"Ibu, bagaimana keadaan Ibu? Kenapa tidak mengabari Dion, Bu." Sebuah suara menginterupsi Dena yang tengah membaca bukunya.
Dena mengangkat wajahnya. 'Pantas saja orang-orang begitu hobi membicarakan pesona Mas Duren. Lha wong kaya gini bentukannya. Benar-benar es duren kelas wahid! Seger maksimal.' Dena menutup bukunya kemudian menghampiri Dian yang masih sibuk menggoreng pisang aroma. Dena mengambil piring panjang, mematikan kompor kemudian mengangkat carang gesing yang sudah matang.
"Dena, tolong Dion dibuatkan kopi ya," ucap Uti Fillio saat Dena menaruh carang gesing di atas meja makan.
"Iya, Bu," Dena melihat sekilas ke arah Uti Fillio tetapi manik matanya justru bertemu dengan tatapan dingin Dion. Ia pun lekas memutus kontak mata dan beringsut.
🌸🌸🌸
"Kenapa e Yang, kayaknya happy bener." Hendra menghampiri Dena yang berjalan menuju ruang ujian.
"Akhirnyaaa Yang, setelah sekian lama aku bakalan ketemu sama ownernya Bison. Barusan aku di telpon suruh kesana jam sepuluh. Eh, tapi kok persyaratan yang harus dibawa aneh banget ya. Ini coba lihat," Dena menyodorkan layar ponselnya ke arah Hendra.
Hendra membaca sekilas apa yang tertera pada layar ponsel Dena. "Gak papa sayang dilengkapi saja, soalnya ini kan cafe besar dan kemarin aku baru tahu kalau Bison Cafe ternyata masih ada sangkut pautnya dengan Chevkia Resto. Jadi, bisa saja memang standar persyaratannya penelitian dari Chevkia seperti itu. Secara RC Group, gitu lho Yang. Semua persyaratannya sudah ada 'kan?"
"Sudah ada semua, nanti tinggal ambil di kost bentar. Eh tapi Yang, kalau masih satu aliran kenapa ownernya berbeda?" Hendra baru akan menjawab sudah di interupsi sebuah suara yang tidak asing di telinga mereka.
"Caaa! Hari ini ada acara enggak? Kalo enggak, mau aku ajak ke Jim's Textile. Papa mau cari batik buat koleganya dari Inggris. Soalnya nanti sore Papa harus ke Jakarta, buat ketemu koleganya itu." Lovina merangkul pundak sahabatnya.
"Sorry Lov, aku nggak bisa soalnya habis ujian mau ke Bison. Barusan di telepon sama manajernya suruh dateng," jawab Dena.
"Yaaahh... Nggak bisa ya, padahal batik pilihanmu selalu menjadi favorit kolega-kolega Papa." Lovina memasang wajah cemberut. Kali ini ia harus kembali menerima kegagalan untuk mendekatkan Dena dengan Papanya, setelah kemarin gagal mengajak Dena menginap di apartemennya karena harus menemani Uti Fillio yang sedang sakit.
"Sorry, Lov. Yuk masuk kelas saja. Ujiannya sudah mau dimulai." Dena memasuki ruangan kelas bersama Hendra dan Lovina. Sekilas Dena melihat Naila melemparkan senyuman sinis kepadanya, tetapi Dena memilih untuk mengabaikannya.
"Yang, Sorry ya nanti aku nggak bisa temenin ke Bison. Soalnya mau ada supplier baru yang menawarkan produk ke counter," bisik Hendra sesaat sebelum ujian di mulai.
"Iya gak papa, Yang. Nanti aku naik ojek daring saja," jawab Dena sembari mengambil kartu ujian dari saku kemejanya.
🌸🌸🌸
Dena terdiam saat memasuki ruangan owner Bison Cafe. Matanya seketika melebar saat mendapati tatapan dingin lelaki yang duduk di belakang meja kerjanya. 'Pak Dion? Beneran dia Owner cafenya? Aaaaa... Benar kan dugaanku. Kenapa kemarin malah kelupaan mau tanya sama Uti Fillio.'
Mendengar Dion berdeham, Dena mendadak salah tingkah. "Eh, Maaf Pak." Dena segera menutup pintu kemudian berjalan menghampiri meja Dion.
"Silakan duduk," ucap Dion dengan tatapan mata yang tak lepas dari wajah gadis berkerudung abu-abu di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Fillio?
Non-FictionDena tidak menyangka pertemuan dengan seorang balita yang memanggilnya Mama akan berbuntut panjang. Ia harus berperan sebagai Mama demi membantu kesembuhan balita tersebut. Fillio, balita berusia tiga tahun menemukan sosok Mama pada Dena. Fillio akh...