41. Farewell

1.4K 126 0
                                    

Hal ini mengingatkanku pada acara yang sering kami adakan di kafe Tiramissyou. Di tempat ini segalanya bermula, semua perasaan pernah aku rasakan di sini. Mulai dari perasaan yang sangat bahagia, sedih bikin nangis bombay, kesal, dan juga mengharukan.

Sudah sejak tadi sore kami sibuk mempersiapkan Garden D agar menjadi bagus dan rapi. Oknum yang bertugas sibuk adalah aku, Sasa, Natasya, Jonny, dan terkadang Bang Jay ikut membantu jika di kafe tidak ada kendala.

Di halaman Garden D yang paling pojok sudah didirikan panggung mini dengan hiasan kain warna pink dan putih. Aku sengaja memilih warna menyala agar saat malam nanti warnanya akan tetap terlihat cerah. Di kain tirai itu bertuliskan kata-kata Wish You Luck R. Iya sudah tahu kan, siapa R yang dimaksud itu. Rifando. Di depan juga sudah tersedia dua buah kursi dengan beberapa kabel-kabel Amplifier yang tersambungkan ke gitar listrik. Untuk urusan persiapan tempat nyaris rapi, tinggal menata beberapa kursi agar tempat ini menjadi privasi khusus area kami. menurut Bang Jay sih acara kami lumayan buat menghibur orang.

"Eh, Ndah, kamu nahan Fando biar nggak ke mana-mana gimana?" tanya Sasa yang sudah duduk sambil bermain ponsel.

Aku masih meniupkan balon dengan mulutku, lalu berhenti melakukan aktivitas. "Aku bilang nanti malem mau ke Tira sama Kelvin. Dia mah nggak susah diboongin. Waktu tahu aku bilang mau ke sini sama Kelvin dia mau ikut aja."

"Bucin banget ke mana pun kamu pergi, dia pasti mau ikut," sahut Sasa.

"Bukan bucin, tapi apa ya namanya ... sayang dan cinta banget?" kekehku membuat Sasa mendengkus.

"Ya kalo ntar malem dia nggak bisa ke sini, terpaksa kita ngasih tahu kalo mau ada acara di sini buat dia." Aku tersenyum masam, walaupun bayanganku tampak jadi tidak seru.

"Serahin ke Kelvin deh, Ndah." Natasya ikut berbicara, dia yang lagi ikutan menempelkan balon ke dinding yang berlapis kain.

"Iya, dia kan jagonya nipu. Masih inget deh waktu aku ulang tahun dijebak sama mereka." Pokoknya kejadian itu memalukan dan membuatku malas sekali kalau mengingatnya. Mereka si para anak-anak cowok itu jadi memaksaku mengaku kalau aku masih memiliki perasaan ke Rifando sampai cemburu buta. Menggelikan.

"Sekarang dia lagi di mana? Kalo tiba-tiba muncul?" tanya Sasa membuatku jadi mendadak ngeri.

"Enggak kok, Fando lagi tidur istirahat habis pulang nanjak kemarin malam banget baru sampe rumah. Dia bilang mau tidur dan di rumah aja. Kalo dia mau ke sini ya udah ketahuan deh gak surprise lagi."

"Ohh, ya udah," sahut Sasa. "By the way, tadi pagi Fando sempet chat aku nanyain kenapa kamu rada cuek, lama balesnya. Kenapa deh? Dia ngira kamu marah karena dia nanjak gunung. Meskipun kamu ngizinin, siapa tahu kamu aslinya nggak suka."

"Oh, dia ngira aku rada kesel ya karena balesnya cuek dan lama? Aku kan sibuk latihan sama Kelvin sejak tadi pagi. Biarin aja dia ngira gitu, itu kejutan lainnya," jawabku sambil tertawa girang.

"Aku yakin deh nanti malam dia bakalan nyanyi juga dadakan. Dia pasti nggak bisa diem aja, kamu ngasih sesuatu tapi dia nggak. Aku perhatiin dulu aja Fando ngasih nyanyian pas nembak cewek lain, pasti kamu juga dapet bagian, Ndah," kata Sasa membuatku langsung tertegun.

"Iya, dia pasti akan ngelakuin sesuatu, tapi nggak harus nyanyi juga kok. Aku ngerasa semua yang udah dia kasih ke aku udah cukup tanpa perlu dikasih nyanyian lagu," sahutku senyum kecil.

Bohong sih, dulu aku cemburu dan iri berat waktu melihat Rifando nembak Nilla dengan sebuah lagu diiringi gitar, suasana, lampu, dan tempat yang romantis. Aku tidak mau kalau dikasih kejutan seperti itu juga akan membuatku malah teringat dengan kenangan Rifando dan Nilla. Namun, aku berpikir lagi aku tak harus mempermasalahkan hal-hal seperti itu.

TerangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang