Akhir minggu ini, Byounggon memutuskan membawa Ayeong ke kediaman orangtuanya untuk memperjelas semua permasalahan yang sedang mereka hadapi. Jujur, ia tidak tenang selama beberapa minggu belakangan karena Ayeong belum sepenuhnya menaruh kepercayaan padanya lantaran ketakutan wanitanya pada perjanjian yang telah disepakati dengan papanya sebelum pernikahan mereka.
Kedua anaknya ia tinggal di rumah bersama Jungyu. Sengaja, ia tidak ingin kedua anaknya mendengar pertengkaran yang mungkin akan terjadi di rumah nanti. Jadi ia meminta Jungyu untuk datang ke rumahnya pagi-pagi sekali.
“Aku titip Iseul-Insu. Kalau ada yang kamu perlukan, tinggal telepon aja.”
Jungyu mengangguk, senyumnya terkulum kecil mendengar bosnya memberi pesan, “lagipula ini bukan pertama kali saya jaga Iseul-Insu, jadi Pak Bos nggak perlu khawatir,” lalu ia mengarahkan pandangan pada Ayeong yang berdiri di samping Byounggon, “Bu Bos juga nggak perlu khawatir. Kalian bisa ambil waktu sebanyak yang kalian perlukan.”
“Terima kasih atas pengertiannya, Jungyu.”
“Iya, Bu Bos. Saya doakan semuanya lancar.”
Di sepanjang perjalanan, Ayeong sama sekali tidak menoleh pada Byounggon. Rautnya tak tenang bersamaan tangannya yang terus ia genggam dengan kuat di atas pangkuan.
Byounggon menyadarinya, tentu. Ketakutan Ayeong begitu besar dan ia paham bagaimana wanita itu tidak bisa mengendalikan diri saat ini yang berbanding jauh dengan sifatnya yang biasa tenang.
Diam-diam Byounggon mengarahkan tangannya ke atas kedua tangan Ayeong yang saling menggenggam. Ia melingkupi tangan gemetar itu dengan sebelah tangannya. Kemudian menoleh pada saat Ayeong menoleh kearahnya.
“Kamu nggak perlu takut, heart. Kita bisa selesaikan. Percaya sama aku, tolong.”
Ayeong memberikan senyumnya, senyum yang digabung antara rasa takut dan percaya. Perpaduan apik yang melingkupi perasaan ibu dua anak itu pada sang suami.
Ia menelan ludah setibanya di depan pintu rumah mertuanya. Gemetarnya semakin menjadi, seiring Byounggon yang juga semakin mempererat genggaman tangannya. Menandakan bahwa ia menginginkan Ayeong percaya sepenuhnya seperti apa yang ia minta tanpa mengutarakannya dengan kata.
Keduanya melangkah tanpa melepas tangan satu sama lain. Sesekali Ayeong menaikkan tas yang menggantung di bahunya yang sedikit turun dan terus menguatkan dalam hati mengenai hari ini.
“Kami datang,” kata Byounggon, menyapa kecil kedua orang tuanya yang ternyata sedang duduk santai di ruang tengah.
“Byounggon?” mamanya merespon cepat, bahkan berdiri untuk menghampiri keduanya, “kenapa nggak bilang kalau mau datang? Mama siapin makanan, ya?”
Wanita berumur itu menghentikan ucapannya lalu mengernyitkan alisnya ketika meneliti anak dan menantu perempuannya. Ada yang kurang dari kehadiran Byounggon dan Ayeong pagi ini, “Iseul sama Insu mana? Nggak di bawa?”
“Kami sengaja nggak bawa,” Byounggon menyahuti.
“Kenapa?”
Kemudian papanya memotong, lelaki itu bicara masih sambil fokus membaca koran paginya di kursi sana, “kalian duduk. Saya tau apa yang membawa kalian kemari.”
Keempatnya duduk saling berhadapan. Byounggon saling berhadapan dengan papanya sedangkan Ayeong berhadapan dengan mama mertuanya. Dari keempatnya, hanya mamanya yang tampak kebingungan dengan kondisi dari ketiga orang tersebut.
Mamanya mengernyit heran. Suasana tegang seperti itu sudah lama tidak terjadi dan memang selalu mereka hindari. Tiba-tiba saja hari ini hal itu kembali terulang, sudah pasti juga, ada yang tidak beres. Yang lagi-lagi, tidak ia ketahui.
“Ada apa sebenarnya?”
Byounggon menghembuskan napas, serta memejamkan matanya sejenak sebelum memutuskan menatapi mamanya yang bertanya-tanya akan suasana yang terjadi, “maafin Byounggon, Ma. Hari ini, mungkin Byounggon akan lepas kendali.”
Kemudian tatapannya beralih, tajam, berbeda jauh dari jenis tatapan yang ia berikan pada mamanya. Papanya terlihat menyilangkan kaki di seberang sana, dengan memasang ekspresi angkuhnya.
“Batalkan perjanjian konyol Papa. Perjanjian itu benar-benar gila. Sebenarnya aku ini apa di mata Papa? Apa aku masih boneka Papa? Bahkan setelah aku menuruti kemauan Papa sebagai syarat agar bisa menikah dengan wanita yang ku pilih. Apa yang ku lakukan untuk Papa masih kurang sampai Papa membuat perjanjian dengan istriku tanpa melibatkan siapapun? Perjanjian itu sangat gila, Pa. Sangat keterlaluan.”
Ekspresi Byounggon menggambarkan segalanya. Perasaan campur aduknya sangat tergambar jelas di dalam rautnya yang terlihat keras namun rapuh. Bila bongkahan hatinya di ketuk sedikit saja, ia yakin, dirinya akan hancur seketika itu juga. Dan itulah yang ia takuti saat ini. Ia cukup takut bahwa papanya akan mengetuk hatinya yang siap hancur lalu lebur di bawa angin.
Tak bisa dipungkiri, ia mengakui dirinya di landa kekacauan tanpa henti di dalam. Sangat berantakan untuk dapat diuraikan, terasa abstrak, tidak terbaca jalan keluarnya, pikirannya semrawut di saat bersamaan.
Seharusnya ia kuat, tapi ketakutannya mulai mengambil alih.
Sampai satu kekuatan yang ia butuhkan, menghentikan kekacauannya saat menunggu respon dari papanya. Ia sedikit menunduk ke bawah, kepalan kedua tangannya dilingkupi hal yang membuatnya tenang, tangkupan halus Ayeong berhasil membawanya dalam kesadaran dalam seketika.
Senyuman tipis Ayeong yang diberikan untuknya secara diam-diam, membangkitkan dirinya dari tebing kehancuran yang siap menjadi tempatnya terjun.
Kemudian, Ayeong meluruskan pandangannya pada sang papa mertua. Seakan itu adalah kesempatan terakhirnya untuk bicara, wanita itu menarik semua kekuatan yang ia miliki untuk dikerahkan. Lalu membuka mulutnya untuk bicara.
“Saya tidak akan meninggalkan Byounggon, Pa. Saya tidak peduli pada hukuman yang akan saya terima karena melanggar perjanjian tersebut. Jika Papa masih memiliki hati, tolong biarkan saya. Iseul dan Insu adalah alasan kuat saya untuk bertahan, begitu juga Byounggon. Mereka bertiga adalah hidup saya, Pa. Kepingan terakhir hidup saya. Saya mohon, jangan hancurkan saya. Tolong saya, Pa.”
-----------💐
🖼️ a.yeong
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
liked by hskyeul and 20 others
a.yeong ❤️❤️❤️ . . . .
comments are disabled
-----------💐
🖼️ bygone
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
liked by hwgjin and 9 others
bygone ❤️❤️❤️ . . . .
comments are disabled
-----------💐
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Astaga, sudah lama sekali tidak up buku ini. Maafkeun 😭🙏
Karena memang benar-benar sibuk, kayak, kalau ada waktu di pake buat nyenangin diri sambil istirahat. Jadi kayak males banget make otak buat mikir tulisan 😭😭😭
Maafkeun 😭😭🙏
Tapi buku ini bakal tetap berjalan, walaupun mungkin saya harus potong bagian-bagiannya supaya bisa selesai dengan tepat 🤧
Terima kasih untuk semua yang masih membaca buku ini atau buku-buku saya yang lain 😭❤️🙏