Dream, George, Sapnap plus Technoblade satu circle. Karl anak culun yang kerjaannya dibully sama gengnya Dream.
Warning: percakapan kurang baku, beberapa adegan bullying.
🤸🤸🤸
"Mana duit Lo?!" Kata Dream setengah teriak.
Karl menundukkan kepalanya, bingung harus jawab apa. Empat kakak kelas dan satu teman sekelasnya berdiri tepat di depan Karl. Hanya uang untuk naik bus yang tersisa di kantongnya, kalau ia menyerahkan itu pada mereka, dia akan pulang jalan kaki.
"H-habis," balas Karl gugup.
"Jangan boong Lo!" Techno mendorong bahu Karl ke dinding.
Mereka mulai mmengorek semua saku Karl, mengabaikan wajah anak itu yang hampir nangis.
"Nih ada!" Sahut Sapnap sambil menunjukkan uang sepuluh ribu rupiah dari kantong celana Karl.
Karl mengembuskan napasnya saat melihat mereka pergi dengan uang terakhirnya. Jarak sekolah ke rumah lumayan jauh, sudah dapat dipastikan kakiknya akan pegel-pegel nanti malam.
"Gapapa Karl mah, gapapa." Monolognya.
***
Istirahat sudah berakhir, Karl memasuki kelasnya sambil berusaha menutupi wajahnya yang sembab. Sebut dia cengeng, tapi dibully itu melelahkan.
Seorang guru memasuki kelas Karl. Berkaca mata, memakai atasan dan bawahan hitam. Dia terlihat seperti guru ilmu hitam, tapi yang Karl tahu, dia guru yang lembut.
"Selamat siang anak-anak," sapanya ramah.
"Siang Pak Bad," balas anak-anak.
Dia Pak Bad, guru biologi bukan dukun.
Kelas berlangsung lancar sampai Pak Bad mengadakan kelas praktek, dan harus berkelompok.
"Oke, jadi kita akan ada tugas praktek untuk semuanya. Berkelompok dua orang ya, saya yang tunjuk."
Guru muda itu membolak-balik lembaran kertas yang ada di mejanya.
"Niki sama Minx, Tommy sama Tubbo, Ranboo sama Foolish, Karl sama..."
"Ah saya gak mau sama Tubbo pak!" Teriak seseorang dari belakang.
"Emang kenapa Tommy?" Tanya Pak Bad.
"Dia kerjaannya ngompol!"
Sekelas ketawa. Tubbo yang merasa difitnah pun angkat suara. "Enggak kok!"
"Udah udah, jangan ribut. Saya lanjut ya. Karl sama Sapnap ya. Wilbur sama..."
Karl tahu kok, nasibnya selalu sial. Dia melirik anak yang tadi mengambil paksa uangnya itu, Sapnap terlihat tidak peduli. Tapi Karl peduli, tugas praktek biasanya punya nilai tinggi.
Setelah mengumumkan pembagian kelompok, Pak Bad pun berdiri.
"Jadi, tugasnya terserah kalian mau bikin apa, yang penting berhubungan sama alam dan sekitarnya. Dikumpul besok ya, ngerti?"
"Ngerti pak!"
Kelas kembali ribut saat guru itu menginjakkan kakinya keluar. Karl tidak tahu harus berbuat apa. Apa dia harus menyapa Sapnap duluan atau bagai mana?
"Eh nanti lu bikin apa?" Tanya Karl pada Tommy yang kebetulan duduk di depannya.
"Gatau." Dia menolah ke sahabatnya Tubbo. "Gimana kalo tentang reproduksi?"
"Tommy!" Teriak Tubbo.
Tommy cekikikan.
Saat sedang memerhatikan indahnya persahabatan dua bocil itu, seseorang menepuk pundak Karl. Dia menoleh, wajah yang selalu dia hindari selama ini terlihat.
"Lu mau bikin apaan? Gw ngikut aja, nanti gw kasih duitnya." Kata Sapnap singkat.
Wajah Karl kelihatan kayak nahan berak (canda). "I-iya."
Lalu dia kembali ke tempat duduknya.
Sepertinya Karl akan begadang malam ini. Tapi tidak apa-apa, dia akan minta uang lebih dari Sapnap, itu bisa mengganti sebagian uang yang mereka rampas dari Karl.
***
Karl membawa proyeknya dengan hati-hati, saat memasuki ruang kelas, dia melihat beberapa orang duduk di dekat kursi Sapnap. Itu gengnya sudah pasti.
Sapnap menghampirinya, memerhatikan hasil tugas yang sudah dibuat Karl semalam.
"Ini tentang apaan?" Tanyanya.
"Itu resapan air hujan, dari awal air hujan di buat dari air laut yang–"
"Iya, ya, ya." Potong Sapnap, dia tidak terlalu peduli itu apa. "Jadi berapa yang harus gw ganti?"
"Enam puluh ribu," kata Karl gak yakin.
Sapnap terlihat tambah gak yakin, tapi dia tetep ngasih selembar uang lima puluh ribu dan sepuluh ribu, setelah itu kembali ke kursinya.
Lumayan. Kata Karl dalam hati. Padahal dia pake kardus bekas dan cuma keluar lima rebu buat beli lem bau ketek.
Tak lama, Tommy dan Tubbo datang membawa proyeknya sendiri. Karl menangkap wajah Tubbo yang tidak terlalu senang pagi ini.
"Kan gw dah bilang bikin tentang reproduksi aja!" Kata Tommy.
Tubbo menatap sahabatnya tajam. "Susah! Lagian juga gak cukup uangnya,"
"Trus sekarang ginian doang kan hasilnya? Gunung meletus, anak SD juga bisa," Tommy membuang wajahnya.
Karl mengintip proyek yang mereka buat. Benar, miniatur gunung yang seakan bisa meletus dengan bantuan baking soda. Sebenarnya itu tidak terlalu buruk.
Tak lama, wali kelas mereka datang, kelas pun sepi seketika.
"Apa kabar anak-anak?"
"Baik pak,"
"Kita kan sudah dekat tahun ajaran baru ya, jadi sekolah berencana untuk mengadakan acara camping bulan depan untuk anak-anak yang mampu bayar saja."
Seluruh isi kelas bersorak senang.
"Hey, sebentar saya belum selesai ngomong. Jadi, yang mau ikut silakan bayar ke sekretaris kelas sebesar tiga ratus ribu rupiah, paling lambat akhir bulan ini ya." Jelasnya.
"Pak kalo mau ikut tapi gak punya uang gimana?" Tanya salah satu murid.
"Oh, bisa mulung,"
"Oke!"
Karl berpikir sejenak, acara seperti itu pasti melibatkan banyak game aneh seperti jurit malam. Dan yang paling parah dia harus berkelompok lagi. Karl lebih suka sendiri, kerja sendiri, nugas sendiri, ke kamar mandi sendiri. Ya iyalah masa dipegangin. Canda.
Sekarang tanggal 24, bulan depan sebentar lagi. Karl harus mempersiapkan dirinya.
To be continued...
Vote plz
Yang mau request ide silakan ಠ_ಠ)☞
KAMU SEDANG MEMBACA
DreamSMP digoyang
Fanfictionnote: aku kasih rating dewasa karena mengandung kata kasar dan adegan kekerasan Fanfiction dreamsmp in bahasa Indonesia! Cerpen, kalo mau request silakan (◍•ᴗ•◍)❤