"Pa, Lov sama Cadena sudah daftar magang di Chekia Fashion tinggal nunggu pengumuman saja. Kalau diterima, kami bakal tinggal selama satu bulan di Jakarta," ucap Lovina sembari menikmati onion ring didepannya.
Om Richard menyesap kopi perlahan kemudian meletakkan cangkirnya kembali ke meja, "Kenapa kalian begitu keras kepala. Begitu kekeh nggak mau magang di perusahaan Papa."
"Pa, Lov pengen ngerasain gimana kerja di tempat orang lain sebelum Papa mengurung Lov di perusahaan Papa. Lov sudah dewasa dan bisa jaga diri, Pa. Kurangilah sedikit kadar posesif Papa. Lagian Lov sama Cadena, jadi papa nggak perlu khawatir," jawab Lovina yang kini tengah menatap wajah papanya dengan serius.
Om Richard menghela napasnya perlahan sembari menatap Lovina dan Dena bergantian. "Oke, dengan syarat selama kalian di Jakarta harus tinggal di apartemen Papa. Namun, kalau tidak di terima, kalian harus magang di perusahaan Papa. Kali ini Papa Janji nggak akan campur tangan mengenai penerimaan kalian di Chekia Fashion, meskipun Papa kenal dengan baik Ardie Artana, suami dari ownernya Chekia Fashion. Gimana, deal?"
Lovina mengangguk pelan, "Deal, Pa!"
"Tapi Om, Dena Nggak bi...," Dena hendak menyela tetapi segera ditimpali Lovina.
"Ca, kali ini saja, demi aku. Please. Kau tau kan kalau setelah lulus nanti, aku nggak akan bisa sebebas ini lagi dan nggak bisa menolak perintah papa buat pulang ke Amerika," pinta Lovina memelas.
Lovina mengeluarkan jurus rayuan mautnya. Ia menatap Dena dengan mata yang berkaca-kaca dan penuh permohonan.
Dena hanya bisa pasrah dan menganggukkan kepalanya. Ia tahu betul bagaimana posesifnya Richard Smith pada anak keduanya ini. Dena seringkali merasa kasihan terhadap Lovina. Setiap langkahnya seolah tak pernah luput dari pengawasan. Namun, di sisi lain Dena merasa sangat iri kepadanya. Ayah dan Kakak Lovina melakukan itu semua karena mereka begitu menyayangi Lovina. Tidak seperti dirinya, masih memiliki saudara tetapi sebatang kara.
Ya Allah, aku mohon kirimkan untukku satu orang seperti Om Richard. Aku rela deh di posesifin dengan penuh rasa kasih sayang seperti itu.
Dering ponsel menyadarkan Dena dari lamunannya. Dena segera menerima panggilan setelah melihat sebuah nama tertera pada ponselnya.
"Halo, Bu." Dena dengan saksama mendengarkan suara dari ujung sana. "Dena segera kesitu, Bu. Ibu tunggu disitu saja, ini Dena ada di Bison Café, jadi tinggal nyebrang."
"Lov, maaf. Fillio mau terapi tapi tantrum lagi. Ini Ibu sendirian, jadi aku mesti kesana sekarang." Dena beranjak dari duduknya.
Lovina cemberut, "Yaah, calon mama tiriku disabotase lagi deh sama Fillio. Padahal rencananya mau kuajak pulang ke Boyolali."
"Maaf banget Lov, kali ini aku nggak bisa. Aku beneran nggak tega denger tangisannya Fillio. Kapan-kapan lagi aja ya." Dena mengalihkan Pandangannya dan mengulurkan tangannya kearah Om Richard, "Maaf ya Om, Dena permisi dulu."
Om Richard menyambut jabat tangan Dena. Ia menggenggam erat tangan Dena, "Oke, tapi ada syaratnya." Melihat mata Dena yang membola disertai tarikan tangannya, Om Richard melanjutkan ucapannya, "Aku lepasin sekarang tetapi kau berhutang makan malam sama kami atau Om nggak bakalan lepasin tangan ini."
Dena yang merasakan cengekeraman di tangannya hanya bisa mengangguk pasrah. Dalam pikirannya kini hanya ada Fillio. Ia tidak tega mendengar tangisannya. Dena ingin segera menghampiri untuk menenangkan tangisnya. "Baik, Om. Dena berhutang makan malam sama Om." Dena segera beringsut ketika Om Richard melepaskan cengkeraman tangannya.
"Siapa Fillio?" tanya Om Richard seraya mengamati punggung Dena yang semakin menjauh.
Lovina terkekeh, "Tuan Richard Smith tidak perlu bersandiwara di hadapan putri tercintamu ini. Aku yakin 100% lelembut Papa sudah menceritakan semuanya. Gimana, Papa serius 'kan?"
Om Richard mengernyitkan dahinya, "Lelembut?"
"Mata-mata Papa yang tidak nampak keberadaannya tetapi kenyataannya ada dan tersebar di mana-mana." Lovina mengambil satu potong kentang goreng mencelupkan dalam mangkuk kecil berisi saus sambal. "Aku yakin papa sudah tahu semua tentang Cadena. Bahkan Papa hafal sekali pesanan favorit Cadena di café ini. Kentang goreng dan hot chocolate."
Om Richard terkekeh, "Yeah, kau benar dan asal kau tahu bayi berusia tiga tahun itu, beberapa bulan terakhir ini diam-diam telah menyabotase taktiran hot chocolate Papa buat Cadena."
"Pengaruh Fillio memang luar biasa. Dia bahkan bisa membuat Bu Sunita dan Pak Rajh merelakan Cadena resign dari Rajh textile. Papa pasti juga tahu kan, kalau Cadena pemegang kunci skandal Rajh's family," ucap Lovina sambil menyesap pelan kopinya.
Om Richard mengangguk. "Dia benar-benar gadis yang menarik. Andai saja dia belum memiliki kekasih, pasti kamu sudah mempunyai ibu tiri." Om Richard kembali terkekeh. "Sayang sekali Papa tidak ingin membuatnya bersedih dengan menghancurkan hubungannya dengan si pengecut itu. Cadena itu istimewa. Jadi, dia tidak layak didapatkan dengan cara yang salah. Namun, Papa yakin tidak lama lagi dia akan patah hati gegara lelaki itu tidak berani untuk memperjuangkannya di depan keluarganya."
"Sebetulnya Lov kasihan sama Cadena, tetapi ya mau gimana lagi." Lovina menaruh cangkirnya di atas meja. "Pa, Lov sudah bicara sama Kak Jose dan Lilian, mereka juga setuju kalau Papa serius sama Cadena. Bahkan Kak Jose sudah tidak sabar ingin memiliki adik yang umurnya lebih muda daripada cucu Papa," ucap Lovina di ikuti dengan gelak tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Fillio?
Non-FictionDena tidak menyangka pertemuan dengan seorang balita yang memanggilnya Mama akan berbuntut panjang. Ia harus berperan sebagai Mama demi membantu kesembuhan balita tersebut. Fillio, balita berusia tiga tahun menemukan sosok Mama pada Dena. Fillio akh...