32. Baikan

5.1K 263 13
                                    

· happy reading ·

Duduk dalam keadaan canggung sangat tidak disukai oleh Ava, namun dirinya juga bingung bagaimana caranya mencairkan suasana.

Dirinya hanya duduk berdua dengan Jean di sebelahnya di sebuah taman yang menjadi pilihan tempat untuk mereka berbicara. Walaupun sedari tadi tidak ada pembicaraan yang dimulai oleh keduanya.

Jean sama canggungnya. Jarak duduknya dengan Ava memiliki batas yang cukup untuk diduduki oleh satu orang lagi di tengah-tengah mereka. Keduanya enggan untuk menatap satu sama lain, terutama Ava yang merasa agak malu terhadap Jean.

'Duh... gimana ini...' Ava merasa benar-benar gelisah. Ia ingin mengeluarkan suara namun seakan keberaniannya untuk melakukan hal tersebut lenyap begitu saja.

Drrttt...

Suara getaran dari ponsel Jean yang disimpan di saku celana sekolahnya yang masih ia pakai berhasil membuyarkan suasana canggung yang terjadi di sana.

Jean berdecak pelan dan mengangkat panggilan telepon tersebut.

[....]

"Baik, Pak. Saya sudah mau sampai di sekolah dan ini masih di jalan. Hanya jalanannya yang agak macet, Pak." ucap Jean yang terpaksa harus berbohong kepada gurunya.

Setelah bercakapan di teleponnya berakhir, Jean mematikan ponselnya dan memasukkannya kembali ke saku celana.

"Gue buru-buru, kalo lo cuma mau diem doang percuma juga gue di sini. Cuma buang-buang waktu," ucap Jean yang sama sekali tidak menatap ke arah Ava.

Ava menoleh mendengarnya. Dan ketika Jean berdiri Ava langsung ikut berdiri. "Tunggu!"

Jean menatap malas pada Ava. "Lo ga bilang apa-apa dari tadi. Waktu gue kebuang banyak. Lo—"

Memeluk!

Secara tiba-tiba Ava memeluk Jean dan membuat Jean tak berkutik untuk sesaat.

"Gue minta maaf, Jean. Gue ngaku salah karna perbuatan yang udah gue perbuat. Gue nyesel bangettt... gue baru sadar kalo gue emang udah sayang sama lo, cuma gue gengsi dan gak mau mengakui itu sebelumnya. Gue baru sadar kalo gue udah nyaman sama lo, gue ngerasa kesepian tanpa lo, Jean... Gue minta maaffff..."

Ava berkata dengan sedikit terisak. Wajahnya memerah memang, namun dirinya belum menangis dan masih memendamnya.

Jean masih terdiam. Ava semakin mengeratkan pelukannya. Ia memeluk Jean seperti ketika ia memeluk almarhum papanya.

Tangan Jean bergerak perlahan ke atas untuk membalas pelulan Ava, namun langsung ia urungkan dan melepaskan pelukan Ava hingga membuat Ava refleks melangkah mundur dan menatapnya penuh harap.

"Perasaan seseorang gak bisa berubah secepat itu, Va. Beberapa hari lalu lo bilang sama sekali gak suka sama gue, tapi tadi lo langsung bilang kalo lo sayang sama gue? Jangan bohongin gue lagi, Va. Gue ga bakal gampang dimanfaatin lagi, gue—"

"Karna gue gengsi, Jean! Gue ngikutin ego gue dan gamau ngaku kalo gue sebenernya sayang sama lo! Gue sadar setelah lo berusaha menjauh dari gue dan nganggep gue kayak orang asing..." Sekarang Ava mulai mengeluarkan air matanya dan menatap mata Jean.

"Oh. Apa masalah lo sama gue sampe lo gengsi ngakuin kalo lo sayang sama gue? Apa gue seburuk itu di mata lo?"

Ava menggelengkan kepalanya dan menghapus air matanya namun tetap saja mengalir terus. "Lo gak buruk, Jean. Bahkan lo jauh lebih baik daripada gue. Jean, gue cuma belum mau ngerasain jatuh cinta lagi karna sakit hati dan kekecewaan yang pernah gue alami dulu. Tapi ternyata gue gabisa nahan perasaan gue buat gak jatuh cinta ke lo. Gue minta maaf, Jean. Gue minta maaff..."

He's My Boy [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang