🌷 15

73 10 9
                                    


• Revival •

•••

“Pupu, Adek, jangan main terus. Ayo, cepat mandinya. Nanti kita kesiangan.”

“Iya, Mu!” Byounggon berteriak kencang menanggapi ucapan istrinya yang ia yakini masih sibuk di dapur sana menyiapkan keperluan mereka untuk bepergian pagi ini.

Mereka merencanakan bepergian ini secara mendadak sepulangnya Byounggon ke rumah setelah seminggu berada di luar kota. Byounggon mendadak mengajak Ayeong untuk pergi mengunjungi pantai bersama anak-anak mereka yang memang sudah lama hanya menjadi wacana semata, dan dengan kondisi mendadak, justru wacana tersebut bukan lagi sekedar wacana seperti sebelumnya.

Iseul sudah berpakaian rapi dan sekarang sedang membantu sedikit ibunya yang sibuk di dapur, sembari menunggu adiknya yang masih mandi bersama ayahnya. Kaki-kaki yang menjuntai di bawah kursi ia ayunkan sengaja, menunggu gulungan telur yang masih di potong ibunya untuk ia susun kemudian ke dalam kotak bekal yang sudah siap di hadapannya.

“Mumu, Kak Iseul mau satu potong,” pintanya, membuat Ayeong melirik kecil dan tersenyum.

Selesai telurnya di potong, satu potongan ia angkat dengan satu tangannya dan mengarahkannya pada mulut si sulung yang sudah terbuka, “aaa...”

“Enak, Kak?” tanya Ayeong, tangannya terhenti setengah di udara setelah menyuapkan sepotong telur itu ke dalam mulut putrinya.

“Enak! Masakan Mumu selalu enak!” ungkapnya riang.

Dengan itu, Ayeong kembali bergegas menyiapkan makanan yang akan mereka bawa di bantu putri sulungnya itu.

Setelah Byounggon dan Insu telah siap, keluarga kecil itu akhirnya berangkat menuju pantai yang menjadi estimasi bepergian mereka hari ini.

Memang butuh waktu yang tidak sebentar, bahkan kedua anaknya sudah terlelap di kabin tengah hingga akhirnya sampai di pantai setelah hampir dua jam perjalanan.

Ayeong turun dari mobil dengan pandangan yang masih tertuju pada pantai disana dengan gelombang yang menggulung tenang. Rasanya sudah sangat lama sejak terakhir kali ia pergi melihat pantai.

Heart, aku bawain barang-barang, kamu bangunin anak-anak, ya.” Byounggon menegurnya dari belakang dan langsung mendapat anggukan dari Ayeong yang segera berjalan ke sisi pintu kabin tengah dimana putri dan putranya masih tertidur di dalamnya.

“Kak Iseul, Adek Insu, ayo bangun, Nak. Kita sudah sampai, sayang.”

Mendengar kata 'sampai' membuat Iseul seketika membuka kedua matanya. Kedua mata itu membulat dengan sempurna, tertuju lurus pada bagian depan sana yang terlampir jelas pemandangan pantai lewat kaca depan mobil.

“Pantai!!” teriaknya, menunjuk bagian pantai tersebut dengan telunjuknya yang terjulur lurus kemudian sebelah tangan itu mulai menggerakkan tubuh adiknya yang masih sedikit merengek karena dibangunkan sang ibu, ia menggoyang-goyangkan tubuh adik kecilnya dengan tidak sabar, “ayok, Dek. Kita sudah sampai. Ayok kita main di pantai!”

Ayeong dan Byounggon membiarkan Iseul dan Insu berlari menjauhi mereka. Keduanya tertawa melihat betapa antusiasnya putri mereka yang berbanding terbalik dengan adiknya yang terlihat masih memproses apa yang sedang terjadi. Insu bahkan beberapa kali hampir saja jatuh tersungkur ke atas pasir jika Iseul tidak lekas sadar lalu berhenti sejenak dari acara berlarinya menarik si adik mendekati bibir pantai.

“Taruh disini aja dulu, Pu. Nanti kalau udah laper, baru kita bongkar. Kita main dulu aja sama anak-anak,” ucap Ayeong, saat keduanya sampai di salah satu gazebo.

Pantai yang mereka datangi cukup sepi, tidak sepi sekali, hanya saja tidak begitu ramai dan itu sengaja menjadi pilihan Byounggon. Hanya ada beberapa orang di pantai yang luas itu dan kehadiran para pengunjung pun terlihat begitu berjarak seolah itulah yang mereka inginkan. Byounggon menginginkan liburan yang tenang, tidak berada di keramaian yang padat, ia membutuhkan ketenangan hanya bersama Ayeong dan Iseul-Insu.

Byounggon sadar untuk beristirahat sejenak dari rutinitas pekerjaannya selain hanya menghabiskan waktu istirahatnya di rumah bersama istri dan kedua anaknya. Bepergian keluar sesekali seperti ini menjadi healing yang lebih baik, jika ia pikirkan terutama dari hal yang membuatnya emosi sepanjang minggu kemarin.

Ke depannya, ia akan mencoba untuk mencari tempat-tempat nyaman seperti ini lagi untuk bepergian bersama keluarga kecilnya. Hitung-hitung, melepas penat juga bagi istrinya yang sudah sibuk mengurus rumah, toko bunga, serta kedua anaknya.

“Hahahaha, Pupu jaga. Adek kenain Pupu.”

“Heung! Adek kena Pupu. Pupu jaga. Adek lari. Dadah..”

“Awas, ya. Sekarang Pupu yang jaga, Kakak sama Adek pasti Pupu tangkap!”

Kedua anak berbeda usia itu terus berlari menghindari ayahnya yang mencoba menangkap mereka. Ketiganya berlari sambil tertawa tanpa henti, benar-benar tertawa geli karena permainan sederhana yang mereka mainkan. Sampai kedua anaknya berlari menghampiri Ayeong yang sedari tadi hanya bisa memperhatikan setelah dirinya sudah kalah di babak sebelumnya dan membuatnya tidak diperbolehkan ikut bermain sebelum permainan benar-benar berakhir.

“Ah! Mumu, halangin Pupu!”

“Mumu! Mumu! Pupu, jangan kasih Adek.”

Ayeong tak bisa menahan tawa, kedua tangannya ia rentangkan untuk melindungi kedua anaknya yang berlindung di balik tubuhnya sementara suaminya berada di hadapannya sambil terus melangkah ke kiri dan ke kanan, mencoba untuk menangkap kedua anaknya.

Dan, hap! Insu berhasil Byounggon gapai, lalu mengangkatnya di depan dadanya sambil mengecupi seluruh bagian wajah putra kecilnya dan menyatakan bahwa hanya tinggal putrinya saja yang harus ia tangkap.

“Nah, sisa Kak Iseul. Ayo, Kak Iseul sudah nggak bisa lari. Pupu bakal tangkap Kak Iseul.”

Saat itu juga, Iseul berlari menjauh dari balik tubuh ibunya. Berlari menjauhi bibir pantai tempat mereka bermain sambil Byounggon mengikuti di belakangnya. Tawa anak perempuan itu masih menggelegar, masih terdengar meski sudah pergi cukup jauh dari Ayeong.

“Ayo, Dek. Kita tunggu Pupu sama Kakak di sana, ya,” wajahnya menunduk ke samping, ke arah putranya yang berdiri di sampingnya setelah suaminya menurunkannya yang lalu ia gandeng dengan sebelah tangan.

“Heung! Tunggu sana. Panas.”

Mereka berdua berjalan beriringan, sambil terus memperhatikan Iseul dan Byounggon yang masih berlarian.
Tiba-tiba, Ayeong mengingat sesuatu yang mengganggunya akhir-akhir ini.

“Sudah waktunya. Kamu tau perjanjian kita. Anak saya sudah waktunya lepas dari kamu.”

Ayeong mendesah pelan. Ia juga ingat apa yang disampaikan Jungyu—asisten Byounggon—melalui pesan singkat padanya tentang apa yang terjadi selama Byounggon pergi bekerja keluar kota seminggu kemarin. Sebenarnya Ayeong tidak meminta itu, hanya saja kadang-kadang Jungyu mengirimkan beberapa potret suaminya yang sedang bicara di depan banyak orang. Namun, apa yang disampaikan lelaki muda itu padanya saat itu sangat berbeda dari biasanya.

“Bu, Pak Bos Besar bawa Pak Bos buat ngobrol sama Bos HT Telecom.”

Hanya itu yang disampaikan asisten suaminya padanya, tanpa ada embel-embel foto suaminya yang biasa lelaki muda itu kirimkan padanya. Meski Jungyu tidak mengatakan dengan gamblang apa yang mertua dan suaminya bicarakan dengan pemilik perusahaan komunikasi itu, Ayeong sudah tau dengan jelas apa yang menjadi pembicaraan di sana.

“Mumu?”

“Ya, Dek?”

Insu merentangkan tangannya pada Ayeong sesampainya di gazebo, “gendong, duduk.”

Ayeong terkekeh pelan, mengerti maksudnya. Jadilah Ayeong menggapai tubuh Insu, mengangkatnya ke dalam gendongannya lalu duduk dengan posisi seperti itu. Tubuh Insu mulai mendekap tubuh Ayeong, cukup kuat Ayeong pikir. Tapi ia membiarkannya, membiarkan Insu melakukan apa yang ia inginkan sembari menonton ayah dan kakaknya yang masih berlari di sana.

“Mumu?”

“Ya, sayang?”

“Adek, Kakak, Mumu, Pupu. Semuanya sama-sama.”

Napas Ayeong seolah terhenti saat itu juga. Ia menunduk sedikit, tatapan putranya masih terarah pada ayah dan kakaknya disana.

“Semuanya sama-sama,” ulang anak itu lagi sambil semakin mengeratkan tangan-tangan mungilnya di tubuh ibunya.

Ayeong melepas napasnya pelan, ia tersenyum tipis, satu tangannya juga semakin menarik Insu di tubuhnya dan sebelah tangan lainnya mengusap belakang kepala si mungil, “iya, semuanya sama-sama.”

-----------💐

Lupa mau up, pas mau up ternyata ceritanya belum selesai jadi baru diselesein 😭✊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lupa mau up, pas mau up ternyata ceritanya belum selesai jadi baru diselesein 😭✊

Thanks for reading this book. Have a great day ♥️💐

[✓] Revival (Sequel of Strange Place) || CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang