30. Kasmaran

7.7K 765 55
                                    

"Le," Dion terbangun ketika merasakan sentuhan pada bahunya.

"Istrimu diajak pindah ke kamar sana. Fillio biar sama ibu," kata Uti Fillio saat mendapati tatapan mata Dion.

"Iya Bu," Dion beranjak dari tidurnya mencondongkan tubuhnya ke arah Uti Fillio dan memberikan ciuman singkat pada pipi sebelah kanan.

"Lihatlah menantumu, tidurpun tidak mau lepas dari Ibu." Dionpun memberikan kecupan singkat pada pipi Dena yang sedang tertidur pulas.

"Iya, Mbak Dena itu sayang banget sama Ibu. Mas Dion kali ini nggak salah pilih istri, ya Bu," sahut Dian sembari berusaha membangunkan Fahri.

Kedua sudut bibir Uti Fillio tertarik keatas, "Iya. Jaga dan sayangi dia ya, Le." Melihat anggukan Dion, Uti Fillio melanjutkan ucapannya. "oh iya, Le. Tadi Ibu ngobrol sama Dian. Bagaimana kalau kita kasih seserahan buat Dena. Soale tadi kalau kita beli sebelum akad kan nggak memungkinkan jadi kita susulkan besok atau lusa. Ya sebagai kado atau tanda cinta keluarga kita."

"Iya, Mas. Sama tadi Dian sudah pesenin gudek besekan lengkap pakai ayam utuh buat dibagikan ke tetangga dan teman-temennya Ibu. Buat syukuran gitu, Mas," tambah Dian.

"Iya, Dion sepakat. Pokoknya Dion manut sama Ibu dan kamu Dek. Bagaimana baiknya, Dion ngikut saja. Nanti tinggal totalannya berapa aku transfer." Melihat Uti Fillio akan menyela ucapannya, Dion lekas-lekas melanjutkan, "Bu, Dion tahu. Ibu dan Adek ingin menyambut Dena dengan baik. Namun syukuran dan seserahan adalah tanggung jawab Dion sepenuhnya. Jadi, biar Dion saja yang membiayainya. Bu, doa dan restumu sudah lebih dari cukup buat kami. Namun, kalau Ibu masih bersih keras ingin membiayainya, Dion saranin uangnya buat beliin kado buat Dena saja."

"Iya, Le. Kalau begitu Ibu setuju," jawab Uti Fillio.

"Jadi Dek, totalnya yang buat pesen gudek berapa, nanti Mas langsung transfer ke Adek. Kalau buat beli seserahan, Mas kasih kartu debit saja biar Ibu sama Adek gampang belanjanya. Oh iya, jangan lupa kirim juga buat keluargamu di Madiun, Dek. Sama jelaskan kalau acaranya mendadak jadi nggak kabar-kabar. Ya bilang saja kalau aku keburu ada dinas atau bagaimana wis apike piye," ucap Dion sembari sesekali melihat wajah istrinya yang masih tertidur pulas.

"Iya, Mas. Wis beres pokoknya. Besok jam 8 begitu pesanan jadi, langsung bagi tugas. Pak Man sama Mbok Jum keliling ke rumah temen Ibu di Jogja. Pak Budi sama Mbak Yatini ke Klaten terus lanjut ke Madiun. Terus Mbok Nah sama beberapa karyawan Sinta Mart, jatahnya nganterin ke tetangga sekitar. Tadi Dian sudah telepon Mbok Jum sama Mbok Nah buat ngejelasin bagaimana-gimananya, Mas," jelas Dian.

"Sip. Semua harus dapet ya Dek. Jangan sampai kelewatan. Keluarga Rajh juga. Soalnya 'kan mantan bosnya Dena. Kalau pegawai Shinta Mart di semua cabang dan juga teman Dena yang di kost-nya biar nanti Bison yang kirimi. Mas nanti tak hubungi Toni biar di koordinasi sama anak-anak," jelas Dion.

"Mas, mantan istrimu mau dikirimi juga enggak?" ledek Dian.

"Kirimi saja sekalian Dek. Berita bahagia semua harus tahu. Supaya dia berhenti menganggu Ibu." Dion tersenyum penuh makna.

"Nanti kalau dia nyerang Dena bagaimana Mas?" tanya Dian.

"Siapapun itu baik dia ataupun yang lainnya kalau berani mengusik Dena, Mas sendiri yang akan maju," ucap Dion penuh ketegasan.

"Ya sudah, ini sudah malam. Sana bawa istrimu ke kamar. Biar Fillio sama Ibu," ucap Uti Fillio.

"Iya Bu," jawab Dion.

"Pah, mbok aku di gendong juga kaya gitu," pinta Dian setelah melihat Dion membopong Dena yang masih tertidur pulas.

"Walah, berat iki," ucap Fahri sembari menepukkan tangan kanannya ke jidat.

Mama Fillio?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang