Sudah beberapa hari ini perkuliahan mulai aktif kembali. Kami semakin disibukkan oleh persiapan menjelang UAS nanti.
Setelah apa yang terjadi beberapa hari lalu lantas tak membuatku semangat untuk pergi kuliah. Setiap melangkah di kampus, aku menjadi was-was menatap sekeliling. Ada dua kemungkinan aku melakukan hal semacam itu. Pertama aku sedang mencari seseorang, kedua aku menghindari seseorang.
Aku harus segera bertemu dengan seseorang untuk menyelesaikan masalah, yang memang seharusnya aku yang melakukan itu sendiri. Aku harus membuktikan secara nyata, sekaligus agar tak terbayang-bayang oleh orang itu, yang katanya akan selalu membantuku. Iya, dia memang sudah membuktikan janjinya untuk membantu menyelesaikan urusanku dengan seseorang. Namun justru itu membuatku berpikir kami masih menjadi saling bergantung.
Di jam siang aku sudah mengintai gadis itu, harus bisa mendekatinya namun di Perpustakaan Kampus bukanlah tempat yang asyik untuk pembicaraan kami. bisa jadi akan membuat keributan, kalau misalnya aku kehilangan kesabaran.
Melihat cewek berambut panjang yang sudah menyelesaikan kegiatannya di perpustakaan itu segera bangkit bersama teman-temannya. Aku menarik napas lega, inilah saatnya. Meski melihat sang target bersama beberapa temannya, lantas aku tak takut untuk bergerak. Sakit hati dan kesalku sudah di ubun-ubun kalau mengingat betapa jahatnya pikiran dan omongan cewek itu padaku.
Menuruni undakan tangga gedung perpustakaan, aku berusaha mengejarnya sambil celingukan mencari tempat yang aman untuk kami berhadapan langsung. Di tangga tempat umum bukanlah tempat yang aman, siapa tahu kami akan terlibat aksi dorong-mendorong.
Setelah kami menyelesaikan tangga turun, gerombolan cewek itu menuju pintu keluar, aku baru mau memanggil nama sang target. "Vivi!" Suara itu tidak kencang, keburu nyaliku ciut akibat kemunculan dua orang manusia yang tak ingin aku lihat.
Dari luar ada sepasang manusia dewasa, cewek dan cowok. Si cowok ganteng, berkulit putih, dengan tubuh tinggi, berbahu lebar, dan sepasang matanya menajam saat melihat padaku. Di sebelahnya ada sesosok wanita memakai dres warna pink panjangnya di bawah lutut sedikit. Cewek berambut panjang, cantik, dan senyumannya segera memudar ketika melihat diriku.
Pandanganku langsung segera turun ke arah targetku yang sudah pergi lebih cepat gerakannya daripada yang tadi-tadi. Bahkan teman-temannya mengejar gerakan yang tak terorganisir. Alias targetku kabur karena melihat sosok cowok yang baru saja berpapasan dengannya. Sebelum aku lengah kehilangan targetku, aku berusaha keras sekuat tenaga mengumpulkan energi untuk berjalan cepat menuju pintu keluar.
Aku amat yakin cowok itu memperhatikan gelagatku. Walau hubungan kami tak baik, sedang hancur-hancurnya, dia masih berusaha yang terbaik untuk bentuk pertanggungjawaban.
Di depan gedung perpustakaan, aku mengamati sekitar mencari-cari. Aku sempat melihat salah satu cewek, teman si targetku pergi dan menghilang di belokan yang tujuannya ke arah gedung fakultas kampus. Dugaanku mereka akan pergi menuju gedung Fakultas Ilmu Komunikasi.
Menyadari bahwa orang yang aku hindarkan sedang berada di dalam gedung perpustakaan, aku segera mengejar targetku. Awalnya aku berpikir kesialan apa melihatnya bersama dengan pacarnya. Ini membuatku bisa mengetahui keberadaan Rifando di perpustakaan, sedangkan aku bisa bebas keluyuran di area Fikom.
Aku berhasil menyusul, aku melihat cewek itu masih bersama teman-temannya masih berjalan di koridor bawah. Syukurlah masih tertangkap mata olehku. Gawatnya lagi kalau mereka sudah naik ke atas, dan aku tak tahu mereka sedang berada di mana. Mereka langkahnya sudah tak secepat itu, menandakan bahwa tadi mendadak lari-lari karena menghindari cowok di depan gedung perpustakaan itu.
"Ah, kalo lo penakut jangan cari gara-gara sama Kak Fando!" seru seorang cewek, sepertinya berani sekali berkomentar kelakuan si targetku. Aku mendengkus sinis.
![](https://img.wattpad.com/cover/262295986-288-k779535.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Terang
RomanceRated 18+ Saat dia mengatakan, "Kamu sakit hati di kisahmu. Ya memangnya aku enggak?" Saat itulah sebenarnya aku tidak tahu apa-apa dan larut dalam prasangka bahwa dia sudah dan selalu bahagia. Copyright©2021