Dena menoleh saat Fahri tiba-tiba mengetuk kaca jendela mobil Dion. Perlahan Dion membuka kaca jendelanya. Nampak Fahri membisikkan sesuatu. Dion melepaskan sabuk pengamannya sembari menoleh kearah Dena yang menatapnya dengan penuh tanya. "Sebentar ya sayang." Dion pun keluar, berjalan menuju mobil keluarga Rajh.
"Kenapa Ca?" tanya Lovina yang duduk persis dibelakangnya.
"Nggak tahu. Kita tunggu saja." Pandangan Dena terus membuntuti Dion yang kini nampak menghampiri mobil Tuan Rajh.
"Mungkin koordinasi mengenai rute perjalanan," sahut Balraj yang duduk di kursi sebelah Lovina. "Jagoan tampannya Daddy, ayo sini ikut Daddy. Daddy masih kagen lho, sama Jagoan tampanku." Balraj mencoba merayu Fillio yang kini duduk di pangkuan Dena.
"Lio sama Mama, Daddy," jawab Fillio sembari asyik memainkan pesawatnya.
Dion masuk ke mobil dan memakai sabuk pengaman. Ia menoleh ke arah Dena yang masih menatapnya penuh tanya. "Wanita itu membuat keributan lagi. Mas khawatir ibu bakalan drop lagi kalau bertemu dengannya. Jadi, mereka berangkat duluan ke Pacitan bersama rombongannya Pak Man dan Toni." Dion menoleh ke arah Balraj. "Balraj, Wina membuat keributan di Shinta Mart. Rencananya aku mau memberi tahu mengenai Fillio supaya dia berhenti mengusik keluargaku. Jika kau tidak berkenan bertemu dengannya, aku antarkan kau ke restoran cepat saji di dekat rumah kami. Nanti kalau urusan kami sudah selesai, aku akan menjemputmu kembali."
"Tidak masalah Dion, aku ikut bersamamu. Aku tidak akan membiarkannya memperalat putraku untuk menghancurkan rumah tanggamu," jawab Balraj.
"Apa kau yakin?" Dion memastikan jawaban Balraj. Ia paham, bertemu dengan Wina tentu dapat berpengaruh pada kondisi mental Balraj.
"Tentu saja Dion. Bukankah kehadiranku bisa membantumu meyakinkan kebenaran mengenai Fillio." Melihat Dion menganggukkan kepalanya Balraj melanjutkan ucapannya, "Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja. Kalau nantinya aku tidak bisa mengendalikan emosiku, tolong hentikan aku dan berikan ini padaku." Ia merogoh saku celananya. Mengeluarkan beberapa obat. Mengulurkannya pada Dion. "Namun paling tidak biarkan aku melampiaskan tiga pukulan padanya terlebih dahulu. Satu untuk mendiang ibuku, satu untuk mendiang putriku dan satu lagi untuk Fillio." Balraj terkekeh.
"Dan dengan senang hati akupun akan turut menyumbangkan satu pukulan untukmu," sahut Lovina dengan antusias. Disambut acungan jempol oleh Balraj.
🌸🌸🌸
"Oh, jadi kamu pelakornya! Berani-beraninya kamu merebut Dion dariku." Wina menarik rambut panjang seorang wanita yang baru saja turun dari mobil Dion.
Lovina yang kesakitan, refleks berbalik dan melayangkan satu pukulan yang tepat mengenai pipi kiri Wina. "Whoy, nenek lampir! Mau cari mati!" seru Lovina.
Dion yang masih berada di balik kemudi terkekeh. Tangan kirinya mencekal lengan Dena, mencegahnya turun dari mobil. Dion menoleh kearah Balraj yang nampak membeku. "Sepertinya kau tidak perlu repot-repot menggunakan tenagamu untuk menghajarnya, Balraj." Melihat empat orang berbadan kekar nampak berlari menghampiri Lovina, tawa Dion semakin membahana, "Kali ini dia benar-benar kena batunya."
"Kenapa Mama, Ate Ov kenapa?" tanya Fillio kebingungan melihat keributan yang ada di luar mobil.
"Nggak papa, sayang. Itu temannya Ate Ov, lagi ngobrol sama mamanya Fillio," jelas Dena.
"Ini Mama Lio, Mama." Fillio memeluk Dena. "Itu Tante cewewet. Teliak-teliak belicik."
"Fillio sayang, nggak boleh ngomong kaya gitu. Gek dapet kosa kata dari mana to Le kamu itu." Dena menggeleng-gelengkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Fillio?
Non-FictionDena tidak menyangka pertemuan dengan seorang balita yang memanggilnya Mama akan berbuntut panjang. Ia harus berperan sebagai Mama demi membantu kesembuhan balita tersebut. Fillio, balita berusia tiga tahun menemukan sosok Mama pada Dena. Fillio akh...