- the body is dead, but not with memory -
• happy reading •
Author's POV
Ruangan bernuansa putih adalah pemandangan pertama yang Ava lihat setelah jatuh pingsan selama beberapa jam. Shock yang dialami gadis itu menjadi penyebab utama dirinya tidak sadarkan diri.
Tiba-tiba sekelebat kejadian yang mengerikkan melintas di benaknya, membuatnya refleks bangun dan berteriak memanggil 'Papa'.
"Ava.." lirih seorang wanita yang sedari tadi menemani Ava. Dia adalah Valen.
Raut wajah Ava terlihat panik, sangat berbanding terbalik dengan Valen yang nampak begitu murung. Bahkan wanita itu masih sesegukkan dan wajahnya benar-benar memerah.
"Ma, Papa mana, Ma? Mama, Papa baik-baik aja, kan?? Ma jawab, Maa!! Jawabb!!" desak Ava sambil mengguncang-guncangkan lengan Valen.
"S-sayang.. Kamu tenang dulu ya? Kamu kan baru sad--"
"Val!"
Ava dan Valen sontak menoleh ke arah pintu masuk yang baru saja dibuka. Seorang pria ber-jas hitam berjalan mendekati mereka berdua dengan tergesa-gesa. Ava dapat melihat kalau pria itu habis menangis, mata dan hidungnya memerah.
"Gimana, Fer?" Valen melihat penuh harap pada Ferron. Tapi yang Ava lihat adalah tatapan penuh luka.
"Pelaku pembunuhan Aldo sudah tertangkap."
Deg.
Sekujur tubuh Ava serasa menegang setelah mendengar ucapan lirih dari Ferron. Jantungnya serasa berhenti berdetak seketika. Tubuhnya mematung.
Valen kembali terisak. Wanita itu membawa Ava ke pelukannya yang erat. Semuanya telah hancur baginya, dia tidak akan lagi mendapatkan pelukan hangat dari suaminya itu. Tidak akan ada lagi yang membuatnya bersemu dan tidak akan ada lagi yang diajaknya berbagi cerita suka maupun duka.
"Ava, maafin Om, Nak. Om terlambat datang buat bantuin kalian. Maafin Om. Maaf..." Ferron ikut terisak dan mencangkupkan kedua telapak tangannya memohon maaf pada Ava.
Ferron merupakan sepupu laki-laki Valen, dia juga bekerja menjadi sekretaris pribadi Aldo. Dia adalah orang yang sama dengan orang yang ditelepon oleh Ava waktu mobilnya dihadang mobil hitam.
Ava masih membeku. Dia tidak berkutik sedikit pun. Perlahan setetes air matanya menetes begitu saja ke pipinya, dan terus disusul oleh tetesan air mata yang lainnya.
Bibir Ava bergetar, namun tetap dipaksakan untuk berucap. "Pa-pa.."
"Av-va..." Papa menatap ke arahku dengan tatapan sayu. "P-pa-pa sayang s-sama ka-mu.."
Aku menggeleng kuat dan kembali berteriak histeris. Aku memeluk Papa dan aku merasakan tangan Papa mengelus rambutku.
"PAPAA!!" Ava berteriak histeris. Gadis itu langsung bergegas turun dari brankarnya dan berlari keluar tanpa menggubris panggilan dari Valen dan Ferron.
Kacau. Pikiran Ava benar-benar kacau. Dia berlari tak karuan tanpa mengetahui kemana tujuannya. Gadis itu membuka dengan asal satu persatu pintu ruangan yang ia lewati, namun ia tak kunjung menemukan keberadaan papanya. Hanya orang-orang asing saja yang ia dapati.
"Papaa!!" Ava terus berteriak memanggil sang papa. Tak sedikit orang menatapnya bingung. Jelas saja, karena penampilan Ava acak-acakkan, baju sekolah yang banyak bercak darahnya, dan rambutnya berantakan.
Kamar Mayat
Bahu Ava naik turun, menggeleng kuat saat berada di depan kamar mayat. "Enggak mungkin Papa di sini. Gak mungkin!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
He's My Boy [End]
Teen Fiction"Serius mau dicium?" "I-iya.. Biar gue bisa dengan bangga nyebar pengumuman kalo first kiss ketos mereka diambil oleh seorang Ava!" "Tiga puluh menit, cukup?" "WHAT?!" *** Bagaimana perasaan kalian jika seorang ketua osis yang tak berpengalaman deng...