21. Rollercoaster

926 87 8
                                    

WAJIB FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA!!!

• • •

'Berhentilah berpura-pura seolah semua baik-baik saja. Hatimu bukan baja, lepaskan lah!' --- Melvin Adhitama.

. . .

Netra berkaca-kaca tampak memerah itu mengerjap beberapa kali, deru nafas dada bidangnya naik turun tak beraturan masih jelas terlihat saat Angga menatap lurus pada sosok gadis tengah berpelukan dengan seseorang yang selama ini ia harapkan akhirnya datang dan menampakkan dirinya.

Isak tangis lirih di dalam ruangan VVIP membuat Nathan dan Lauren tersenyum haru, mereka menyaksikan dengan saksama secara langsung Kiara begitu erat memeluk Damar. Mereka yang berada di sana hanya bisa tersenyum haru ketika Kiara begitu bahagia memeluk sang Ayahanda tercinta, yang selama hidupnya ia harapkan bisa memeluk dan mendapatkan cinta serta kasih sayang dari Damar.

Angga yang masih mematung di ambang pintu bersama Melvin hanya bisa berbinar bahagia penuh haru, akhirnya gadis yang selama ini ia harapkan untuk terbangun dari tidur panjangnya kini tengah menangis seraya memeluk seseorang yang gadis itu harapkan selama hidupnya.

"Kita keluar sebentar, biarkan Kiara bersama Ayahnya dulu," ucap Nathan memecahkan keheningan membuat Lauren, Misha serta para sahabat Kiara mengangguk setuju.

Angga diam membeku karena merasa bahagia saat Kiara telah lolos dari masa Kritisnya, berbeda dengan Melvin yang kini malah mematung tanpa ekspresi seraya menatap lurus pada Kiara dan Damar tengah berpelukan hanya bisa mengeratkan kedua tangannya erat-erat.

Nathan menepuk bahu Angga beberapa kali ketika Putranya begitu berbinar bahagia saat melihat Kiara sudah sadar kembali. Mereka semua sudah berada di luar ruangan kamar Kiara, dan di dalam sana hanya menyisakan Damar saja.

Misha yang terpaku ikut bahagia menoleh sebentar pada Melvin. Cowok itu menatap geram pada pintu ruang kamar VVIP Kiara sudah tertutup rapat, sesekali Melvin menahan erangan tertahan. Misha yang menyaksikan hal itu hanya bisa diam, ia dapat baca raut wajah yang menampakkan kegeraman tertahan.

"Mama senang kalau Kiara sudah sadar," kata Lauren lembut seraya mengusap halus tangan Angga yang duduk di depannya. Remaja itu tersenyum kecil penuh bahagia.

"Usaha Papa gak sia-sia," ucap Ratu melirih pada Nathan yang menoleh langsung pada Putri sulungnya tengah tersenyum.

"Papa lakuin ini demi Kiara," balas Nathan mengusap lembut kepala Ratu dengan sayang.

"Kalau bukan Angga yang minta, Papa mungkin gak akan tau jika yang selama ini Kiara tertidur panjang dan tengah diharapkan adalah Ayahnya sendiri," tutur Nathan panjang lebar. Ratu menatap lekat sang Papa tercinta, Nathan memang berwibawa dan dermawan. Ratu selalu bersyukur jika Nathan adalah sosok Papa terhebat yang pernah ia punya selama hidupnya.

"Makasih, Pah," ucap Ratu, Nathan mengangguk kecil kemudian kembali mengusap lembut pucuk kepala

Kedatangan Damar membuat sebagian orang terkejut, terlebih Angga. Angga tak menyangka jika permintaannya pada Nathan akan terkabul secepat ini, meminta Nathan untuk menemui Damar dan membujuk pria paruh baya itu agar melihat kondisi putri kesayangannya yang sudah terbaring lemah selama hampir dua pekan. Nathan membujuk Damar untuk datang menjenguk Kiara yang terbaring dalam keadaan Koma. Banyak yang Angga harapkan, ia terus berharap jika permintaannya pada Nathan akan cepat terkabul, dan alhasil sekarang, Damar datang untuk melihat kondisi Putrinya. Dengan kuasa Tuhan, Kiara yang Koma dan tak sadarkan diri selama sepuluh hari akhirnya terbangun. Benar kata Angga, Kiara tengah menunggu Damar untuk datang dan segera memeluknya dengan erat.

"Nak, kamu gak usah lagi banyak-banyak khawatir, sekarang Kiara sudah bangun, rawatlah diri kamu juga agar kamu terlihat lebih kuat di hadapan Kiara nanti," saran Lauren lembut membuat Angga mengangguk kecil.

Melvin masih mematung di tempat tanpa ikut menimbrung dengan yang lain, Misha bangkit dari duduknya ia berjalan mendekat pada cowok itu namun belum sempat mendekat Melvin sudah melongos begitu saja dengan perasaan penuh dengan kegusaran.

"Bang," panggil Misha lirih saat menatap punggung tegap Melvin perlahan sudah mulai menghilang.

. . .

Dua jam lamanya akhirnya pintu ruang VVIP yang sendari tadi tertutup kini terbuka perlahan, mereka, Nathan, Lauren, Angga, Misha, serta yang lain ikut menoleh serempak dimana mereka langsung disuguhkan oleh Damar yang hanya bisa tertunduk rasa malu tanpa mau menatap mereka semua.

Angga menoleh pada Nathan yang bangkit dari duduknya berjalan pada Damar, tak ada yang tau apa yang kedua pria paruh baya itu bisikan mereka berbicara secara privasi dan Nathan lah yang melakukannya, membawa Damar untuk ke suatu tempat agar bisa berbicara dengannya secara tertutup.

Mereka semua diam beberapa detik hingga Lauren mendongkak pada Angga yang sudah berdiri siap melangkah.

"Ma, Angga mau liat Kiara," izin Angga, Lauren hanya mengangguk seraya tersenyum saat Angga akan melangkah kakinya tertahan oleh suara derap langkah kaki dari beberapa orang di belakang membuat ia dan yang lain menoleh.

"Selamat sore, izinkan kami untuk memeriksa Pasien lagi karena ini sudah waktunya jam pemeriksaan," kata salah satu Suster membuat Lauren mengangguk mengizinkan.

Angga kembali mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan gadis yang selama ini ia rindukan beberapa hari terakhir, walau pun rasa rindunya yang sangat menggebu-gebu ingin bertemu Angga berusaha dapat menahannya sedikit lagi kali ini. Mengingat Kiara baru saja sadar dari tidur panjangnya Angga tak ingin hal buruk terjadi lagi pada gadis itu.

"Silahkan," ucap Dylan mempersilahkan beberapa Suster serta Dokter Spesialis titahan dari Nathan untuk segera masuk ke dalam kamar Kiara.

Angga menghela panjang seraya mendudukkan kembali bokongnya, ia benar-benar tak dapat menahan rasa ingin bertemunya dengan Kiara. Banyak yang ingin ucapkan, banyak yang ingin ia luapkan sekarang juga namun situasi belum memungkinkan, ia harus kembali bersabar. Hanya sedikit lagi, ia harus bersabar.

. . .

"Terima kasih, telah datang dan menerima permintaan saya," ucap Nathan pada Damar yang hanya bisa tersenyum kecil.

Sekarang Nathan dan Damar sudah berada di depan Parkiran luar Rumah Sakit, Nathan berinisiatif untuk mengantarkan Damar pulang dengan Sopir pribadinya namun pria paruh baya berumur empat puluh tahun itu menolak.

"Kalau bukan anda yang memberitahu jika Putri saya Kiara sedang Koma, saya tidak akan tahu," balas Damar dengan nada pelan seraya menahan rasa sedihnya membuat Nathan yang melihatnya hanya bisa tersenyum simpul.

"Kiara sangat menderita selama hidupnya, saya tidak bisa melakukan hal yang baik pada Putri saya dan saya sangat merasa gagal sebagai seorang Ayah," lanjut Damar parau. Nathan hanya tersenyum sesekali menepuk sebelah bahu Damar untuk menguatkan pria itu.

"Anda sudah menjadi seorang Ayah yang baik, dengan datangnya anda ke sini dan membuat keajaiban itu sudah menjadikan anda sebagai sosok yang hebat. Anda lah yang selama ini Kiara tunggu untuk sadar dari tidurnya yang panjang." balas Nathan berwibawa membuat Damar semakin tertunduk malu penuh rasa haru.

"Saya minta maaf karena selama ini telah membuat Kiara dan kalian semua menunggu," sahut Damar parau. Nathan hanya bisa tersenyum hangat.

"Tak apa, biarkan semuanya mengalir apa adanya, jangan terlalu dipikirkan, sekarang Kiara sudah sangat bahagia dengan mendapatkan sedikit cinta dari anda,"

Damar mengangguk kecil seraya tersenyum hangat.

"Tuan Nathan, tolong sampaikan rasa sayang saya pada Putri saya, Kiara."

Nathan mengangguk dengan mantap. "Apa pun itu saya akan lakukan demi kebaikan Kiara."

"Terima kasih banyak Tuan, saya berhutang banyak pada anda,"

Nathan menggeleng kecil Damar yang melihat itu hanya bisa membalas dengan senyuman, sosok Nathan benar-benar sangat dermawan.

"Kalau begitu saya pamit, nanti saya akan datang kembali untuk menanyakan keadaan Kiara," pamit Damar.

"Biarkan saya yang mengantarkan anda," usul Nathan dengan perlahan Damar menggeleng.

"Jangan biarkan saya merasa sangat berhutang pada anda Tuan Nathan,"

"Tidak masalah, saya akan mengantarkan anda," sahut Nathan sungguh-sungguh.

Damar tersenyum tulus. "Saya sungguh sangat berterima kasih atas tawaran anda, namun, dengan halus saya menolak tawaran anda."

Nathan tersenyum lalu mengangguk. "Kalau begitu saya sangat berterima kasih atas kedatangan anda kemari untuk Kiara, Tuan Damar."

Pria itu lagi-lagi tersenyum dengan kepala mengangguk kecil. Satu taksi sudah tiba sejak tadi di hadapan mereka, itu adalah taksi yang Nathan pesan untuk Damar.

"Saya pamit Tuan Nathan,"

Nathan mengangguk lalu menutup pintu taksi, taksi itu sudah melaju meninggalkan kawasan Rumah Sakit. Nathan kembali masuk ke dalam Rumah Sakit.

Sosok remaja pria yang tengah berdiri diatas Roof Top Rumah Sakit sendari tadi menyaksikan Nathan dan Damar dari atas sana, itu adalah Melvin cowok itu tampak tersenyum kecut seraya menghisap sebatang rokok di atas sana dengan santai.

Melvin terus memperhatikan sampai akhir dimana ia dibuat terpukau oleh akting Ayahnya yang menakjubkan. Setelah taksi yang ditumpangi Damar melaju sekitar seratus meter taksi itu terhenti, dimana Melvin dari atas Roof Top masih dapat melihatnya.

Taksi yang ditumpangi Damar sudah berhenti dan pria paruh baya itu keluar dari sana seraya melambai-lambaikan kertas kecil yang tak lain adalah Cek Uang ke atas udara membuat Melvin yang melihatnya hanya bisa tersenyum getir seraya menahan geraman.

"Sekali bangs*t, tetap bangs*t." tekan Melvin penuh amarah ketika menatap Damar tampak seperti orang gila tengah menari-nari di pinggir jalan seraya memamerkan kertas Cek Uang itu kepada orang-orang yang melintas di sana.

Melvin benar-benar geram dengan tingkah Damar, rupanya Nathan memberikan sedikit suap agar Damar datang menemui Kiara dan alhasil semua itu adalah demi uang bukan untuk Kiara.

. . .

Suara pintu terdorong dari luar membuat Kiara yang hendak memejamkan kedua matanya kembali terbuka, ia menoleh dimana ia mendapatkan sosok remaja cowok berwajah sedikit aneh baginya tengah menatap datar padanya, bibirnya yang mungil pucat dan sedikit kering tertarik ke atas membuat ulasan senyum hangat.

Angga berjalan pelan menuju Kiara yang merubah posisi tidurnya menjadi duduk masih menatapnya seraya tersenyum, Kiara masih menatap sosok Angga yang tampak sedikit berbeda dimatanya hingga gadis itu sadar apa perbedaannya, Angga tampak sedikit acak-acakan dengan raut wajah lelah serta kumis tipis menambah perbedaan Angga dimatanya.

"H-hai," sapa Kiara pada Angga hanya menatap datar tanpa ekspresi sama sekali.

Gadis itu semakin dibuat binggung ketika Angga terus menatap datar tanpa bicara, cowok itu sudah dekat dan berdiri di samping bangsal Kiara.

"A-angga?"

Grep ....

Satu pelukan secara mendadak membuat Kiara membulat lebar. Angga memejamkan kedua matanya dengan rapat saat merasakan kehangatan penuh damai ketika memeluk tubuh semakin mungil itu dalam dekapannya.

"Angga--"

"Bego. Lo bikin gue cemas!" maki Angga parau membuat Kiara yang masih didekap terdiam beberapa detik.

"Gue hampir mati gara-gara cemas sama lo, bodoh!" maki Angga lagi dengan terisak pelan. Kiara yang mendengarnya hanya bisa diam membiarkan tubuhnya meremang ketika Angga semakin erat memeluknya.

"Gue takut lo kenapa-kenapa."

Entah kenapa sudut bibirnya semakin tertarik ke atas menampakkan senyuman hangat tercetak jelas di sana.

"Gue kangen sama lo, Ra."

Kiara benar-benar termangu dengan senyuman masih tertahan diwajahnya, ia dapat merasakan cairan hangat mulai menetes perlahan berjatuhan di punggungnya.

Angga memeluk erat gadis itu, gejolak rindunya belum hilang entah kenapa walau pun sekarang ia tengah memeluk Kiara gebuan rindunya masih berkobar. Air matanya belum berhenti berderai Angga terlalu bahagia sekarang ini.

Dekapan yang semakin erat membuat Kiara membalas pelukan itu, ia semakin tersenyum ketika Angga melayangkan beberapa kecupan hangat di pucuk kepalanya dengan lembut. Dengan sesekali meringis saat tanpa sengaja Angga menyentuh punggungnya yang masih terasa nyeri karena Operasi itu.

"Aaaww ...." ringis Kiara pelan, Angga terkejut sendiri lalu melepaskan pelukannya dan menatap gadis itu yang hanya tersenyum hangat walau wajah tampak pucat ditampakkan membuat Angga meringis kecil ia tak suka dengan wajah yang penuh Sok' dengan ketegaran milik Kiara.

Air mata yang mengalir pelan membuat Kiara menyeka lembut dari wajah Angga, tangan mungil dan hangat membuat Angga tak lagi memalingkan tatapannya.

"Gimana kabar kamu?" tanya Kiara parau. Angga menahan isakan sekuat tenaga untuk tak lagi menangis.

"Gue sakit." balas Angga serak wajahnya sedikit sembab.

"Gue sakit luar dalam Ra," lanjut cowok itu tak dapat menahan air matanya.

Kiara tersenyum hangat, ia usap kepala Angga dengan lembut yang tertunduk di hadapannya Kiara tahu cowok itu berusaha untuk kuat dan tak menangis.

"Angga?"

"Gimana kondisi lo sekarang? Apa masih sakit?"

"Aku kangen sama kamu."

Mulut Angga mengatup rapat, lontaran Kiara membuatnya membeku diam. Wajah Kiara yang polos membuat unsur keseriusan kalau gadis itu benar-benar merindukannya.

"Aku kangen sama kamu sampai aku berusaha sekuat tenaga untuk bangun dan hibur kamu yang selalu nangis di samping aku setiap hari."

Tak ada balasan dari lawan bicaranya membuat Kiara mengerjap beberapa kali, ia terus menatap Angga yang lekat menatapnya dalam tanpa balasan Angga kembali mendekap Kiara.

"Selama ini lo tau kalo gue nangis tiap hari di samping lo, tapi kenapa lo gak bangun dan bikin gue menderita hah?" tekan Angga.

"Lo mau balas dendam sama gue hah?"

Kiara menggeleng dalam dekapannya.

"Jangan bikin gue takut lagi, Ra, cukup sampai sini. Jangan sampai lagi."

Kiara hanya mengangguk kecil dan kembali membalas pelukan dalam diam.

"Gue juga kangen sama lo, Kiara."

Kiara tersenyum simpul membiarkan Angga lama memeluknya, sesekali ia meringis dan merasakan tubuhnya terkunci hampir tak bisa menghirup oksigen karena Angga terlalu erat mendekapnya. Namun, Kiara dapat pahami jika Angga benar-benar sangat bahagia dengan memeluknya saat ini. Bukan hanya Angga, Kiara pun sangat bahagia karena masih dapat memeluk cowok itu.

Entah sudah berapa lama Angga terus saja menggenggam dan sesekali memainkan jari jemari mungil Kiara yang penuh oleh dengan selang infus. Sekarang kedua remaja itu tengah berbaring bersama di atas bangsal Kiara, kepala Kiara bersandar di bahu Angga sementara Angga merangkulnya dan mendekap dengan hangat. Bangsal itu tampak sempit dengan kedua remaja yang saling berbaring bersama di atas sana.

Sesekali kekehan tawa dari keduanya sedikit menghangatkan suasana, Angga tak henti-hentinya berbicara pada Kiara yang hanya mendengarkan karena Angga melarang gadis itu membuka mulut sebelum Angga memintanya dan mau tak mau Kiara hanya diam dan mendengarkan semua kegiatan Angga selama Kiara Koma saat itu.

Tak lupa Kiara pun membicarakan suasana alam sadar lain pada Angga saat terlelap panjang saat itu. Mereka saling bertukar cerita hingga melupakan semua orang di luar sana tengah menunggu mereka. Hingga tak terasa waktu pun sudah menunjukkan petang hari namun kedua remaja itu masih sibuk bersama-sama.

"Kalo lo ngantuk, lo bisa tidur," kata Angga setelah menyelesaikan ceritanya. Kiara menoleh lalu tersenyum seraya mengangguk kecil.

"Aku gak ngantuk," balas Kiara pelan.

"Aku udah lama tidur jadi aku udah gak ngantuk lagi," lanjut gadis itu.

"Tetap aja lo harus istirahat sebab lo belum sembuh total," sahut Angga seraya memainkan sebelah tangan Kiara dengan lembut.

"Kira-kira kapan aku akan pulang?" tanya Kiara mendongkak menatap Angga. Cowok itu menatap langit-langit seolah berpikir.

"Punggung lo masih sakit?"

Kiara mengangguk kecil. "Tapi gak terlalu sakit, kadang-kadang aja."

"Badan lo masih lemes?"

Gadis itu mengangguk lagi. "Kadang-kadang."

"Masih pusing? Demam?"

Kiara tersenyum lalu menggeleng. "Aku pengen cepet-cepet pulang ke rumah, agar bisa dirawat sama Ayah."

Angga tercenung mendengarnya, ia eratkan genggaman tangannya pada Kiara.

"Lo bakal cepet pulang," ucap Angga meyakinkan. Kiara mengangguk sambil menampilkan senyum lebar.

Angga memejamkan kedua matanya dengan kepala bersandar pada dinding Rumah Sakit, Kiara masih lekat menatap ia perhatikan tiap lekukkan sempurna wajah Angga.

"Kenapa kamu mau tumbuh in kumis?" tanya Kiara polos. Angga kembali membuka kedua matanya lalu menoleh pada Kiara yang dekat dengan wajahnya.

"Sengaja gue tumbuh in agar lo yang harus cukur kumis gue,"

"Kok aku?" tuntut Kiara pelan.

"Kumis gue tumbuh waktu gue sering jaga in lo tiap hari, sampe gue lupa cukur kumis,"

Kiara bergumam kemudian dengan berani ia menyentuh atas bibir Angga yang ditumbuhi oleh kumis-kumis tipis, cowok itu diam beberapa saat ketika Kiara begitu lembut menyentuhnya.

"Sebagai tanda balas budi karena jaga in aku setiap hari, aku akan bantu cukur kumis kamu oke?"

Angga diam tak menjawab lalu di menit selanjutnya cowok itu berucap. "Buat sekarang, gue boleh minta sesuatu sama lo?"

Kiara menatap dalam lalu mengangguk kecil.

"Lo ... Boleh gue cium?"

Deg ....

Pacuan detak jantung berritme cepat seketika. Lontaran Angga membuat Kiara merasakan jantungnya hampir saja melompat dari tempatnya, tatapan Angga yang sayu membuat Kiara susah payah menelan salivanya sendiri.

"Boleh kan?" tanya Angga sekali lagi.

"Gu-gue cuma mau sebentar aja."

Tak menjawab hanya anggukkan kecil dari kepala membuat Angga paham, Kiara mempersilahkannya.

Angga mengerjap beberapa kali ia berusaha tetap tenang walau pun jantungnya terus berpacu cepat, apakah ia sebodoh ini hingga meminta hal yang memalukan pada Kiara? Sebelumnya Angga tak pernah meminta izin pada siapa pun untuk mengambil apa yang ia mau namun sekarang, Angga meminta izin pada Kiara untuk menciumnya.

"Gue cuma mau sekali aja--"

Cup ....

Belum sempat Angga menuntaskan ucapannya dan belum sempat memulai aksinya, tampaknya Kiara sudah memulai mencuri kesempatan Angga. Cowok itu membulat sendiri ketika Kiara dengan sigap langsung membekap mulutnya dengan cara mencium dalam.

"Ma-maaf, aku--"

Cup ....

Kiara memejamkan kedua matanya saat Angga mulai membalas ciuman mereka, genggaman tangan mereka pun semakin erat.

'Maaf Ra. Kayanya gue udah mulai gila sama lo.' batin Angga sesekali memperdalam ciuman mereka.

. . .

Kini Nathan, Lauren, Ratu, Dylan serta Angga baru sampai di kediaman mereka tepat pukul delapan malam. Setelah seharian berada di Rumah Sakit mereka memutuskan untuk pulang sejenak dan esok mereka akan kembali.

Kalau bukan itu rengekan permintaan dari Kiara, baik Angga dan yang lain tak akan pernah meninggalkan Kiara di sana. Namun, gadis itu terus meminta mereka pulang dan beristirahat. Mengingat selama sepuluh hari penuh karena tidur panjang mereka yang menjaga Kiara hampir bolak-balik menemani gadis yang saat itu tengah Koma, Kiara tak ingin membebani yang lain terlebih Angga.

Angga telah membuang waktu berharganya demi menjaga Kiara sepanjang hari, karena tak mau membuat Angga semakin kelelahan Kiara meminta cowok itu untuk pulang dan beristirahat malam ini. Kiara tercenung dalam ketika mendengar semua cerita dari cowok itu yang mengatakan selama Kiara Koma Angga tak dapat tertidur dengan nyenyak pikirannya selalu berlabuh pada Kiara setiap saat, dikunci oleh rasa takut dan cemas membuat Angga tak pernah beristirahat secara total.

"Besok kita ke sana lagi," ucap Nathan membuyarkan lamunan Angga yang tengah berjalan masuk ke teras rumah mewah mereka seraya menepuk bahu lebar Putranya.

Angga hanya diam tersenyum tipis. Jujur ia sedikit kecewa ketika Kiara terus merengek dan membujuknya agar segera pulang, dan mau tak mau Angga harus menuruti permintaan Kiara dan ia pun memilih pulang bersama kedua orang tuanya.

Setelah memasuki Ruang utama mereka mulai berpencar, Ratu mendorong kursi roda Lauren menuju kamar, Nathan pergi menuju Ruang kerjanya, Dylan mengikuti istrinya bersama Mama mertuanya, dan sementara Angga memilih pergi menuju dapur. Tenggorokannya terasa kering dan panas ia butuh asupan cairan.

Di dapur Angga membuka Lemari pendingin besar yang terdapat banyak makanan ringan serta minuman kaleng bersoda serta yang lain. Cowok itu memilih mengambil tiga kaleng soda lalu kembali menuju kamarnya untuk segera beristirahat.

Setelah menghabiskan dua kaleng soda di balkon kamarnya seraya merenung sendiri Angga kemudian memilih untuk membersihkan diri, ini sudah pukul sepuluh malam dan Angga memilih untuk mandi terlebih dahulu sebelum tidur.

Cukup waktu sepuluh menit kini cowok bertubuh jangkung dengan perawakan kekar atletis telah selesai dengan ritual mandinya, rambut panjang acak-acakan dibiarkan begitu saja dada bidang terekspos tanpa pakaian ikut dibiarkan Angga memilih tak mengenakan pakaian saat tidur yang hanya ia gunakan adalah celana pendek saja.

Setelah semuanya selesai Angga memilih merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk miliknya, tak lupa dengan satu kaleng soda siap ia teguk ditemani oleh gawai yang kini tengah ia mainkan.

. . .

"Abang bakal ajak kamu pindah ke Riau,"

Lontaran terakhir itu membuat gadis dengan wajah pucat menoleh lagi, ia tatapi wajah tampan Abangnya terus memandang sendu.

"Kenapa?" tanya Kiara parau.

"Apa pun itu alasannya kamu gak usah tau, Abang mau kamu ikut sama Abang ke Riau," balas Melvin membuat netra sayu di hadapannya berkaca-kaca hebat.

"Ta-tapi Bang, gimana sama sekolah Kia?" tanya Kiara lagi.

Melvin menghembus kasar. "Bakal Abang urus semua."

"Bang, sebentar lagi Kia lulus. Cuma beberapa bulan lagi Kia akan lulus," tekan Kiara menahan isakan.

"Kenapa kamu gak bilang kalau di sekolah kamu diperlakukan buruk, hah?" tanya Melvin mulai emosi.

"Bang," panggil Kiara mencicit.

"Kenapa Ra, kamu diam diperlakukan kaya gitu?"

Kiara tak menjawab masih memandang walau dengan air mata perlahan berderai berjatuhan.

"Salah kamu apa, sampai teman-teman kamu kaya gitu sama kamu?"

"Bang--"

"Kamu setuju atau enggak, Abang akan tetep bawa kamu pindah ke Riau." putus Melvin cepat. Kiara yang mendengar hal itu menggeleng cepat.

"Abang cuma gak tega liat kamu diperlakukan buruk terus Ra," tekan Melvin tercekat.

"Kiara gak menderita Bang," sahut Kiara pelan berusaha tersenyum walau pun Melvin menunjukkan tatapan menahan amarah.

"Coba Ra, ikut in Abang sekali ini aja. Abang mau kamu ikut sama Abang," pinta Melvin melembut.

Kiara tersenyum tipis ia seka air matanya kasar. "Abang sebentar lagi mau nikah, seharusnya Kia gak usah lagi jadi beban Abang."

"Kamu bukan beban Abang Kia!" tekan Melvin.

"Kia gak mau ikut Abang pindah." putus Kiara cepat membuat cowok itu bungkam seketika.

"Apa Abang gak kasihan sama Ayah kalau Kia ikut pindah sama Abang ke Riau?" tanya Kiara pelan.

Melvin tersenyum kecut tangannya mengepal perlahan di bawah.

"Kalau Kia pindah kenapa Abang gak ajak Ayah juga? Kita ini masih keluarga Bang,"

Melvin benar-benar kecewa dengan pengutaraan Adik kesayangannya, cowok itu mengangguk-angguk penuh rasa kecewa.

"Abang gak seharusnya biar in Ayah sendiri di sini," ucap Kiara dengan isakan pelan.

"Kalau Abang ajak Kia pindah, Kia mau Ayah juga ikut sama-sama." lanjut Kiara kemudian merubah posisinya menjadi meringkuk membelakangi Melvin yang mematung diam penuh kecewa.

"Kia ngantuk, kalau Abang keluar jangan lupa tutup pintunya," lirih Kiara pelan di balik sana.

Melvin hanya tersenyum kecut dengan rasa kecewa, air matanya hampir saja lolos ucapan Kiara sedikit menebas ujung hatinya terasa sakit ketika Adik kesayangannya masih menganggap Damar, Ayah mereka telah memberikan limpahan kasih sayang yang nyatanya hanya omong kosong semata pada Kiara.

"Kita omong in lagi nanti, kamu tidur dulu aja," ucap Melvin kemudian bangkit dan meninggalkan Kiara di dalam kamar Inap sendirian.

Setelah dua menit kepergian Melvin keluar dari sana, seketika suara tangisan lirih dari Kiara mulai memenuhi ruangannya, gadis itu tak tertidur melainkan terisak dalam terus teringat akan ucapan sang Abang barusan padanya.

. . .

Suara jam weker terus saja berbunyi nyaring sendari tadi, berusaha membangunkan sosok remaja cowok tengah tertidur berkali-kali bergelut dalam selimut mencari posisi nyaman setelah terganggu oleh suara bising jam weker kamarnya.

"Shit." umpatnya serak seraya melemparkan asal jam weker itu ke lantai untuk berhenti.

Angga berusaha mengerjapkan kedua matanya saat sinar matahari ikut turut andil mengusili cowok itu agar segera bangun dan melakukan aktivitas, karena tidurnya sudah terganggu total Angga memilih untuk bangun.

Rambut acak-acakan, wajah tampan rasa bantal berusaha menahan kantuk serta bertelanjang dada membuat cowok itu sesekali melirik menelusuri sudut kamarnya. Lama berdiam diri dalam posisi duduk Angga mengerang merenggangkan otot-ototnya yang terasa pegal kemudian ia melirik ponselnya yang menunjukan jam angka pukul sembilan pagi.

Ia baru saja terlelap pukul tiga dini hari karena semalaman terus menemani Kiara di panggilan telepon, saat Angga malam itu akan tertidur ia dibuat heran oleh panggilan dari Kiara yang meneleponnya terlebih dahulu. Setelah menerima panggilan, Kiara meminta Angga untuk menemaninya hingga tertidur, dan keduanya pun larut dalam pembicaraan tak penting semalaman dan menghabiskan waktu hingga pukul tiga dini hari.

Pintu kamar terbuka menampakkan Angga masih bertelanjang dada keluar dari kamarnya, ia menuruni anak tangga dan menerawang rumah megah ini yang tampak sepi tak berpenghuni. Angga ingat pesan Nathan semalam bahwa Nathan dan Lauren akan pergi menuju Bandung ke rumah Ayah Nathan yakni Hamish. Sementara Ratu dan Dylan tampaknya sudah pulang ke rumah masing-masing malam tadi, dan kini di rumah megah ini hanya ada Angga dan beberapa puluhan Maid saja.

Langkah Angga terhenti ketika menatap setengah kaget sosok wanita berpakaian minim tengah berkutat dengan alat-alat dapur, tampaknya wanita yang sekarang sedang memasak sesuatu di depan sana belum menyadari ke datangan Angga.

"Step?" seru Angga.

Wanita berparas cantik itu langsung menoleh ketika namanya terpanggil.

"Good morning, baby," sapa Stephanie lembut lalu kembali berkutat dengan masakan.

Angga melangkah perlahan dan menatap apa yang tengah dimasak oleh Kekasihnya itu.

"Kapan lo datang?" tanya Angga sedikit binggung atas kedatangan Stephanie kemari.

"Aku datang sekitar tiga puluh menit lalu, karena aku dapat panggilan dari Tante Lauren untuk temenin kamu di rumah makanya aku ke sini," balas wanita itu seraya tersenyum manis.

Angga hanya berdehem tak jelas lalu menuangkan air ke dalam gelas untuk ia minum.

"Tadinya aku mau bikin Surprise buat kamu, tapi kamu keburu bangun," ucapnya terdengar sedih membuat sebelah alis Angga terangkat.

"Sebelum ke sini aku mampir ke Supermarket buat beli bahan masakan juga beli sedikit hadiah untuk Kiara,"

Angga hanya diam tak mengatakan apa pun lagi, ia hanya memperhatikan Stephanie tengah memasak sarapan berupa nasi goreng. Stephanie tersenyum dalam diam ketika Angga berdiri di sampingnya tengah memperhatikannya memasak.

Cup ....

Satu kecupan mendarat di bibirnya cepat membuat Angga terdiam dengan tatapan datar. Sementara Stephanie merona sendiri ketika ia berhasil mengecup kekasihnya lagi setelah kejadian Taman Kota saat itu.

"By, kamu duduk gih, aku akan siap in sarapannya," titah Stephanie malu-malu. Angga hanya memutar bola matanya dengan malas.

"By." panggil Stephanie membuat langkah Angga terhenti lalu menoleh, ia langsung mendapatkan tatapan dari kekasihnya.

"Love you."

Dua detik tak menjawab Angga hanya berdehem lalu melangkah pergi, wanita itu tersenyum lalu terkekeh geli sendiri.

"Aku senang kalau Kiara udah siuman," ucap Stephanie memecahkan keheningan di meja makan.

Angga yang tengah memainkan sarapannya menoleh sebentar.

"Jujur, aku merasa bersalah sekali waktu aku bentak Kiara di Taman Kota itu,"

Angga menjatuhkan sendok makannya membuat suara dentingan cukup keras, Stephanie yang mendengar hal itu terkejut lalu menatap Angga dalam.

"Maaf," lirih Stephanie pelan. Cowok itu hanya menghela panjang.

Netra cokelat terang milik Stephanie melirik pada piring Angga yang penuh oleh nasi goreng buatannya, dan tampaknya sarapan itu belum disentuh sama sekali oleh Angga.

"By,"

"Hmm."

"Kamu gak makan sarapan kamu?" tanya Stephanie lirih. Angga menoleh memandang piringnya yang masih penuh.

"Kamu gak suka masakan aku?" tanya Stephanie lagi, cowok itu menggeleng lalu menyendok makanannya dan memakannya.

Jujur, saat Stephanie memasak nasi goreng Angga teringat oleh masakan yang Kiara masak untuknya di setiap pagi akhir pekan. Gadis itu selalu membuatkan nasi goreng sederhana untuk Angga namun walau pun sederhana cita rasanya begitu mewah dan menggugah, lain dengan Stephanie nasi goreng yang wanita itu sajikan memang sedikit mewah tetapi entah kenapa tak membuat Angga tertarik untuk memakannya. Angga hanya ingin memakan masakan yang Kiara buatkan, bukan orang lain atau pun kekasihnya.

"Enak?" tanya Stephanie membuyarkan Angga lagi. Cowok itu berdehem kecil dan mengunyah malas makanannya.

"Setelah sarapan, kamu mau antar aku ke Rumah Sakit untuk jenguk Kiara?" tanya Stephanie, Angga menoleh menatap lalu mengangguk kecil.

"Aku mau kasih dia sedikit hadiah, selain hadiah ucapan selamat karena telah siuman aku juga mau kasih dia hadiah atas permintaan maaf aku waktu itu," lanjut Stephanie, Angga hanya diam tanpa bicara.

"Bakal gue antar," ucap Angga.

"Makasih banyak, By,"

Setelah sarapan Angga kembali ke kamarnya untuk segera membersihkan diri karena akan mengantarkan Stephanie menuju Rumah Sakit untuk menjenguk Kiara, sebelum mandi Stephanie kekasihnya itu merengek untuk membantu mencukurkan kumis tipis milik Angga, cowok itu sempat menolak namun Stephanie tak tinggal diam terus merengek hampir menangis dan meminta agar Angga membiarkan wanita itu mencukur kumisnya.

Angga ingat jika hari ini Kiara lah yang akan membantunya mencukur kumis namun mengingat Stephanie terus merengek membuat Angga hanya bisa pasrah dan membiarkan Stephanie melakukannya dengan sesuka hati.

Senyuman indah tak luntur dari bibir Stephanie ketika ia dengan senang hati mencukurkan kumis tipis Angga, kini mereka berdua berada di balkon kamar Angga. Cowok itu tampak diam berbaring di atas paha Stephanie yang kini tengah hati-hati mencukur kumisnya dengan alat pencukur tak lupa pula krim cukur kumis memenuhi atas bibir serta dagu Angga.

Setelah bersih Stephanie membasuhnya dengan air hangat tak lupa ia mengusap lembut wajah Angga dengan sayang, cowok itu masih sama tetap diam tanpa bereaksi apa pun ketika tatapan mereka beradu satu sama lain. Saat paham Stephanie memangkas jarak diantara mereka Angga langsung sigap bangkit ketika wanita itu kembali berhasil menempelkan bibirnya ke ranum Angga.

"Gue harus mandi sekarang," ucap Angga menghindar lalu meninggalkan Stephanie yang termangu sendiri di balkon kamar.

. . .

"Maaf gue baru bisa jenguk lo sekarang," ucap Kelvin pada Kiara yang tersenyum kecil.

Hari ini Kelvin berinisiatif untuk menjenguk Kiara setelah beberapa hari berada di Makassar karena ia harus mengerjakan sesuatu di sana. Ia belum sempat menanyakan kabar Kiara dan sekarang cowok itu baru sempat menemui Kiara lagi, Kelvin sangat senang saat tahu Kiara telah siuman dari tidurnya yang panjang dan secepat kilat pula Kelvin menemui gadis itu setelah kembali lagi ke Jakarta. Dengan membawakan buket bunga matahari serta satu kotak besar cokelat Kelvin berikan pada Kiara yang dengan senang hari menerima.

"Gue minta maaf juga karena gue lo jadi kaya gini," lanjut Kelvin menatap sendu wajah gadis itu terus saja tersenyum padanya.

"Gak ada yang salah kok, aku udah ikhlas in semuanya, yang udah biar in udah aja jangan terlalu terbebani,"

Kelvin tersenyum getir. "Tetep aja Ra, kalo bukan karena gue semua ini gak akan gini."

"Kamu gak salah kok Vin," sahut Kiara lembut dengan senyuman hangat.

Kelvin menatap kagum Kiara masih bisa memaafkannya juga Misha, hati Kiara begitu kuat dan hebat hanya orang-orang tertentu lah yang memiliki hati selembut itu.

"Gimana sama perawatannya, apa lo bisa pulang dalam waktu dekat ini?" tanya Kelvin antusias. Kiara tampak berpikir panjang.

"Aku udah baikkan kok, tapi ada beberapa perawatan lagi dari Dokter yang harus aku laku in agar aku bisa cepet pulang," balas Kiara dengan raut sedikit sedih.

"Semangat Ra, lo pasti bisa, gue bakal temen in lo jalan in semua perawatannya,"

Kiara tersenyum lebar. "Makasih banyak Vin."

Kelvin membalas senyuman indah Kiara, ia benar-benar terpukau oleh gadis ini.

"Lo suka bunga sama cokelatnya?" tanya Kelvin.

"Aku suka banget, makasih lagi ya, Kelvin?"

"Jangan sungkan, kalo lo butuh apa-apa tinggal bilang aja sama gue, gue bakal laku in apa pun buat lo Ra."

Kiara terkekeh kecil membuat Kelvin tercenung kagum.

Pintu kamar ruangan Kiara terbuka menampakkan Angga tengah berdiri tegap menatap geram pada Kiara dan Kelvin yang saling tertawa.

"Angga?"

Kelvin menoleh ke belakang dimana ia mengikuti pandangan Kiara yang menatap sosok Angga berdiri tegap di ambang pintu menatap keduanya secara bergantian.

Kiara tersenyum mulanya saat melihat kehadiran Angga namun senyumannya meluntur ketika sosok wanita berparas cantik ikut berdiri di samping Angga tengah tersenyum padanya juga Kelvin. Kiara menatap sebelah lengan Angga yang digelayuti manja oleh wanita yang tak lain adalah Stephanie.

"Kelvin, kamu ada di sini juga?" tanya Stephanie ceria saat melihat Kelvin berada di sini bersama mereka.

Angga menatap lurus pada Kiara, keduanya saling memandang Angga menatap datar sementara Kiara hanya memandang sendu.

"Hai Step, kebetulan gue baru pulang dari Makassar langsung meluncur ke sini buat jenguk Kiara," sahut Kelvin pada Stephanie.

Kiara memandang bergantian Angga dan Stephanie yang bergandengan bersama di depannya.

"Hai Ra, gimana kabar kamu?" tanya Stephanie pada Kiara yang masih diam. Stephanie tersenyum miring saat tahu tatapan Kiara malah mendalam pada Angga yang ikut membalas tatapan gadis itu.

Sementara Kelvin hanya diam memandang mereka secara bergantian.

Kedua sejoli itu mendekat pada Kiara dan Kelvin, Stephanie memberikan buket bunga mawar merah pada Kiara.

"Aku turut senang kamu siuman," ucap Stephanie lalu tanpa permisi memeluk Kiara seolah akrab.

"Siap-siap, perjalanan lo yang baru akan dimulai sekarang," bisik Stephanie sangat pelan di belakang telinga Kiara yang seketika membulat beberapa detik. Wanita itu tersenyum kecut seraya menatap Kiara kemudian merubah ekspresi wajahnya saat Angga menatapnya sebentar.

"By, aku senang banget Kiara udah siuman," ucap Stephanie manja kemudian memeluk manja Angga yang tetap diam seraya menatap Kiara dalam. Kiara tersenyum kecut tak menyangka saat melihat Stephanie nyatanya memiliki wajah bermuka dua.



.
.
.

           ------- B E R S A M B U N G -------

Follow Instagram : @sssin17
Follow Wattpad : @sssin17

Jangan lupa baca cerita pertama aku : Most Wanted Boy in the School (Arjuna Story)

K I A R A ( HIATUS!!! )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang