21. Sandiwara

3K 474 170
                                    

Woah ternyata komennya melebihi yaa. Mantappp. Ayo bisa yok komen lagi yang banyak. Biar asem semangat
.
.
.
.
.

Karena kuliah Kirana sedang libur, dia yang akan menjemput Bulan pulang sekolah nanti. Tidak bersama Pak Agus, Kirana memilih membawa mobilnya sendiri. Dia juga sudah mendapat izin dari Jaehyun untuk menjemput Bulan tanpa ditemani Pak Agus. Kirana bersiap terlebih dahulu sebelum menjemput Bulan di taman kanak-kanak. Wanita itu memilih kaos hitam dan blazer berwarna beige sebagai atasannya, sedangkan untuk bawahannya Kirana menggunakan celana jeans. Seperti biasa, penampilan Kirana tidak pernah mengecewakan meski dia memilih pakaian yang sangat simple. Terakhir, Kirana mengambil airpodsnya di nakas dan memakainya. Apakah airpods itu digunakan untuk mendengarkan musik? Jelas tidak. Kirana memakainya hanya sebagai pelengkap penampilannya.

"Bibi." Kirana menghampiri Bi Nah yang sedang membereskan dapur. "Nanti Bibi gak usah masak makan malam ya. Soalnya saya, Mas Jaehyun, sama Bulan mau makan di luar. Nanti buat makan Bibi, Pak Agus, Pak Jono, sama Pak Seno biar saya yang beli. Bibi mau apa?"

"Aduh apa ya Mbak?"

"Yaudah gini aja. Bibi chat saya mau makan apa nanti, sekalian itu Pak satpam sama Pak Agus tanyain oke?"

"Siap Mbak kalau gitu."

Kirana tersenyum. Dia pergi setelah berpamitan dengan para pekerja di rumahnya. Sesampainya di sekolah, ternyata kelas belum bubar. Tapi sudah banyak sekali orang tua yang menunggu di luar untuk menjemput anak mereka. Dan saat para orang tua tersebut melihat Kirana turun dari mobil, mereka sedikit terpesona dengan penampilan Kirana. Karena penampilan Kirana sangat berbeda dari ibu-ibu di sana. Kirana sangat stylish dan terlihat seperti anak kuliahan. Walaupun dia memang anak kuliah, tapi para orang tua di sana mungkin tidak tahu hal itu. Seperti seorang ibu yang kini mendekati Kirana dan menyapa wanita itu. "Mbak lagi nunggu anak juga?" tanya si Ibu.

Kirana tersenyum. "Iya," katanya.

Si Ibu membulatkan mulutnya. "Saya baru pertama lihat Mbaknya. Anaknya baru pindah ke sini apa gimana?"

"Saya emang jarang jemput. Dia biasa di jemput Papanya." Menyenangkan juga bagi Kirana melakukan sandiwara seperti ini. Bukan bermaksud membohongi ibu itu, tapi menurut Kirana akan merepotkan untuknya menjelaskan jika Bulan bukan putrinya tapi menyebutnya dengan panggilan Mama.

"Umur berapa Mbak? Masih muda banget kelihatannya," tanya Ibu itu lagi. Kirana rasa Ibu di sampingnya ini tipe-tipe tetangga kepo, karena segalanya ditanyakan.

"Saya? Baru dua puluh tahun."

"Wah masih muda banget. Nikah umur berapa?"

"Dua puluh," sahut Kirana mulai jenuh.

Ibu itu kaget mendengar jawaban Kirana. Jika perhitungannya tidak salah, Kirana tak mungkin memiliki anak yang sudah masuk taman kanak-kanak jika wanita itu baru menikah. Spekulasi yang tidak-tidak mulai bermunculan di otak si Ibu. Dia melemparkan tatapan heran sekaligus risih pada Kirana. Merasa dirinya ditatap dengan pandangan yang tak enak, Kirana mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa Bu lihatin saya gitu?" tanya Kirana.

Ibu itu menggeleng. Tanpa pamit lebih dahulu, dia menjauh dari Kirana dan pergi ke gerombolan orang tua lain yang juga sedang menunggu anak mereka. "Dasar anak muda. Kebiasaan nyicil duluan," gumam Ibu tersebut. Ternyata kebohongan Kirana justru membawa malapetaka baru. Ada-ada saja.

Nikah, Yuk! [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang