Dion menghampiri Ibunya yang tengah berbaring di tempat tidur. Ia meletakkan tas dan clutch yang dibawanya di atas nakas. Dion pun duduk di tepi ranjang dan mengusap lengan Uti Fillio perlahan.
Uti Fillio terbangun dari tidurnya. Ia mendapati tatapan sendu dari putra tercintanya. "Sudah pulang kamu, Le?"
Uti Fillio mencoba untuk duduk, tetapi Dion segera menahannya. "Sudah, Ibu istirahat saja. Kata Dian, tadi Ibu pusing lagi. Kita ke rumah sakit saja ya, Bu."
"Ibu tidak apa-apa Le. Kamu nggak usah khawatir." Uti Fillio menyungingkan senyum sembari meraih tangan putranya dan menggengamnya.
"Bu, jika ibu tidak mau karena mengkhawatirkan anak itu, Dion bisa minta tolong Dena untuk menginap dan menjaganya. Kita ke rumah sakit sekarang ya, Bu." Dion mengusap lembut punggung tangan Ibunya.
"Beneran Le, Ibu nggak papa. Nggak perlu ke rumah sakit." Mata sayu Uti Fillio menatap lembut manik mata Dion.
Dion melepaskan genggaman Ibunya. Ia beringsut menutup pintu kamar dan kembali duduk di dekat Ibunya yang kini sudah duduk bersandar pada head board. "Kenapa Ibu duduk, berbaring saja Bu."
"Ibu capek dari tadi berbaring terus. Kamu sudah makan belum, Le?" Uti Fillio mengelus pipi kanan Dion.
"Sudah, Bu." Dion meraih tangan ibunya kemudian mencium punggung tangannya. "Bu, Dion minta maaf. Gara-gara Dion Ibu jadi sakit seperti ini."
"Le, ibu sakit karena kecapekan, bukan karena kamu, Le." Dion menghela napasnya pelan mendengar sangkalan dari Ibunya. Padahal Dion tahu pasti akar dari sakitnya Uti Fillio yaitu mantan istrinya yang kembali berulah. Selain itu, dari cerita Dian, ibunya barusan kembali drop setelah mendapat telepon dari Bu Lasmi -istri Pak Ratman- menceritakan bahwa Dion pulang ke Klaten bersama calon istrinya dan ia yang mengantarkannya mengurus berkas persyaratan nikah.
Dion meraih tasnya dan mengambil map berwarna biru dari tasnya. Ia menyerahkan map tersebut kepada Ibunya. Dengan ragu-ragu Uti Fillio menerima map tersebut. "Ini apa Le?"
"Tadi Dion pulang ke Klaten untuk mengurus berkas persyaratan nikah." Dion diam sejenak, ia menatap mata ibunya yang mulai berkaca-kaca. Dion memeluk ibunya erat, "Bu, Dion mohon doa restu dari Ibu."
Melihat Ibunya hanya diam membisu, Dion merenggangkan pelukannya. "Bukalah map itu, Bu. Pasti Ibu akan setuju dengan keputusan Dion."
Uti Fillio menghirup dan menghembuskan napasnya perlahan. Ia menarik kedua sudut bibirnya. Uti Fillio mengembalikan map tersebut kepada Dion tanpa membukanya sedikit pun. "Apapun yang membuatmu bahagia, Ibu pasti akan merestuimu, Le."
Dion perlahan menerima map tersebut. Ia membukanya dan kembali menyodorkan map tersebut kepada Ibunya. "Sungguh Ibu tidak ingin melihat calon menantu Ibu? Lihatlah Bu, dia begitu cantik bukan?"
Perlahan Uti Fillio mengarahkan pandanggannya pada map tersebut. ia terkesiap saat melihat Foto Dena tersemat rapi disebelah kanan atas berkas dalam map yang di sodorkan oleh Dion. Uti Fillio lantas mengambil berkas tersebut, jemari kanannya mengusap foto Dena "Le...," Uti Fillio seketika menatap Dion dengan penuh tanya.
Kedua sudut bibir Dion terangkat sempurna. "Iya, Bu. Gadis baik dan tangguh yang sering Ibu ceritakan padaku, telah berhasil mengambil hati anakmu ini."
Dion kembali memeluk Ibunya. "Awalnya Dion menyelidiki dan mengamati dia hanya untuk memastikan dia benar tulus atau modus. Namun, lama kelamaan justru Dion jatuh hati padanya. Di tambah lagi Dena begitu telaten merawat ibu yang sakit." Dion menjeda ucapannya. Ia mencium gemas pipi Ibunya. "Benar-benar harus dijadikan istri secepatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Fillio?
Non-FictionDena tidak menyangka pertemuan dengan seorang balita yang memanggilnya Mama akan berbuntut panjang. Ia harus berperan sebagai Mama demi membantu kesembuhan balita tersebut. Fillio, balita berusia tiga tahun menemukan sosok Mama pada Dena. Fillio akh...