Dion yang sedang duduk di salah satu sudut ruang rapat RC group mengernyitkan dahinya ketika melihat layar ponselnya terdapat dua notifikasi pesan dari nomor yang tidak dikenalnya. Dion kembali memasukkan ponselnya ke saku jasnya. Tatapannya kembali fokus pada Nona Eva yang sedang memimpin rapat. Namun, lagi-lagi ponselnya bergetar. Dion kembali mengambil ponselnya, lagi-lagi pesan dari nomor tersebut. 'Apa Dian mengganti nomor ponselnya?' Dion segera membuka pesan tersebut. Ia khawatir jika ada hal penting ingin disampaikan Dian, mengingat ponsel tersebut adalah ponsel yang ia khususkan untuk keluarganya. Hanya Dian, suami Dian dan Ibunya yang mengetahui nomor ponselnya ini.
[Assalamu'alaikum Mbak Dian, ini Dena]
[Mbak, Maaf menganggu]
[Sebenarnya ibu sudah melarang Dena untuk menghubungi Mbak Dian atau Pak Dion. Namun, karena Dena sudah terlanjur janji sama Mbak Dian kalau ada apa-apa bakalan memberitahu melalui nomor ini. Jadi, Dena beranikan diri mengirim pesan.]
[Mbak ibu sakit. Semalam Ibu demam tinggi tetapi Mbak Dian nggak usah terlalu khawatir soalnya sekarang demamnya sudah turun. Dena juga sudah anterin ke dokter. Sekarang ibu sedang tidur.]
[Oh iya, Dena juga minta maaf karena sudah lancang memakai dapur di rumah dan masuk kamar ibu untuk mengambilkan baju ganti. Soalnya Dena di rumah hanya bersama Ibu dan Fillio. Mbok Jum dan Pak Man kemarin pulang kerumahnya. Ijin, karena anaknya sakit masuk rumah sakit.]
Dion terperanjat membaca pesan yang ternyata dikirimkan oleh Dena. Ingin rasanya Dion segera pulang ke Jogja saat itu juga, tetapi hal itu tidak mungkin. Setidaknya ia harus melakukan koordinasi dengan petugas keamanan yang lainnya terutama Sena, rekan kerja yang bertugas bersamanya memberikan pengawalan langsung kepada Nona Eva. Sebagai pemimpin bagian keamanan keluarga Cendekia, tentu dia tidak bisa sembarangan meninggalkan tanggung jawab secara mendadak.
[Apa kata Dokter?]
[Kata Dokter tekanan darah ibu tinggi. Jadi disuruh mengurangi konsumsi garam, daging merah serta disarankan untuk banyak istirahat dan tidak banyak pikiran.]
[Tolong jagain ibu dulu ya, soalnya saya baru bisa pulang nanti malam. Kalau ada apa-apa segera hubungi saya.]
[Nanti setelah pintu depan di kunci, tolong kuncinya diambil ya. Saya bawa kunci cadangan. Mungkin sampai rumah sudah larut malam.]
[Iya Mbak. Siap. Oh iya Mbak, semoga ibu mertua Mbak Dian segera lekas sembuh.]
[Oke, terima kasih]
[Iya Mbak]
🌸🌸🌸
Dion perlahan membuka pintu kamar Fillio. Nampak ibunya tertidur pulas sembari memeluk gadis disebelahnya. Rasa khawatir yang menggelayuti sejak menerima pesan dari Dena tadi sore sirna sudah.
Tatapan mata Dion kini beralih pada Dena yang tengah terlelap diantara Ibunya dan Fillio yang sama-sama memeluknya. Rambut panjangnya tergerai hampir menutupi separuh wajahnya. Kedua sudut bibir Dion terangkat. Terima kasih sudah merawat ibu dengan sangat baik.
Mendengar suara langkah kaki menuruni tangga, Dion segera menutup pintu kamar Fillio. Ia membalikkan badannya. "Kalian istirahat saja dulu ini sudah terlalu larut malam untuk bertemu ibu."
"Tapi Mas, aku pengen lihat kondisi ibu," ucap Dian.
"Besok pagi saja, Dek. Ibu lagi butuh banyak istirahat. Kasihan kalau Ibu terbangun gara-gara kita. Sana tidur sana, Mas juga mau istirahat." Dion segera beringsut ke kamarnya setelah memastikan Dian dan suaminya sampai pada ujung tangga di lantai dua.
Dion merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur. Ia segera menyalakan televisi yang menempel pada dinding kamarnya. Pandangan matanya kini terpaku pada layar televisi yang menampilkan situasi di kamar Fillio. Angan Dion kembali berelana ketika ia memeriksa rekaman CCTV di seluruh penjuru rumahnya untuk mengetahui apa yang menyebabkan kesehatan ibunya mendadak drop.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Fillio?
Non-FictionDena tidak menyangka pertemuan dengan seorang balita yang memanggilnya Mama akan berbuntut panjang. Ia harus berperan sebagai Mama demi membantu kesembuhan balita tersebut. Fillio, balita berusia tiga tahun menemukan sosok Mama pada Dena. Fillio akh...