Entah mengapa sejak kejadian aku ribut dengan Rifando, aku seperti merasa lebih dipedulikan oleh Kelvin. Tadi pintu kamarku diketuk oleh seseorang, aku mengira ada tamu yang datang ingin menemuiku. Aku sudah gede rasa bahwa Rifando datang ke rumahku. Ternyata Kelvin ngajak aku buat turun ke bawah karena dia beli martabak. Saat sore tadi sudah satu jam berlalu Rifando tak lagi mengirimkan banyak pesan yang pastinya aku abaikan. Telepon darinya selalu aku tolak. Bodo amat.
Sekarang di malam hari aku memanfaatkan waktu yang sebelumnya sudah sibuk dengan tugas-tugas. Di dalam kamar aku hanya berguling-guling di atas kasur lipat ditemani oleh kipas angin. Aku sedang mendengarkan lagu sambil bernyanyi-nyanyi keras tak sadar suaraku kacau tidak peduli dengan nada lagi yang penting aku bisa meluapkan kekesalan dengan melakukan hal aneh ini. Lagu itu terputar dari speaker kecil yang bersambungan bluetooth dengan ponselku.
Semakin beranjak malam ini, aku tidak menerima pesan apa-apa dari Rifando, tadi sore setelah sampai rumah aku menerima banyak pesan dan telepon yang aku abaikan semuanya. Baguslah jika dia tidak mengirimkan pesan lagi, mungkin dia lagi pacaran. Bagus, semakin membuatku murka.
Kenapa aku bisa mencintai orang yang menyakiti hatiku terus-terusan, ya aku akui aku saja yang merasa tersakiti. Sebelum aku menyatakan cinta, cowok itu tak pernah menduga aku memiliki perasaan lebih. Namun setelahnya dia sudah tahu tentang perasaanku, mengapa kemarin dia tidak memihakku juga dengan alasan lainnya?
Mengapa dia tidak percaya padaku?Aku memiliki skenario indah daripada kejadian menyakitkan tadi sore. Kalau memang Rifando percaya padaku, yang sudah bersamanya sejak kecil, dia tidak mungkin marah padaku saat aku baru bisa menemuinya jam 4 sore. Seharusnya dia bisa menanyakan dulu kenapa menunda sampai sesore itu, dan ada urusan apa dengan Pak Abraham di Lovaco. Bukan menuduh macam-macam marah dan merendahkanku karena mendengar cerita Nilla. Seharusnya dia bicara memastikan sendiri lalu menanyakan tentang cerita versi Nilla. Jika seperti itu pasti tak akan ada kesalahpahaman. Aku tidak perlu marah karena dia lebih memihak pada Nilla.
Tidak ada rasa yang lebih menyakitkan dibanding orang terdekat kita lebih percaya dengan orang yang sangat kita benci.
"Astaga!!!! Guling-guling kayak dugong!" Kelvin muncul di pintu melongo.
Aku yang sedang tiduran dengan tengkurap menjadi menoleh ke arah pintu dengan raut wajah kesal. "Masuk tuh ketuk pintu dulu!!" seruku yang merasa sedang tertangkap basah sedang melakukan hal aneh.
"Ngapain sih tengkurap gitu, lagi belajar roll depan? Lagi cosplay jadi meja?" tanya Kelvin serius.
"Daripada kayak dugong, aku kayak sloth tahu, Bang," jawabku mengingat hewan super lambat yang jalannya merangkak itu.
"Terserah apa deh, udah yuk turun daripada nggak jelas. Temenin nyanyi main sama Encis dan Achel di halaman samping," katanya sambil mengendikkan kepala.
"Payah, main gitar nyanyi sendiri emang nggak seru? Makanya ajarin tuh kucing-kucingmu buat nyanyi jadi punya temen buat nemenin!"
"Lah, lo gila apa? Buruan turun sebelum tuh pentol baksonya Abang kasih ke kucing!"
Aku langsung bangun dari posisi tengkurap tadi terkekeh sendirian membayangkan kucing-kucing makan pentol yang bulat-bulat kenyel. "Gilaan lo lah. HAHAHAHA."
"Lah, kamu lebih gila sekarang ketawa sendiri! Turun cepetan!" seru Kelvin dengan tampang ketakutan. Aku terkekeh sendirian masih membayangkan kucing makan pentol. Kelvin langsung beringsut maju ke depanku lalu memberikan jitakan kecil pada puncak kepalaku. "Jangan bikin aku takut, kalo kamu kesurupan karena di rumah cuma ada kita berdua."
"Jangan resek! Pergi nggak!" seruku sambil memasang pose ingin menendang dirinya.
Gara-gara kelakuan itu Kelvin segera kabur lari terbirit-birit. Aku di dalam kamar tidak langsung turun, aku pergi ke cermin untuk berkaca sebentar dan merapikan rambut. Saat mengingat di bawah ada makanan, aku segera buru-buru turun untuk menyusul pergi ke halaman samping. Di sana sudah ada Kelvin duduk di teras ditemani oleh Achel dan Encis yang sedang menggesekkan tubuhnya ke paha bapak angkatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terang
RomanceRated 18+ Saat dia mengatakan, "Kamu sakit hati di kisahmu. Ya memangnya aku enggak?" Saat itulah sebenarnya aku tidak tahu apa-apa dan larut dalam prasangka bahwa dia sudah dan selalu bahagia. Copyright©2021