"Pak Dion?" Sebuah suara menginterupsi Dion yang tengah serius berdiskusi dengan Dian dan Fahri di teras KUA.
Dion menoleh kemudian berjalan menuju arah sumber suara. "Wah pengantin baru. Maaf ya kemarin nggak bisa datang. Lho ngapain kesini?" Dion menjabat tangan Chandra.
"Eh iya Pak tidak apa-apa. Ini mau nganterin berkas untuk mertua saya. Lha Pak Dion ...." Belum menyelesaikan ucapannya, sebuah suara menyelanya.
"Gimana, sudah dapat Ndra?" Pakde Harno nampak berjalan menuju teras KUA.
"Sudah. Ini Pak." Chandra menyerahkan map berwarna merah kepada Pakde Harno yang kini telah berdiri di sebelahnya.
Pakde Harno menerima dan segera memeriksa berkas yang diserahkan oleh Chandra. "Alhamdulillah semuanya sudah lengkap. Ya sudah, mari Nak Dion kita langsungkan sekarang."
"Lho, Pak Dion!" seru Chandra keheranan.
Pakde Harno mengarahkan pandangannya ke arah Chandra penuh keheranan. "Lho, kamu kenal sama Nak Dion?"
"Ya kenal to Pak, Lha wong Pak Dion ini..."
"Mari Pak acaranya segera dimulai saja. Kasihan ibu dan anak saya kalau harus menunggu terlalu lama." Sela Dion seraya menyunggingkan senyumannya ke arah Chandra.
"Oh, ya sudah kalo gitu ayo masuk." Pandangan mata Pakde Harno kembali kearah Chandra, "Ndra, ibu sama Lidia mana?"
"Masih di mobil Pak, baru ngireh-ireh, membujuk Bulek Ros supaya mau turun dari mobil," jawab Chandra.
"Yowis susulen ibumu, suruh segera masuk. Nek Rosita ora gelem ya sudah nggak usah dipaksa," kata Pakde Harno.
"Nggih. Iya Pak," jawab Chandra yang kemudian beringsut menuju tempat parkiran mobil.
🌸🌸🌸
Keharuan nampak terpancar dari wajah Uti Fillio, Dian, Fahri, Pakde Harno dan Mbak Sum tatkala menyaksikan Dion yang tengah memeluk dan memberikan ciuman pada pucuk kepala Dena yang kini telah sah menjadi istrinya. Di sisi lain, dua wanita paruh baya justru memenampakkan raut wajah yang bergitu masam. Sedangkan Pak Rohadi hanya mampu menyeka kedua matanya dengan penuh penyesalan.
"Istriku sayang, sudah cukup kamu berjuang untuk hidupmu. Kini giliran suamimu ini yang akan berjuang untuk kebahagiaan dan hidupmu. Terima kasih sudah bertahan hingga sejauh ini. Kamu hebat, sayang. Aku sangat beruntung bisa memilikimu," ucap Dion sembari mengeratkan pelukannya pada istri barunya.
Benteng partahanan Dena seketika runtuh. Tubuhnya mulai bergetar hebat. Kini ia hanya mampu menenggelamkan diri ke dalam pelukan Dion. Ia menumpakan seluruh air mata yang telah ia bendung dengan susah payah sejak perdebatan di rumah bapaknya tadi.
"Mamaa.... Mama..." Tangis Fillio menginterupsi pelukan Dion.
Dion dan Dena segera menghampiri Uti Fillo yang duduk tak jauh dari mereka. Setelah Dena meraih Fillio dari pangkuan Uti Fillio. Dion pun bersimpuh di hadapan Uti Fillio. Namun, Uti Fillio segera menahan dan meraih Dion kedalam pelukannya.
"Alhamdulillah. Terima kasih Bu. Semua ini bisa terjadi karena doa dan restu Ibu." Uti Fillio terus mengelus punggung Dion yang mulai bergetar hebat. Ia tak sanggup berkata-kata, hanya untaian doa yang terus Uti Fillio rapalkan di dalam hati untuk putra tercintanya.
🌸🌸🌸
"Titip Dena ya Mas, dia sudah seperti adik saya sendiri. Apapun yang Mas Dion dengar tentang keburukan Dena, tolong jangan dipercaya. Baik almarhum simbok maupun saya tahu betul bagaimana Dena. Dia gadis yang baik, mandiri dan pekerja keras. Tolong bahagiakan gadis malang itu ya, Mas Dion," ucap Mbak Sum ketika Dion berpamitan dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Fillio?
Non-FictionDena tidak menyangka pertemuan dengan seorang balita yang memanggilnya Mama akan berbuntut panjang. Ia harus berperan sebagai Mama demi membantu kesembuhan balita tersebut. Fillio, balita berusia tiga tahun menemukan sosok Mama pada Dena. Fillio akh...