Tiga Puluh : Hancur

76 8 4
                                    

You Broke me first

****

Pikiran Bagas kacau balau mengetahui istri tercinta yang ditinggalkannya bekerja di luar kota kini sedang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan infus dipergelangan tangan dan oksigen di mulutnya. Semenjak tiba di rumah sakit beberapa jam lalu dan mengetahui fakta penyebab istrinya tidak kunjung bangun selama dua hari Bagas sangat marah ditambah satu lagi fakta yang sangat mengejutkannya.

Dunianya seakan-akan runtuh mengetahui fakta menyakitkan itu, bagaimana ia akan memberitahu Afsheen kabar ini. Istrinya itu pasti sangat terluka bila mengetahui kebenarannya. Bagas mengusap mukanya sambil memundurkan badannya bersandar ke tembok, dengan frustasi Bagas mengacak rambutnya.

Badannya perlahan luruh terduduk di lantai sambil menutup wajahnya menggunakan telapak tangan.

Muhammad Amar menghampiri anaknya lalu dipegangnya bahu Bagas. "Bagas, papa harap kamu tenangkan diri dulu."

Bagas mengangkat wajahnya terlihat butiran hangat memenuhi pelupuk matanya ."Pa, bagaimana Bagas bisa tenang istri Bagas dari kemarin belum bangun juga." Bagas memandang pintu kamar inap Afsheen dengan sedih.

" Apa yang harus Bagas katakan pada istri Bagas pa?" Ucap Bagas menatap mata Amar, kini air matanya jatuh sudah. Amar langsung sigap meraih Bagas kedalam pelukannya." Bagaimana Bagas mengatakan pada Afsheen, bahwa dia sudah kehilangan bayinya?"

"Bagaimana pa?"

Kembali Bagas menenggelamkan wajahnya dipelukan Amar, disela-sela menenangkan Bagas, Amar menatap Mayang dan Rara yang juga sedang menangis dikursi tunggu. Bagaimana mereka tidak terpukul, dalam satu hari mereka dapat dua kabar yang menyesakkan hati. Menantu yang mereka sayangi tengah keritis dan calon bayi yang belum sempat diketahui oleh sepasang suami istri ini harus meninggalkan mereka.

Mungkin ini adalah kali pertama Amar melihat putranya sangat terpuruk. Sebagai seorang Ayah dan pria tangisan adalah bentuk kelemahan mereka, ia tidak boleh sembarangan mengeluarkan air mata karena bisa merusak harga dirinya dihadapan anak-anaknya yang menganggap Ayah adalah bentuk nyata seorang pahlawan dalam keluarga. Pria terkuat yang mampu melindungi keluarga, pria yang akan menjadi contoh teladan bagi anak-anaknya.

Namun, bukannya tidak boleh seorang pria menangis hanya saja mereka punya kegengsian yang besar. Bukankah pria juga manusia, manusia yang lemah dan punya kasih sayang. Bagas juga begitu, melihat perkembangan anaknya dari kecil, remaja hingga dewasa Amar tidak pernah sekali pun melihat putranya se-terpuruk ini. Bagas tidak pernah memperlihatkan sisi lemahnya kepada Amar begitupun Mayang, bahkan mereka tidak ingat lagi kapan terakhir Bagas menangis, hingga peristiwa ini datang.

Ketika seorang pria menangis karena wanita, maka saat itu lah dipastikan wanita itu sangat dicintainya dengan sungguh-sungguh.

Amar melihat semua itu, ia tahu bahwa Bagas sangat mencintai Afsheen. Air mata yang keluar dari mata Bagas bukan hanya bentuk cinta Bagas pada Afsheen tetapi juga bentuk rasa kecewa Bagas pada dirinya karena tidak bisa menjaga Afsheen dan calon anaknya.

"Bagas tidak bisa menjadi suami dan ayah yang baik pa. Bagas gagal melindungi mereka berdua." Isak Bagas lagi.

Satu bulir air mata kembali lolos jatuh ke pipi pucat Mayang yang menyaksikan putranya menangis, Mayang juga merasakan hal yang sama seperti Bagas, mengetahui menantu kesayangannya tergeletak tidak berdaya bersimbah darah membuatnya semakin menyesal telah mengajak Afsheen ke acara penggalangan dana korban bencana yang di adakan oleh Widuri tempu hari.

Andai saja,

Andai saja Mayang tidak mengajak Afsheen, pasti menantunya itu tidak akan terbaring di Rumah Sakit.

Afsheen ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang