💐 33

36 2 7
                                    

• Revival •

•••

Sojin mengadakan rapat dadakan, membuat semua anggotanya berkumpul di markas mereka—di toko bunga Ayeong tepatnya. Mereka berlima duduk mengelilingi sebuah meja bundar dengan wajahnya yang sangat-amat serius bak adegan film petinggi tentara tengah berdiskusi.

Areum membuka suara setelah mereka berlima sepakat dan ke empat kakak perempuannya itu hanya diam sambil saling melirik, "Kak Sojin nggak akan gentar, kan? Kakak sudah sangat yakin, kan? Kak Ayeong? Kak Nari? Kak Haneul?"

Ayeong dan Nari mengangguk mantap, begitupun Sojin yang memimpin mereka, giliran Haneul yang belum memberikan jawaban lantas mengundang semua pandangan keempat wanita itu padanya.

"Aku nggak siap kak, gimana dong? Haaaa..." Haneul menutup wajahnya seketika, mencoba meredam suaranya lalu sedetik kemudian berucap kembali, "aku nggak siap, kak. Tuh, liat, gimana aku bisa ninggalin Micha yang sangat sangat lucu itu. Aku nggak kuat ninggalin Micha kayaknya."

Kepala mereka semua mengarah pada enam bocah yang tengah asyik bermain disana, berlari kesana kemari, bermain dengan mainan-mainan yang sudah terhambur dan disaat itu pula tangisan Micha pecah lantaran mainan bunyi-bunyian yang ia genggam tak sengaja mengenai kaki Hanjae yang sedang berlari mengejar Insu hingga mainan berbunyi itu terjatuh dengan dramatis.

Kelima wanita itu saling memandang kembali satu sama lain, menghembuskan napas, mendecakkan lidah dan menggeleng dalam gerakan yang sama.

“Jadi gimana, dong? Kita nggak bisa buat nggak ngelakuin rencana kita,” kata Sojin, menatap satu persatu adik-adiknya itu.

Ayeong menimpali, “Benar. Kita harus pisah, harus, walaupun rasanya berat banget. Tapi kita sudah setuju buat pisah sama anak dan suami kita. Kita harus bisa terima itu,” meski Ayeong menyatakan dengan lantang, namun air mukanya berlawanan dengan ucapan bernada datar itu.

“Yeong, Bahasa lo, tolong,” ucap Nari, ia memutarkan bola mata.

“Tapi, benerkan, kak? Kita harus pisah,” sambung Areum, kini wajah si adik termuda itu yang mulai memerah.

Sojin dan Nari yang masih dalam keadaan sadar saling pandang, mereka menepuk jidat, menggeleng-geleng melihat teman-temannya itu yang sangat amat dramatis. Meski mereka terbiasa dengan tingkah dramatis teman-temannya terlebih meyangkut keluarga masing-masing, tetap saja mereka berdua kebingungan.

“Kita cuman mau liburan, tolong. Cuman dua hari satu malam, ya Tuhan.”

💐💐💐

Malam ini, mereka berlima akan memulai misi pertama untuk mendapatkan hal yang sudah mereka rencanakan sejak lama. Rencana tersebut, tidak serta merta mereka susun asal dan tanpa meninjau terlebih dahulu segala halnya. Hari yang mereka pilih pun, telah menyesuaikan hari libur suami-suami mereka yang akhirnya, datang juga hari dimana kelima orang laki-laki yang bersahabat itu akhirnya bisa memiliki hari libur yang sama. Ini tentu hal langka, dan para wanita sudah memantau jadwal suami-suami mereka sejak ide ‘Liburan Bersama Tanpa Suami dan Anak’ tercetus sekitar setahun yang lalu.

Bayangkan, bagaimana mereka bersabar menunggu momen tersebut sejak setahun lalu? Sampai semua rencana liburan mereka bahkan sudah tersusun dengan rapi dan hanya tinggal menjalankannya saja.

Jadi, jika malam ini, ada satu saja dari mereka berlima gagal mendapatkan restu dari suami mereka untuk pergi berlibur, maka, rencana yang sudah tersusun hampir setahun penuh itu akan terundur lagi entah sampai kapan.

Dimulai dari kediaman Sojin, si pemimpin para wanita sekaligus penyusun strategi liburan.

“Sayang..”

[✓] Revival (Sequel of Strange Place) || CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang