"Dena?" Ibu Sunita terkesiap saat mendapati Dena lah yang berada di dalam kamar rawat inap.
"Ibu Sunita?" Dena yang tengah menemani Fillio bermain pesawat seketika beringsut dan memberikan salam kepada Ibu Sunita.
Salam takzimnya terinterupsi tangisan Fillio. "Mamaaa ..."
Ibu Sunita menatap heran pada Dena yang begitu sigap menggendong dan mendekap seorang balita. "Dena, dia siapa? Apa benar ini ruangan cucu ...." Sebelah alisnya terangkat, Ibu Sunita memincingkan matanya dan mengamati dengan saksama wajah Fillio. "Bu Shinta." Lanjut Ibu Sunita dengan pandangan mata yang terus mengarah pada Fillio.
"Iya, Bu. Benar ini Fillio cucunya Ibu Shinta. Namun, Ibu belum datang. Pak Dion baru saja pulang untuk menjemput Ibu. Mari Bu silakan Duduk." Dena yang hendak mendudukkan Fillio di ranjang pasien kembali diinterupsi oleh bunyi ketukan dan disertai terbukanya pintu.
Masuklah seorang pria bergaya rambut model long cane dengan ikatan rambut di kepalanya dan rambut bagian depan dibiarkan menjuntai. Tatapan tajamnya melembut saat bertemu dengan manik mata Dena yang tengah membulat sempurna. "Hai, Dena! Senang bertemu denganmu lagi."
Pria berbadan kekar tersebut segera mengampiri Dena dan menjabat tangannya. "Kemarin aku ke toko mencarimu, kata Amir kamu sudah resign aku men ...," ucapan Balraj terhenti ketika dirinya mendengar suara seorang balita memanggil Mama. Ia baru tersadar bahwa ada balita dalam gendongan Dena. Balraj pun menggeser kakinya dua langkah ke belakang sembari memincingkan mata mengamati detail wajah balita yang nampak begitu familier dalam benaknya. "Hey, siapa jagoan kecil ini. Apa dia putramu?"
Dena menggelengkan kepala, menghela napasnya perlahan. "Bukan, Tuan Balraj. Dia Fillio, cucunya Ibu Shinta. Saya hanya menemaninya saja."
"Jadi ini, anak yang membuatmu berhenti bekerja?" Ibu Sunita menyela ucapan Dena.
Melihat Dena menganggukkan kepalanya, Ibu Sunita menggerakkan kepalanya tiga kali,"Astaga Dena, ternyata dunia begitu sempit sekali. Kau tau, Bu Sinta itu teman arisanku. Dahulu kami sangat dekat tapi kau tahu 'kan..." Ibu Sunita menjeda kalimatnya. Ia menghela napasnya kasar kemudian melanjutkan ucapannya. "Sebenarnya Aku dan Balraj sengaja pagi-pagi datang kesini untuk minta maaf secara langsung dengan Bu Shinta. Soalnya semenjak kejadian saat itu, hubungan kami kurang begitu baik."
Ibu Sunita menyunggingkan senyumnya, ia berjalan mendekati Dena, menyerahkan paper bag yang baru saja diberikan oleh Balraj. "Mungkin Balraj dan aku belum ditakdirkan untuk bertemu dengan Bu Shinta. Sampaikan salamku pada Bu Shinta. Aku pamit dulu ya Dena soalnya mau mampir ke toko sebentar sebelum nanti siang mau mengantarkan Balraj kembali ke London."
Dena menerima paper bag kemudian menaruhnya pada nakas. "Baik Bu, nanti saya sampaikan."
"Kapan-kapan mainlah ke rumah atau ke toko. Papa sangat sedih saat mengetahui kau mengundurkan diri." Ibu Sunita memeluk Dena sekilas.
"Baik, Bu. Kapan-kapan Dena mampir. Dena titip salam untuk Tuan Rajh. Semoga Tuan Rajh senantiasa sehat selalu," jawab Dena.
"Baiklah Dena, nanti aku sampaikan." Ibu Sunita menoleh ke arah Balraj. "Balraj, Balraj!" Ibu Sunita tersenyum melihat Balraj yang melamun sembari menatap kearah Dena dan Fillio, "Ayo kita berangkat. Besok kalau yang di London sudah beres, kita temui Bu Shinta."
Balraj kembali mendekati Dena, tatapannya tak lepas dari Fillio yang sedari tadi diam-diam mencuri pandang kepadanya dan kakaknya. "Bolehkah aku mencium jagoan tampan ini?"
"Eh, silakan Pak." Dena terkesiap melihat tangan mungil Fillio yang terulur menyentuh jambang tipis Balraj seusai pria itu memberikan ciuman sekilas pada pipinya. Dena melanjutkan ucapannya, "Sepertinya Fillio menyukai Anda, Tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Fillio?
Non-FictionDena tidak menyangka pertemuan dengan seorang balita yang memanggilnya Mama akan berbuntut panjang. Ia harus berperan sebagai Mama demi membantu kesembuhan balita tersebut. Fillio, balita berusia tiga tahun menemukan sosok Mama pada Dena. Fillio akh...