🌺 32

24 2 0
                                    

• Revival •

•••

Jari-jari tangannya yang mengetuk papan ketik terhenti ketika balon pemberitahuan pesan muncul di ujung layar monitor komputernya. Sebenarnya balon pemberitahuan pesan itu adalah hal yang biasa, namun isi pesannya lah yang berhasil membuat Jinyoung terhenti dari aktivitas pekerjaannya.

Tangan kanannya segera beralih untuk segera membuka halaman pesan yang muncul beberapa kali itu. Ternyata pesan-pesan itu di kirimkan oleh atasannya. Alisnya sedikit terangkat tinggi dan emosinya sedikit naik, hanya saja, kalimat terakhir di pesan tersebut membuat ia rasanya ingin berteriak dan berlari mengelilingi kantornya.

Satu hal yang sudah ia tunggu-tunggu sejak dua minggu yang lalu akhirnya rilis. Semangatnya cukup berkobar dan jari-jari tangannya kini bekerja dua kali lebih cepat dari sebelumnya.

Pikirnya, ia harus segera menyelesaikan beberapa pekerjaan dan bisa pulang tepat waktu hari ini.

💐💐💐

"Maaf aku telat pulang, moonlight. Padahal aku sudah usahakan pulang cepat tadi, ternyata ada banyak hal yang perlu aku selesaikan juga."

Nari hanya merespon kecil, sedikit mencoba mengabaikan Jinyoung meski lelaki itu masih tersengal dengan napasnya, "nggak masalah."

"Ayo, pergi jenguk Yonghee. Masih sempat kan?"

"Jenguk?"

"Iya, jenguk. Mau jenguk hari ini kan?"

Istrinya itu kembali sibuk berkutat dengan baju-baju yang sedang ia lipat, menjawab Jinyoung tanpa menatap, "Yonghee udah pulang, bahkan sudah langsung kerja sore tadi. Aku sudah jenguk Yonghee di rumahnya siang tadi sama anak-anak pas mereka pulang."

Rasanya kaki Jinyoung sedikit lemas. Ia berjalan maju, mendudukkan tubuhnya di sofa dengan sedikit merosot. Tangannya menyeka wajahnya yang sangat lelah.

"Kenapa kamu nggak hubungi aku? Setidaknya kasih kabar, aku bener-bener buru-buru balik tadi."

Gerakan menutup tangan Nari megibaskan baju yang hendak dilipat menghasilkan bunyi cukup keras membuat Jinyoung reflek menegakkan tubuh. Ia terdiam melihat Nari, ia sadar, suasana hati Nari masih saja buruk sejak kejadian di kantornya sebulan yang lalu. Wanitanya itu masih bersikap dingin padanya.

"Aku sudah puluhan kali kirim pesan ke kamu, aku juga telepon kamu beberapa kali tapi kamu nggak angkat. Aku meski kasih kamu kabar yang bagaimana lagi, Jinyoung? Kamu terlalu sibuk hari ini? Terlalu sibuk? Masih sibuk terima ciuman dari perempuan itu?"

Jinyoung menghela napas. Tatapannya beralih dari Nari yang menatapnya tajam. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya, benar saja, puluhan pesan dan pesan masuk menjadi baris panjang di notifikasi ponselnya. Ia menghela napas, merasa bodoh atas kelakuannya sendiri  Dalam diam ia mengambil tas yang ia sandarkan ke sandaran sofa lalu mengambil sesuatu dari dalamnya dan mengeluarkan secarik amplop putih untuk di letakkan ke hadapan Nari. Tentu Nari cukup bingung, ia menatap suaminya dengan alis berkerut.

"Apa ini?" Tanyanya dan Jinyoung menjawab segera, "aku urus itu selama dua minggu belakangan dan akhirnya rilis hari ini. Tolong buka dulu. Maaf untuk yang tadi. Ternyata ponselku dalam mode silent tanpa aku sadar."

Nari membuka amplop yang disodorkan Jinyoung itu, membuka sebuah kertas yang terlipat di dalamnya. Matanya bergerak-gerak mengikuti tulisan yang tertera di sana. Setelah ia menyelesaikan semuanya, matanya menatap Jinyoung dengan mata membulat.

Jinyoung tersenyum tipis, kemudian menjelaskan maksud surat tersebut, meski sebenarnya pun Nari sudah tentu paham yang tertulis jelas dalam surat yang kini tergeletak di atas meja.

[✓] Revival (Sequel of Strange Place) || CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang