Anggap saja tadi malam aku ngelindur berat. Kalau aku membela diri bahwa semalam aku tak sadar mengirimkan pesan membalas rentetan spam dari Rifando, aku yakin cowok itu percaya aku sedang tak sadar saat bermain ponsel. Khilaf istilahnya. Semoga saja dia mengira aku khilaf daripada langsung gede rasa. Sayangnya ini Rifando yang memang suka gede rasa.
Paginya aku membuka pesan ruang dari kontak Rifando, aku membaca banyak balasan yang dikirimkan beruntun spam darinya. Mungkin pesan spam itu bentuk kerinduannya setelah sekian lama aku mengabaikannya.
Sejujurnya aku masih kikuk untuk menanggapi cowok itu, kalau aku menjelaskan dengan pura-pura semalam aku mengalami ngelindur, apakah cowok itu sungguhan bakal percaya? Mendadak aku jadi meragukan, bisa jadi tuh cowok tetap bersikukuh bahwa aku penuh kesadaran saat merespon pesannya.
Penyesalanku membayangi diriku seperti kebodohan ini akan menghantuiku. Aku tak mau dikira sudah membuka gerbang lagi untuk Rifando. Aku tak mau semudah itu terjerat dalam pesona dan gravitasi Planet Rifando. Aku kira, aku sudah menjadi planet sendiri. Mana ada istilah itu, Planetku jika tertarik oleh gravitasi planet lain. Bisa jadi kami akan bertabrakan.
Saat ini lagi gelisahnya sebab aku bersama Sasa sedang berada di kantin FIKOM untuk meminta bantuan pada Ardan yang maunya ditemui di kantin FIKOM. Karena aku yang membutuhkannya jadi mengalah dengan amat terpaksa datang ke kantin itu, padahal dalam hati malas banget kalau bertemu dengan orang yang aku hindari.
"Bang, ini kenapa laptopnya muncul tulisan Windows mau expired. Kalo udah abis gimana nih, males banget install lagi. Duh, dulu aku install di mana ya?"
"Pake bajakan ya lo? Sini gue liat dulu."
Aku nyengir, malu gitu loh. Ardan juga ketawa kecil, sebenarnya cowok itu tak merendahkanku. Sama sekali tak ada tatapan merendahkan padaku yang miskin ini.
Sementara laptopku diperiksa oleh Ardan, aku menanti reaksi pria itu. Sasa sedang asyik menonton drama dari ponselnya. Aku celingukan sambil sesekali melihat ke arah Ardan yang lagi membuka ponselnya mengetik sesuatu di browser ponselnya.
"Nih ada video tutorial di Youtube buat memperpanjang masa berlangganannya. Gue nggak pernah sih dapet masalah ginian, mau coba nggak?"
Aku menjadi menatapnya. "Ya udah, tapi gapapa?"
"Ya di videonya sih gapapa, cuma bakal install aplikasi dan diisi pengaturan sesuai yang diarahin di video." Pria itu memandangiku menunggu keputusanku.
"Ya udah coba aja Bang, yang penting udah nggak muncul lagi tulisannya. Semoga juga bakal works ya settingannya."
"Kamu sih pake bajakan," celetuk Ardan nyebelin.
"Emang Abang enggak? Mahal sih yang ori, aku mah yang penting pake buat bisa dipake aja. Nanti kalo aku tajir pakenya Macbook nggak bakal pake yang bajakan lagi."
Ardan melirikku sambil geleng-geleng kepala tak habis pikir.
"Gimana Bang udah bisa? Ada yang berubah nggak?" tanyaku.
"Ada nih yang berubah," jawabnya tanpa menoleh.
"Apanya yang berubah?"
"Kamu, hahahaha," canda Ardan tertawa resek.
Aku menutup mulut kesal tak bisa berbuat
apa-apa. Baru beberapa detik bisa memberikan reaksi. "Baaang, maksudnya apaan kok ngomong gitu?""Kamu berubah jadi bar-bar karena Nilla dan Rifando," kekeh Bang Ardan. "Gue lihat loh waktu lo ribut sama Nilla di kantin sini."
"Auaaah."
Setelah laptopku berhasil diotak-atik oleh Ardan, aku merapikan kembali benda itu ke dalam tas laptop dan meletakannya di meja. Bang Ardan sudah pamit duluan usai menyelesaikan pengaturan itu. Dia ada jadwal mata kuliah dan harus secepatnya ke kelas.
![](https://img.wattpad.com/cover/262295986-288-k779535.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Terang
عاطفيةRated 18+ Saat dia mengatakan, "Kamu sakit hati di kisahmu. Ya memangnya aku enggak?" Saat itulah sebenarnya aku tidak tahu apa-apa dan larut dalam prasangka bahwa dia sudah dan selalu bahagia. Copyright©2021