"Mamaaaa Lio kangen. Mama kok lama-lama." Fillio berlari menghampiri Dena yang tengah berjalan memasuki ruang keluarga.
"Di jawab dulu salamnya sayang," ucap Dena sembari meraih Fillio ke dalam gendongannya.
"Wa'alaikum salam, Mama. Mama, Mama, Mama ada lahasia lhoo. Lio sama Uti sama Ate Di, sama Ve sama Val sama Om Fahli beli kado banyak buat Mama tapi ini lahasia. Sssttt.. Ndak boleh ngomong-ngomong," ucap Fillio dengan polosnya sembari menempelkan telunjuk pada bibir mungilnya.
"Oh ya?" Dena mencium gemas pipi Fillio diiringi gelak tawa Dion, Uti, Dian dan Fahri.
Dian menepuk keningnya, "Astaga Fillio, kalau ngasih tau Mama Dena namanya bukan rahasia lagi dong. Gagal deh kejutannya."
Dena terkekeh sembari menghampiri Uti Fillio, duduk di sebelahnya kemudian memberikan salam dan mencium punggung tangannya. "Fillio rewel enggak, Bu?"
"Nggak rewel. Sekarang aman. Sudah ada pawang barunya, Fahri." Ibu tersenyum sembari mengelus kepala Dion yang tengah memberikan salam dan sekilas mencium pipi kanannya.
"Iya, Mbak Aman. Seharian asyik mainan di kids corner. Berhenti pas waktu maem siang. Lanjut lagi, sampe pulang," jelas Fahri.
"Cuma nggak mau tidur aja. Tadi pas perjalanan pulang, Ve langsung klipuk, eh Fillio malah asik makan. Sampe sekarang belum mau tidur. Lha wong mau dimandiin aja nggak mau. Katanya maunya sama Mama Dena," lanjut Dian.
Dena kembali mencium kedua pipi Fillio bergantian, "Emmh bau acem, belum mandi."
Fillio terkekeh, "Ayo mandi Mama. Lio mau dimandiin Mama."
"Bu, Dena mandiin Fillio dulu ya." Dena mengalihkan pandangannya ke arah Dion, "Mas, Dena mandiin Fillio bentar ya." Melihat anggukan disertai senyuman Dion, Dena pun beranjak dari duduknya kemudian beringsut menuju kamar Fillio.
Uti Fillio menajamkan pandangannya. Ia baru menyadari ada yang luput dari pandangannya. "Lho Le, mukamu kenapa?"
Dion yang sedang asyik mencium pipi gembul Valdi pun menoleh. "Nggak papa, Bu. Ini tadi dapet hadiah dari penggemar beratnya Dena yang murka karena Dion menikahi Dena. Sudah diobati Dena kok Bu, jadi sudah nggak papa." Kedua sudut bibir Dion terangkat sempurna, dalam benaknya kembali terlintas obat plus plus yang ia dapat dari istrinya.
"Ya Allah Le, Le... lha kok iso. Piye ceritane. Gimana ceritanya?" Uti Fillio beringsut pindah duduk di dekat Dion.
Dion meraih tangan Uti Fillio yang ada di pipinya kemudian menciumnya. Perlahan Dion menceritakan kejadian di kantornya. Tak lupa ia menenangkan dan meyakinkan ibunya bahwa dirinya baik-baik saja. Dion tidak ingin ibunya khawatir.
"Pantesan, Lovina itu pernah cerita sama Ibu kalau dia mau jodohin Dena sama papanya. Kirain cuma bercanda, lha kok ternyata beneran." Uti Fillio menghela napasnya perlahan, "Gek trus piye. Gimana kalau papanya Lovina nekat trus nyulik Dena, atau dia mempengaruhi Dena supaya ninggalin kamu, atau Dena...."
"Bu, Ibu nggak perlu khawatir. Dena, Dion yang jaga. Disini aman. Komplek perumahan ini punya keluarga Cendekia, hanya orang-orang kepercayaannya saja yang tinggal di perumahan ini. Jadi, nggak sembarang orang bisa masuk ke area perumahan ini Bu. Dena aman ada disini," sela Dion. "Bu, ada kabar baik. Alhamdulillah Dena sudah mulai terbuka dan menerima Dion. Kami juga sepakat untuk bersama-sama membangun dan membina rumah tangga bersama-sama," tambah Dion.
"Alhamdulillah, Le. Ibu ikut bahagia. Wes pokoknya doaku selalu menyertai langkah kalian." Uti Fillio menatap Dion dengan perasaan sedikit lega, karena tidak dapat dipungkiri bahwa ke khawatirannya masih ada. Uti Fillio sungguh tidak akan rela jika kebahagiaan yang baru saja menyelimuti keluarganya akan terusik oleh pebinor -perebut bini orang-.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Fillio?
Non-FictionDena tidak menyangka pertemuan dengan seorang balita yang memanggilnya Mama akan berbuntut panjang. Ia harus berperan sebagai Mama demi membantu kesembuhan balita tersebut. Fillio, balita berusia tiga tahun menemukan sosok Mama pada Dena. Fillio akh...