Pelajaran Snape.

69 8 0
                                    

Pagi sudah tiba, sebelum menuju Great hall Alya dan Colin bertemu diruang rekreasi.

"Jam pertama pelajaran Snape, yaitu pertahanan ilmu hitam." Kata Colin.

"Okay, hari pertama Snape." Kata Alya mengangguk.

"Kali ini kita akan belajar serasa di neraka." Kata Colin sambil berjalan menuju Great hall bersama Alya.

"Aku lebih memilih Snape daripada Umbridge." Kata Alya sambil memutar bola matanya. "Dia lebih kejam dari Snape."

Sarapan telah usai, mereka menuju kelas pertahanan ilmu hitam. Alya menenteng beberapa buku ditangannya dan kelihatan nampak kesusahan membawa buku-buku tersebut.

"Sepertinya Snape akan membuat kepalaku meledak dengan buku buku ini." Gumam Alya.

Pintu ruang kelas terbuka, dan Snape melangkah ke koridor, wajah kurusnya seperti biasa dibingkai dua tirai rambut hitam berminyak. "Masuk," kata Snape.

Alya memandang ke sekeliling ruangan ketika berjalan masuk. Pengaruh kepribadian
Snape sudah langsung terasa, ruangan itu lebih suram daripada biasanya karena gorden- gorden jendela ditutup, dan ruangan diterangi cahaya lilin. Gambar-gambar baru menghiasi dinding, banyak di antaranya memperlihatkan orang-orang yang kelihatannya sedang
kesakitan, ada yang dengan luka-luka mengerikan atau bagianbagian tubuh berubah bentuk menjadi aneh-aneh. Tak ada yang bicara ketika mereka duduk, memandang gambar-
gambar menyeramkan itu.

Anak anak mulai membuka buku mereka tetapi Snape menyela.

"Aku belum menyuruh kalian mengeluarkan buku," kata Snape, menutup pintu dan
bergerak untuk menghadapi kelasnya dari belakang mejanya.

"Sudah seperti yang aku bilang, kita akan belajar seperti di neraka." Bisik Colin di telinga Alya.

"Aku bisa mendengar mu, Mr. Creevey!" Kata Snape tiba tiba.

Colin hanya menyeringai sebal dan Alya hanya terkekeh geli melihat Colin.

Matanya yang hitam menjelajah wajah-wajah mereka. "Kalian sudah diajar lima guru untuk pelajaran ini sejauh ini, kalau aku tak salah." Kata Snape yang melihat anak muridnya.

"Kalau kau tak salah." Umpat Colin. "Padahal kau mengawasi mereka datang dan pergi Snape, berharap berikutnya giliranmu."

"Huss, jangan berkata seperti itu." Kata Alya.

"Ilmu Hitam," kata Snape. "Banyak jenisnya, bervariasi, selalu-berubah, dan abadi. Melawannya seperti melawan monster berkepala banyak, yang setiap kali satu leher berhasil dipotong, akan muncul kepala baru yang lebih ganas dan lebih pintar daripada sebelumnya. Kalian melawan sesuatu yang tidak pasti, bermutasi, dan tak terkalahkan."

Alya memperhatikan Snape dengan sangat teliti, ia tak mau nilainya P {Poor/parah} seperti tahun kemarin.

"Pertahanan kalian," kata Snape sedikit lebih keras. "Dengan demikian harus sama
fleksibel dan inventifnya dengan Ilmu yang akan kalian lawan. Gambar gambar ini."

Dia menunjuk beberapa gambar yang dilewatinya. "Memberi gambaran yang cukup mewakili akan apa yang terjadi kepada mereka yang menderita terkena, misalnya, Kutukan Cruciatus." Dia melambaikan tangan ke arah gambar seorang penyihir wanita yang sedang menjerit kesakitan.

"Merasakan Kecupan Dementor." Katanya sambil menunjuk seorang penyihir pria
dengan mata-hampa terpuruk meringkuk menyandar ke dinding.

Alya terkekeh mendengar Snape berbicara kecupan Dementor. Ia sedang membayangkan pipi Snape dicium oleh si Dementor.

"Dan memprovokasi agresi Inferius." Lanjut Snape sambil menunjuk gundukan berlumuran darah di tanah.

"Apakah sudah ada Inferius yang terlihat?" Tanya Alya dengan suara melengking
tinggi. "Jadi sudah pasti, dia menggunakan mereka?"

"Pangeran Kegelapan menggunakan Inferi di masa lain." Kata Snape. "Yang berarti
sebaiknya kalian mengasumsikan ada kemungkinan dia menggunakan mereka lagi."

Dia kembali ke mejanya dari sisi lain kelas, dengan jubah hitamnya melambai di belakangnya. "Kalian semua kukira masih orang baru sama sekali dalam penggunaan mantra non verbal. Apa keuntungannya mantra non verbal?" Tanya Snape.

Alya langsung mencuatkan tangannya ke atas. Snape memandang berkeliling dulu melihat murid murid yang lain, memastikan dia tak punya pilihan lain, sebelum berkata kaku.

"Baiklah Miss Sanfoy?" Katanya mempersilahkan.

"Musuh kita tak mendapat peringatan tentang jenis sihir apa yang akan kita lakukan." Kata Alya. "Dan ini memberi kita keuntungan sepersekian detik."

"Jawaban yang dikutip nyaris kata per kata dari Kitab Mantra Standar." Kata Snape merendahkan. "Tapi secara esensial betul. Ya, mereka yang berhasil menggunakan sihir tanpa mengucapkan mantranya memperoleh elemen kejutan dalam serangannya. Tak semua penyihir bisa melakukannya, tentu perlu konsentrasi dan kekuatan pikiran yang  tak dimiliki semua orang."

                   ***

Seluruh mata pelajaran telah usai dan tugas tugas yang diberikan Snape sudah dikerjakan bersama Colin. Alya berjalan jalan menelusuri lorong-lorong di kastil Hogwarts, ketika berjalan ia mendapati bahwa Draco sedang duduk termenung di dekat jendela. Alya yang bermaksud baik menghampiri Draco dan menyapanya.

"Hai, Draco." Sapa Alya dengan hangat sambil duduk di hadapan Draco. "Apa kabar?"

"Pergilah." Usir Draco.

"What's?" Pekik Alya.

"Apa kau tidak mendengar perkataan ku?" Kata Draco dengan kasar. "Terserahlah, aku saja yang pergi."

Draco berdiri dan berjalan pergi, Alya hanya ternganga melihat Draco bertingkat seperti itu. "Apa yang terjadi dengannya?" Gumam Alya. "Dia semakin dewasa tetapi semakin mengherankan."

Alya berjalan pergi dan melanjutkan perjalanannya. Ia masih berfikir apa yang membuat Draco kasar padanya. "Apa yang membuat Draco seperti itu?" Pikir Alya. "Apa karena aku belum menjawab pertanyaan-pertanyaannya? Tapi tidak mungkin, dia memberikan aku waktu kapanpun untuk menjawab."

Alya memutuskan untuk kembali ke asrama dan melupakan apa yang ia coba pikirkan.

{Tunggu cerita selanjutnya ya}

{Maaf jika banyak typo :( }

Gryffindor women and Slytherin men [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang