi-pagi?"

"Nanyain Jeara."

Seketika Aresh menoleh. "Dia siapanya adek?"

"Temen nongkrongku, sekaligus temen sekelasnya Jea," jawab Arkha.

Tak berapa lama, terdengar suara motor dari luar rumah lalu seseorang mengucap salam.

"Assalamualaikum"

"Waalaikum salam."

"Maaf, Bang, ganggu pagi-pagi."

"Udah tahu ganggu, ngapain datang?" semprot Ardan galak.

"Heh diem lo, jangan galak-galak sama temen gue!" Arkha kembali menegur, yang membuat Ardan semakin menatap sinis pemuda yang lebih muda di depannya.

Mencoba mengabaikan kesinisan Ardan juga eksistensi pemuda lain yang duduk di sofa tak jauh dari Arkha. Renjun mengalihkan sepenuhnya fokus pada Arkha.

"Jeara gimana?" tanya Renjun langsung.

"Belum pulang. Dia kemarin nemuin mas Aresh ke Jakarta, tapi berantem dan pergi gitu aja, sekarang nomornya gak aktif."

"Udah dicari ke rumah Nana?"

Semua yang ada di ruang tengah terdiam, saling menatap satu sama lain.

"Kenapa mas gak kepikiran nyari dia ke rumah Nana?!" monolog Aresh seakan baru tersadar dari kebodohannya.

Berbeda dari Aresh, Ardan justru menatap Renjun penuh curiga. "Lo tahu tentang Nana dari mana?"

Mendadak tubuh Renjun menegang.

"Jawab! Lo tahu tentang Nana dari mana?"

"Itu, bisa kita bicarain nanti gak, Bang? Sekarang kita harus nyari Jeara dulu."

[1] Keluarga DERREN [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang