"Hei, Ndah! Tunggu dulu, aku mau ngomong."
Aku baru saja memasuki kafe mendapati Bang Jay sedang berdiri di depan bar konter coffee. Cowok dengan kemeja hitam dan celemek cokelat tua itu mencegatku untuk mencari tempat duduk, dia mengajakku berbicara di kursi. "Udah lama nggak ke sini!" serunya dan kami duduk di meja depan konter coffee-nya.
"Hooh Bang, aku sibuk," jawabku seadanya.
"Sibuk kayak artis aja! Kata Jonny, dia dapet info dari Nesha yang cerita heboh banget, di kampus kamu lagi kena masalah ya? Beneran tuh ada dosen resek yang centil kayak gitu?"
Aku yang mendapat cerita itu dari Bang Jay langsung menganga, karena ini menyangkut tentang diriku. "Nesha tahu dari mana?" tanyaku aneh. Rasanya aku meraba-raba siapa orang yang mengenalku sekaligus Nesha, si pacarnya Jonny.
"Nesha tahu dari Nilla, katanya Nilla yang cerita masalah itu," jawab Bang Jay. Benar sesuai dugaan.
Aku mendecakkan lidah memutar bola mata. "Hadeh, terus kamu percaya sama dia, Bang?" sahutku sudah lelah, muak, dan malas mengingat kejadian itu lagi. "Tuh cewek anak Fikom ngapain sih nyebarin gosip anak FH padahal nggak jelas informasinya."
"Nah, makanya aku nanya ke Andah. Lagian nggak ada yang cerita ke aku, bahkan Kelvin sama Rifando nggak ada yang laporan apa-apa yang menyangkut kamu."
"Soalnya itu berita palsu alias gosip."
"Katanya kamu korbannya tuh dosen ya, sampe datengin tuh dosen mohon-mohon biar nilainya diubah jadi bagus. Kamu katanya kepergok Nilla sama Fando lagi di kafe dekat kampus makan siang sama tuh dosen, beneran nggak, Ndah?" Bang Jay mengkonfirmasi langsung kalau Rifando dan Kelvin menutup mulut rapat bahkan tak bicara kalau Nilla itu memfitnah aku dan Sasa.
"Iya, tapi nggak gitu ceritanya," selaku langsung mendidih kesal lagi. Seingatku saat aku melabrak Nilla sudah menegaskan bahwa tuduhannya salah, lalu kapan dia bertemu dengan Nesha buat cerita atau sekadar ngobrol lewat pesan chat? Cewek itu benar-benar jahat dan menyebalkan. Bisa-bisanya habis aku labrak, dia tidak mengubah pandangan orang lagi dan membiarkan orang lain menerima beritanya padahal salah.
"Gimana gimana?" tanya Bang Jay.
"Itu dosen muda nggak adil ngasih nilai cuma dasar kedekatan dan paras wajah aja. Harus ramah sama dia alias centil! Aku sama teman-temanku minta keadilan, kejelasan, dan transparansi nilai tugas. Dia ngasih nilai tuh ngaco, Bang. Masa aku dapet nilai tugas D? Temenku yang cerdas banget dapet C."
"Hah, ooh, masih ada ya dosen kayak gitu? Kayak zamanku dulu juga ada, yang cakep-cakep nilainya bagus. Padahal semua terlihat jelas di depan mata."
"Awalnya pesanku dicuekin, Bang, tapi tuh dosen ngajak ketemu di luar kampus. Tahu nggak karena apa? Dia tahu kalo aku anak jurnalistik takut kasusnya aku bawa ke kolom majalah. Di kafe kecil itu kita ngobrol nggak lama kok, ternyata si Fando sama Nilla jalan lewat depannya ngeliat kita. Kesel kagak sih Fando lebih percaya sama dia! Jangan dengerin yang Nilla omongin, Bang."
"Wah, sudah kemarahan tingkat dua nih sama Fando, udah nggak manggil Doyi lagi?" Bang Jay jadi memandangiku khawatir. "Kemarahan tingkat satu kamu nanti manggil namanya lengkap, Rifando."
Aku mendengkus masam. Aku kan sudah tak akrab banget lagi, merasa asing aja menggil dia dengan nama khusus itu.
"Nilla cuma denger sepintas dan kasus yang lain kali. Tapi pas ngeliat kamu jadi salah paham," ucap Bang Jay.
"Ya, makanya jangan nyebarin yang nggak jelas. Tuh orang manusia apa Dajjal sih? Karena manusia jadi tukang fitnah, si Dajjal udah kehilangan tugasnya," cetusku sambil misuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terang
RomanceRated 18+ Saat dia mengatakan, "Kamu sakit hati di kisahmu. Ya memangnya aku enggak?" Saat itulah sebenarnya aku tidak tahu apa-apa dan larut dalam prasangka bahwa dia sudah dan selalu bahagia. Copyright©2021