38. Ada yang ngambek

1.7K 181 25
                                    

Kepergian Jonny membuatku terpaksa membolos jam kuliah. Dia harus berangkat di siang hari ini, hari Kamis. Cowok itu akhirnya menemukan jalannya, pekerjaan yang diinginkan olehnya, walau mendapatkannya sampai harus mau ditugaskan di luar kota.

Awalnya aku takut digodain olehnya sampai mau bolos demi bertemu Jonny untuk terakhir kali. Mereka malah memaklumi tindakanku, menandakan aku amat menyayangi Jonny. Untung saja aku tidak diledekin.

Sebenarnya aku mau ikut bahkan sampai ke Bandung, mengantarkan Jonny sampai ke dalam kosannya. Keinginananku ditentang habis oleh Rifando, bahkan Kelvin. Abangku saja tak bisa mengantar lantaran ada janji dengan orang penting di kantor Ayah yang bekerja sama dengannya di penelitian skripsinya. Abangku sedang sibuk-sibuk dan pusingnya bertempur sama data skripsi.

Rifando akhirnya mengizinkan aku untuk bolos hanya sekadar bertemu dengan Jonny di kafe. Karena titik berangkatnya dari sana. Nanti aku akan diantarkan kembali ke kampus untuk mengikuti mata kuliah selanjutnya yang jadwalnya jam 1.

Sementara melihat para cowok-cowok membereskan barang ke mobil belakang bagasi mobilnya yang akan dipakai Jonny bekerja di sana. Rifando sudah menyelesaikan tugasnya, tinggal memperhatikan Bang Jay dan Jonny yang memasukkan sebuah kardus.

Menurut rencana nanti Rifando bersama Bang Jay akan pulang besok hari. Awalnya Jonny mau berangkat hari Sabtu, sayangnya dia harus berangkat lebih awal karena dihubungi untuk besok siang di hari Jumat sudah datang di kantornya untuk perkenalan. Begitulah terkadang tak sesuai rencana, namanya juga rezeki tak bisa ditolak. Perjanjian kontrak kerja sudah di depan mata.

Aku sedang memandangi hiruk-pikuk. Pasti nanti setelah kepergian Jonny, bakalan lumayan sepi. Namun, menurut janjinya cowok itu bakalan pulang setiap akhir pekan. Tetap saja tidak sesering biasanya melihat cowok itu.

Semakin dewasa, manusia terus bergerak. Akan ada orang yang pergi semakin jauh. Lantas aku menjadi teringat bahwa perpisahanku bersama Rifando juga akan terjadi sebentar lagi. Itu hal yang lumayan aku buang jauh-jauh tak mau diingat.

"Andah, kenapa lihatin Abang sedih banget?" ledek Jonny membuatku tersentak dan langsung pasang wajah masam.

Aku menaikkan sebelah alis memberikan respon yang rada geli. Iya deh, walau ekspresiku begitu, sebelum-sebelumnya aku memang melankolis banget memikirkan perpisahan ini.

"Enggak tuh," sergahku sok gengsi. Aku masih sandaran pada tiang terpal parkiran motor kafe.

"Makasih loh udah mau ketemu sebelum berpisah," kata Jonny senyum aneh.

"Iya, soalnya dari kemarin aku sibuk. Oh ya, Doy, nanti habis nganterin Bang Jon, langsung balik ya, jangan mampir-mampir." Aku segera menoleh dan mendapati cowok itu yang lagi di sandaran di mobil menoleh tersentak kaget.
Dari reaksinya yang begitu, aku benar-benar merasa cowok itu memang mau ada rencana bersama mereka.

"Nggak janji ya," sahut Rifando senyum usil.

"Astaga, kamu posesif banget, Andah." Jonny tertawa.

"Enggak, aku takutnya dia ada rencana sama Bang Jay yang aneh-aneh," jawabanku membuat Bang Jay tersentak kaget.

"Astaga, dituduh! Di antara kita kan yang paling bandel si Jonny, aku mana pernah bandel sih?" Bang Jay tertawa, namun siapa tahu.

Aku memiliki perasaan bahwa mereka bakalan jalan-jalan di sana tanpa mengajak aku yang sudah suntuk dan bosen dengan rutinitas. Soalnya aku sempat mendengar mereka membahas beberapa nama tempat terkenal di Bandung. Tentu saja yang utama kedai-kedai kopi dan kafe keren yang menarik perhatian. Tentu bayangan mereka pergi ke luar kota membuatku iri setengah mati. Soalnya mereka pergi kalau hanya untuk mengantar Jonny, sayang banget gitu loh kesempatan kapan lagi buat jalan-jalan.

TerangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang