5. Bukan feeling buruk

2.6K 300 41
                                        

Saat ini aku sedang berjalan-jalan di sebuah supermarket berdiri melihat-lihat produk lipstik di rak bagian barang kosmetik. Koleksi warna yang aku suka sudah habis, aku mencari-cari langsung saja di konter official-nya. Sedang asyik memilih warna aku sudah memiliki pilihan tapi tertarik dengan warna yang lainnya juga. Di hari Minggu yang ramai banyak orang berbelanja, ada banyak anak kecil sedang merengek, berteriak, menangis heboh, dan anak bocah lari-larian bersama temannya. Ditambah suara lagu dari speaker supermarket. Aku tidak bisa mendengar jelas suara-suara, tetapi ada yang menyebut namaku dari arah sebelah kiri.

“Kak Andah!”

“Andah!”

Aku menoleh ke asal suara di sana ada Tante Emma bersama dengan Elda, keduanya berjalan bersebelahan dan di sebelahnya ada Rifando juga sedang mendorong trolley. Aku mengalihkan pandangan dari cowok berkaus hitam polos itu, kami sempat bertatapan beberapa saat tadi.

“Tante Emma!” seruku memanggil balik dirinya.

Perempuan yang memakai baju terusan panjang sampai ke betis dengan sekat karet bertali diikat pinggang belakangnya berjalan dengan tongkat di sisi kanannya dijagain oleh Elda.

“Andah lagi beli apa? Andah ke mana aja kok udah nggak pernah main lagi?”

Di hari raya lalu, keluarga Rifando datang ke rumah kami silaturahmi. Sudah melewati momen itu, hubunganku dengan Rifando tetap saja masih kaku dan dingin. Diperparah setelah kejadian di rumah Bang Jay. Dalam hati aku masih menyimpan rasa kesal gara-gara kejadian itu. Urusannya sudah berakhir dengan kabar videonya sudah dihapus. Kelvin sudah berbaikan lagi dengan Rifando. Sedangkan aku tetap tidak bisa berbaikan padanya.

“Lagi nyari Lip product,” kataku sambil nunjuk ke rak. “Maaf ya Tante, aku belum ada waktu main ke rumah lagi.” Aku mendekati Tante Emma dan menyalami tangan wanita itu penuh rasa hormat dan kasih sayang. 

“Kak Andah pake yang warna apa? Aku pakenya lip tint, soalnya kalo lip cream warnanya masih terlalu bold.” Elda ikut menatap ke arah tanganku.

“Kamu pakenya yang warna hint pink dan oranye deh, pasti jadi fresh. Kalo aku sih pakenya bold untuk pergi ke acara, kalo kuliah pakenya suka ngasal aja,” tuturku.

“Iya, El itu kan masih muda, warnanya yang cocok buat remaja dulu,” tambah ucapan Tante Emma.

“Iya Ma, aku mau yang natural tapi fresh look gitu kayak idol Korea.” Elda senyum kecil.

“Kamu udah mau pulang? Abis ini mau ke mana? Ada rencana pergi lagi?” tanya Tante Emma memperhatikanku.

Aku pergi ke supermarket hanya untuk membeli lip cream, cairan pembersih wajah, lipbalm, dan kapas. Semua barang keperluanku sudah masuk ke dalam keranjang. Aku membeli lip cream memilihnya di urutan terakhir agar aku bisa lama-lama berdiri di depan rak untuk memilih. Kalau aku sudah memilih barang-barang sejenis lipstik yang warnanya banyak, bisa lama melihat-lihatnya.

“Eh, nggak kok Nte, habis ini aku mau pulang ke rumah.” Aku masih berusaha mengabaikan sosok jangkung bertatapan tajam itu.

“Masih siang, main dulu yuk ke rumah. Ndah, Tante mau bikin bakso udah ada daging giling di rumah. Ini Tante udah beli bihun juga sama mie kuning, eh iya kan Ndo?” Tante Emma menoleh ke belakang membuat Rifando menjadi gelagapan terkejut. Apa dia sedang melamun.

“Hah? Oh iya ada bihun sama mie, tadi Elda yang lari nyari kan? Kecap, dan saus juga udah lengkap. Nih micin juga udah ada biar gurih sedap.” Cowok itu menjelaskan bahan-bahan bakso. Gaya bicaranya yang santai membuatku merasa sebal.

Gila, ternyata hanya aku yang kacau gara-gara kejadian itu! Cowok ini biasa saja seperti yang terlihat dia amat santai bicara. Bahkan Rifando juga masih santai sering ke kantin fakultas tanpa sungkan. Saat dia main ke rumah ingin bertemu pada Bunda juga tanpa sungkan masih ramah. Hanya saja kalau aku muncul lalu berpapasan, suasana kami menjadi sangat kaku.

TerangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang