44. Bucin

1.8K 173 13
                                    

"Kamu nggak capek Le? Dari tadi yang nyetir kamu terus," ucap Uti Fillio

"Enggak, Bu. Dion malah senang bisa memastikan si kecil ini aman dan nyaman selama perjalanan." Tangan kiri Dion terus mengelus perut Dena. "Meskipun baru kelihatan kantung kehamilan, tetapi sudah membuat Dion sangat bahagia, Bu. Sayangnya Papa, tumbuh sehat diperut Mama ya sayang."

Uti Fillio tersenyum, "Iya, ibu juga bahagia. Alhamdulillah Dena beneran hamil." Uti Fillio mengelus kepala Fillio yang tengah tertidur di pelukannya. "Ini calon kakak juga seneng banget tahu ada adek bayi di perutnya mama. Mana pinter, sudah nggak mau di gendong lagi sama Mama ya Le." Uti Fillio membenahi selimut kecil yang membalut tubuh Fillio. "Oh iya, ibu ceritain. Tadi to Dena memuji-muji dirimu lho. Katanya, 'anaknya ibu kok keren banget sih bisa nyetir pesawat dan heli. Aku kan' jadi naksir sama anaknya ibu.' Gek le ngomong itu antusias banget sambil senyum-senyum terpesona gitu. Le ngomong gitu ki ada nek tiga kali, lebih malahan. Jian, lucu nggemesi gitu, Le. Sampai tak cubit pipinya." Uti terkekeh mengingat tingkah lucu Dena.

"Oh ya, pantesan kok dari tadi pas di rumah sakit ngelihatin terus sambil senyum-senyum gitu. Sampai Dion jadi salah tingkah sendiri. Berulang kali Dion tanyain kenapa senyum-senyum terus, jawabnya Dena 'nggak papa, lagi happy aja.' gitu." Senyum Dion merekah sempurna. Tangannya beralih mencubit pelan pipi Dena.

"Emang lagi bucin berat Cadena itu. Entah berapa kali dia bilang 'Lov, Lov, suamiku keren banget!" sahut Lovina yang duduk persis di belakang kursi Dion. Ia mengalihkan  pandangannya ke arah Dena. "Cadena tidur lagi? Kok dari tadi nggak kedengaran suaranya. Tumben-tumbenan dia tidur terus diperjalanan, mana pulas banget. Padahal biasanya Cadena itu kalau dengar suara dikit saja langsung bangun lho."

"Bawaan bayi, mungkin. Wes nggak papa malah biar istirahat. Mumpung Fillio juga pinter, anteng nggak rewel. Le, nanti ibu turun di depan rumah saja ya. Ibu tak istirahat di rumah saja sama Fillio."

"Iya, Bu. Nanti sesampainya di rumah langsung istirahat saja. Kalau Lio kebangun terus rewel, telepon Dion ya Bu. Nanti Dion jemput. Terus Ibu nggak usah masak, Dion pesankan makan. Ibu mau makan apa?"

"Apa saja wis, yang penting Fillio juga doyan," jawab Uti Fillio.

"Ibu pengennya apa? Nanti Lio, Dion pesankan ayam kriuk kesukaannya saja," ucap Dion.

"Opo wae mau. Yang gampang dipesan saja. Lovina mau makan apa?" Uti Fillio menoleh ke arah Lovina yang sedang sibuk dengan ponselnya.

"Sama kaya Uti saja. Aku pemakan segala kok Uti, jadi nggak ada pantangan apa-apa." Lovina mengalihkan pandangannya sejenak, sebelum kembali fokus ke layar ponselnya. "Dion, apa Papa sudah tahu tentang kehamilan Cadena? soalnya ini Kak Jose barusan chat ngasih peringatan kalau status awas, siap meletus. Segera evakuasi diri, jauhi zona bahaya. Gitu."

"Iya," jawab Dion dengan santainya.

Kedua mata Lovina melotot, "Astaga, mana aku habis bikin masalah pula. Tamatlah riwayatmu Lovina!" seru Lovina dengan suara yang tertahan. "Ya elah Dion, kenapa ngasih tahunya sekarang. Aku kan masih ingin hidup tenteram damai nyaman sejahtera di negeri tercinta ini, paling tidak sampai beberapa bulan kedepan." Lovina mencebik kesal. "Aku jadi heran sama hubungan kalian berdua. Bisa dibilang musuh bin saingan tetapi kok mesra banget sampai-sampai komunikasi minimal tiga kali dalam sehari. Bahkan aku anaknya saja nggak pernah seintens itu dihubungi sama Papa. Hemmm.. Jangan-jangan Papa itu naksir kamu bukan Cadena."

Dion menghela napasnya. "Papamu itu 100% normal. Dia menghubungiku untuk memastikan Dena bahagia. Sejujurnya aku sangat terganggu, tetapi kau tahu sendiri, absen wajibnya itu lebih baik daripada tindakan lain yang mungkin dia lakukan terhadapku dan Dena. Jadi ya, aku nikmati saja. Lagian yang dia hubungi aku, bukan Dena."

"Le...." Suara Uti Fillio yang penuh kecemasan menginterupsi.

Dion menangkap kegundahan Uti Fillio. "Ibu jangan khawatir. Insya'Allah Dena aman. Apalagi sekarang sudah ada si kecil ini, jadi ikatan kami semakin kuat."

"Jangan khawatir Uti, Papa memang nggak bakalan melepas penjagaannya pada Cadena sampai kapanpun, bahkan mungkin sampai akhir hayatnya. Yeah, karena papa memang seperti itu. Kalau sudah sayang apalagi plus cinta, penjagaannya nggak bakalan lepas sampai kapanpun. Namun, sesungguhnya Papa itu sudah rela menerima kenyataan kalau Cadena kini sudah menjadi istrinya Dion." Lovina mengelus lengan kiri Uti Fillio, "Papa hanya ingin memastikan orang yang dicintainya tidak terluka sedikitpun," lanjut Lovina.

"Oh iya, tadi Papamu bilang kalau kau tetap bersama kami sampai bodyguardmu datang," ucap Dion.

"What?? Bodyguard! Astaga Papa, bisa-bisanya dia merenggut kebebasanku. Apa dia sudah pikun sehingga melupakan janjinya kepadaku." Lovina cepat-cepat membuka ponselnya dan segera menghubungi Papanya.

Dion terkekeh, pasalnya Dia tahu pasti bahwa Lovina akan mendapatkan kejutan lain saat menghubungi Papanya.

"Arrgghh... Kenapa jadi seperti ini. Aku memang salah, tapi Papa sungguh keterlaluan! Hatinya yang patah kenapa otaknya yang konslet. Dena yang hamil kenapa aku jadi ikut-ikutan disuruh kasih cucu. Emangnya bayi bisa dibikin dari adonan cilok," cebik Lovina setelah menutup panggilannya.

"Dion, siapa pria yang bakal dinikahkan sama aku? Kau pasti sudah diberitahu. Dan aku sangat yakin, menyuruhku membawa pulang kekasih plus calon cucu dalam kurun waktu tiga bulan pasti hanya akal-akalan yang mulia dipertuan agung Richard Smith saja. Pasalnya, bagaimana bisa aku mendapat pacar coba, sedangkan dia mengusir semua laki-laki yang bahkan hanya tersenyum kepadaku." Lovina bersungut-sungut.

"Sebentar lagi kau juga akan bertemu dengannya. Setahuku dia akan segera datang dari Dubai secara khusus untuk menemuimu. Dan kabar baik lainnya, calon suamimu itu pilihan Tuan Smith sendiri. Tentu bisa dipastikan kalau dia lelaki yang baik, bertanggung jawab dan yang pasti High quality jomlo. Nampaknya kakakmu juga sudah menyetujuinya." Dion menjeda ucapannya "Bu, sepertinya dua bulan lagi Ibu bakal kondangan ke London," kekeh Dion.

"Astaga, astaga, astaga. Dubai? Jangan-jangan Rosland Scharm. Kolega Papa berkepala petromax yang menetap di Dubai ituuu. Tidaaakkk!! Uti, adopsi aku menjadi anakmu. Please. Hindarkan aku dari kegilaan Papa dan lelaki plontos bin kinclong itu," ucap Lovina sembari menghempaskan tubuhnya pada sandaran jok mobil.

"Wait. Kau bilang apa tadi, dua bulan?" Lovina kembali menarik kedepan tubuhnya.

"Yups, dua bulan. The real tengat waktu yang Tuan Smith berikan kepadamu. Kau bisa mengkonfirmasi kebenarannya pada kakakmu," jawab Dion dengan santainya.

"Oh My God! Papa memang gila!!" Lovina kembali menghempaskan tubuhnya. Cepat-cepat Lovina membuka kembali layar ponsel dan menghubungi kakaknya.




Hai hai hai... Sampai lupa ya sama jalan ceritanya 😅
Gegara kelamaan Author nya hibernasi 🤣🤣
Maaf keeen yaa..
Oh iya, selamat Idul Fitri
Mohon maaf atas segala sikap, perbuatan, kata ataupun tulisan yang menorehkan luka. Dan juga postingannya yang terlalu lama kagak di update 😉😉

Mama Fillio?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang