Selama di warkop dekat kampus kami sudah memesan mie rebus sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Aku membalas pesan Yudha dan Sasa, ingin menceritakan betapa gilanya Rifando yang menemani di perpustakaan tidak jelas begitu dan berakhir bersikap resek maksa ngajak makan. Tapi manusia bermata bagai elang itu masih duduk di sebelahku.
"Aku iri deh sama Yudha," katanya membuatku tersentak menoleh padanya. Tuhkan belum apa-apa dia sudah ngomongin Yudha. Dia pasti tahu aku sedang ngirim pesan ke Yudha.
Aku melotot padanya tak paham mengapa dia bicara seperti itu. "Ngapain iri?"
"Apa aku bisa gantiin posisi Yudha lagi, yang tadinya itu milikku? Bisa jadi orang yang kamu percaya dan dengerin cerita-cerita kamu. Cerita yang penting maupun nggak penting. Cerita kamu yang cuma sekadar ngasih tahu kalo Pak RT di rumahmu punya piaraan burung baru."
Aku menganga karena dia masih ingat saja ceritaku yang tempo hari yang laporan bahwa aku terkejut dengan burung bersuara aneh saat lewat depan rumah Pak RT. Itu berita yang tak penting banget kan, tapi aku bisa cerita ke Rifando sambil tertawa geli.
"Doy, udah jangan ngomongin tentang ini lagi. Jangan iri sama Yudha," kataku meyakinkan. Aku tidak mau menjadi berdebat di warkop ini.
"Ya udah, mau ikut daftar seminar untuk umum nggak nih? Lokasinya di Gedung Serbaguna Kampus. Sertifikat kamu masih kurang, kan? Anak Hima Ilkom ngadain acara seminar tips nyari jobs di internet. Nanti kamu butuh loh pengetahuan dan ilmunya biar pas setelah Wisuda udah jago bisa nyari kerja," katanya mempromosikan acaranya. Apa saking kakunya hubungan yang kayak kancut baru ini?
"Belum butuh, itu kamu yang harusnya ikut, bakalan lulus duluan, 'kan?"
"Aku kan panitia, mau ikut nggak? Nanti aku kirimin foto posternya dan cara daftarnya. Aku nggak bakal nyari kerjaan setelah wisuda kok."
Aku tahu rencananya. "Nggak tahu nanti. Emang kenapa nggak langsung mau nyari kerjaan? Lanjut mau S2?" pancingku.
Rifando menggeleng. "Aku udah diajak serius meniti karir sama Bang Gara dari akhir tahun lalu. Januari pemberkasan, daftar, dan segala tes wawancara. April udah konfirmasi ulang kesiapan. Perusahaannya ngadain Management Development Program buat ke perusahaan klien di Singapore. Aku bakal MDP di sana dalam beberapa tahun dan begitu balik kerja sama Bang Gara di sini."
Aku tahu MDP adalah Management Development Program, biasanya di kantor akan ada program seperti itu untuk pembelajaran lebih luas lagi dalam sebuah perusahaan. Bukan hanya melakukan pekerjaan yang sesuai jobdesk, mereka juga akan menjalankan pembelajaran tentang perusahaan itu dan pelatihan manajemen. Bekerja sambil belajar manajemen. Sudah dididik sejak awal dengan berbagai jenis jobdesk dan ditambah diberikan ilmu pengetahuan. Sebuah program pembentukan leadership dan diarahkan ke posisi manajer.
"Keren dong udah jelas nasibnya?" Aku tersenyum kecil mendapat informasi langsung bahwa cowok itu sebentar lagi bakalan jauh dari pandanganku. "Berapa lama bakal di sana? Itu rencana dari kapan kok aku nggak tahu?"
"Kita nggak pernah saling cerita tahun ini. Kontraknya 2 tahun, Ndah. Kamu nggak sedih kalo aku mau pergi jauh?" tanyanya entah ngeledek atau serius.
"Hadeh, Singapore kan setempongan!" balasku berusaha tetap tenang. "Berapa sih tiket pesawatnya nggak sampe delapan ratus, 'kan? Apalagi kalo pake penerbangan singa udara itu suka ada promo."
Membayangkan kami akan berjarak sangat jauh sekali bahkan tak bisa melihat langsung membuatku sedih. Mengapa aku jadi sedih banget padahal kemarin aku mengusir cowok ini? Ya, saat ini setidaknya aku masih bisa melihat dirinya dari jauh sih. Tapi nanti saat dia sedang berada di luar negeri, jauh dari pandangan. Kenapa aku jadi khawatir?

KAMU SEDANG MEMBACA
Terang
RomanceRated 18+ Saat dia mengatakan, "Kamu sakit hati di kisahmu. Ya memangnya aku enggak?" Saat itulah sebenarnya aku tidak tahu apa-apa dan larut dalam prasangka bahwa dia sudah dan selalu bahagia. Copyright©2021