Sisih Waktu - Dream, Technoblade

304 35 12
                                        

APA KABAR BUNDS NUNGGUIN YA AWOGAWOG

Author terinspirasi dari postingan ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author terinspirasi dari postingan ini. Kalo mau liat fullnya langsung cek ig artist nya aja ya @honted__

Fyi latar tempatnya pandoras vault yang masih ada tekno sama drim

⚠️TW: Kata kasar, darah⚠️

***

Lima puluh dua minggu, tiga hari. Merenungi sambil mencari apa yang sebenarnya ia lakukan sampai dipaksa untuk masuk ke dalam neraka buatannya sendiri. Bahkan waktu menghukumnya.

Kehidupan berbicara kalau dia orang jahat. Menyiksa, membunuh, tak lupa membumihanguskan satu negeri dalam satu malam. Pria berambut pirang itu masih tidak mengerti kenapa orang menyebutnya penjahat.

Dia hanya ingin punya teman.

Bibirnya terangkat rapuh, menyadari sesuatu. Dia hanya ingin punya mainan.

Percikan lava dan bunyi tetes dari obsidian menangis adalah lagu kehidupannya. Telinganya sakit mendengar keramaian yang dibuat ruang sunyi ini.

Luka-luka di wajahnya terlihat kentara disinari cahaya lava di depan. Cahaya terang dari satu-satunya sumber kehangatan di sana, atau mungkin sumber panas yang terlampau dekat. Dia duduk bersandar, memakai jubah tebal temannya tanpa kata, atau memang sudah kehabisan kata-kata.

Tangannya menarik jubah itu agar membungkus tubuhnya lebih erat. Tapi untuk apa, toh di sini sudah panas. Satu-satunya benda dingin di sini adalah hatinya yang beku. Dan tangan teman babinya yang sedang tertidur di samping kanan.

Babi bodoh, sialan, bajingan murahan. Dia sudah tidak bisa berbahasa lagi tentang pria itu. Babi yang malah menerima tawaran bandit kasino itu untuk datang, dan tentu saja membuat dia sendiri ikut terjebak di sini. Babi yang malah meminta sebuah bel dari dewa alam semesta dibanding kebebasan dari penjara ini.

Dia tidak bilang saat ingin mengambil jubah raja yang pria itu pakai. Dia tahu temannya itu tidak akan mempersalahkannya. Apa juga yang bisa disalahkan di sini. Juga, 'teman'? Atau musuhnya? Mungkin hanya Sang Pencipta yang tahu arti dari hubungan mereka.

"Techno."

Suaranya serak. Air hanya disediakan di wastafel dan tempat buang air. Tidak akan dibilang 'kamar mandi', karena hanya ada lubang pembuangan di pojok ruangan itu tanpa adanya bilik.

"Technoblade."

Tubuhnya sedikit bergerak untuk menghadap sang empunya nama. Mata Technoblade tertutup, tapi mereka berdua tahu dia hanya menutupnya, tapi jiwanya tidak bertamasya ke taman mimpi.

"Techno." panggilnya lagi. Kali ini tangannya bergerak untuk membunyikan bel yang ada di depannya. "Aku tahu kau bisa mendengarku."

Dia benci bunyi bel itu, dan bertambah buruk saat Dream sama sekali tidak mendapat tanggapan. Wajahnya yang sudah terlihat menyedihkan pun ia tambah kusut lagi. Setitik ide muncul di dalam kepalanya.

Pria pirang itu berdiri, telapak kakinya terasa dingin padahal sudah beralaskan kaos kaki. Jubah yang ia pakai terlihat menyeret lantai seirama dengan langkah yang diambil menuju meja di pojok ruangan, meja tempatnya menulis buku harian.

Tangannya bergetar mengambil buku itu lalu merobek satu halaman dari dalamnya. Jari-jarinya selayu kelopak bunga yang tidak diairi, membuat bulu bertinta menari di atas permukaan kertas ini.

Dia tersenyum dengan hasil gambar yang ia buat. Tungkainya kembali mendekati si pria 'tidur'. Menempelkan kertas itu tepat di depan wajahnya, bibirnya kembali bergerak mengukir senyuman.

Masih tidak ada respon, Technoblade bahkan tidak bergerak sama sekali. Suara lirih Dream mulai terdengar, dia tertawa melihat kertas dengan gambar hidung babi dan tulisan "BABI DUNGU"  menempel di depan wajah pria itu.

Ingatan masa lampau kembali terulang di kepalanya. Masa-masa di saat mereka masih berjaya, membuat hatinya sedikit hangat.

Tawa Dream semakin terdengar saat dia mengingat dirinya pernah dipanggil tunawisma.

"Orang-orang menakutimu, sedang kau tidak memiliki atap untuk berteduh?"

Dan babi anarki yang mengatakan kalimat itu sekarang di sini, ikut-ikut mencicipi masamnya kotak Pandora.

"Uhuk, uhuk."

Dream menutup bibirnya saat gatal tiba-tiba menyerang tenggorokannya. Dia terbatuk beberapa kali, berusaha menghilangkan sensasi itu dari sana. Dia bahkan memukul dadanya sendiri beberapa kali, berharap saluran pernapasannya kembali normal. Namun usahanya nihil, rasa itu tidak mau pergi seakan membenci bibir yang sudah membentuk senyuman.

Tawa Dream seluruhnya hilang. Hanya ada batuk kering yang terdengar begitu menyakitkan.

Pria itu merasakan cairan kental keluar dari dalam tenggorokannya, membuat basah telapak tangan yang masih menutup bibir. Dia sudah tidak terkejut lagi saat melihat apa yang keluar dari sana. Darah, sudah belakangan ini dia batuk sampai mengeluarkan darah. Entah karena sumber air di sini yang jauh dari kata higienis, atau memang ada penyakit yang mencoba menggerogoti tubuhnya sekarang.

Ia berusaha untuk berjalan ke wastafel. Tangannya yang masih ternoda oleh darah menyendok air keruh dari dalam bak kecil itu, meminumnya tanpa ragu.

Dua, tiga, lima. Dream baru merasa lega setelah menyelesaikan tegukan ke lima. Lututnya lemas, dia jatuh terduduk sambil menyandarkan kepalanya ke pinggir bak wastafel.

Sambil menghela napas, dia berusaha untuk tidak memainkan ingatan indahnya di masa lalu.

Dream, Dream yang malang. Hanya mengandalkan lantai obsidian itu untuk menopang seluruh hidupnya. Pikirannya terbang membayangkan kalau tiba-tiba lantai ini hilang dan langsung menceburkannya ke dalam lautan lava. Entah dia harus meratapi nasibnya berjumpa dengan ajal di mahakaryanya sendiri, atau bersyukur karena siksaan ini berakhir.

Mungkin mati lebih baik. Namun hidup lebih menantang. Dia masih haus akan wajah ngeri orang-orang yang ia siksa. Teriakan mereka meminta tolong, erangan mereka saat Dream perlahan-lahan membentuk luka di hati masing-masing 'bonekanya'.

Mulutnya seakan pisau berkarat yang menyayat kulit seseorang dengan lembut. Begitu tajam dan jauh dari kata halus, dengan hati-hati membuat pertemanan lalu menusuk mereka dari belakang.

Mata hijaunya lurus menatap lava. Boleh dibilang tatapannya kosong. Dia mulai berpikir kalau semua yang ada di dunia ini memang sedang menghukumnya. Orang-orang, masa, atau bahkan dirinya sendiri.

Dia sudah terpojok, sudah terlambat untuk menyesal. Tidak ada yang memberinya celah hanya untuk bernapas di dalam sana. Tidak ada yang memberinya kesempatan untuk menyisihkan waktu untuk beristirahat barang sedetik.

Semua benang kusut di dalam otaknya itu seakan menghantuinya setiap saat. Setiap ia memikirkan itu pula semakin bertambah semangatnya untuk keluar dari penjara itu. Membalas dendam kepada mereka yang sudah memaksanya untuk minum air kotor sampai batuk darah, mereka yang memaksa seorang Dream untuk melepas senyumannya.

***

Suka gak? Suka gak? Bagus gak?

Vote dong ngebul otak author mikirin pemilihan kata-katanya :'D

JANGAN LUPA CEK STORY AUTHOR YANG SATUNYA CASTNYA TECHNOBLADE 🐷👌

DiahUwU 😗✨

DreamSMP digoyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang