8. One Day

62 18 4
                                    

Kalau keluarga lain yang Ramadhan-nya penuh keceriaan, beda lagi dengan keluarga Jisoo yang menempati rumah nomor dua puluh sembilan.

"Jaga Asahi, ya," kata Jinwoo, abang Jisoo yang merupakan ayahanda Asahi, sehari sebelum Ramadhan.

"Hah?"

"Jaga rumah juga!" tambah kedua orang tua Jisoo.

Begitulah bagaimana Jisoo ditinggalkan seorang diri di bulan yang penuh berkah ini bersama keponakannya yang teramat sangat pendiam. Jisoo memang nggak ingin ikut bersama keluarganya menjenguk pamannya yang sedang sakit di kampung, tapi dia juga nggak mau kalau harus menjadi babysitter seperti sekarang!

Tapi apa daya, nasi sudah menjadi bubur. Ah, seandainya keluarga tidak terus bertanya perihal jodoh, pasti Jisoo akan dengan senang hati ikut ke kampung. Begitulah yang dipikirkan perempuan berusia dua puluh lima itu.

"Bunda."

Jisoo menoleh saat Asahi memanggil. Meskipun Asahi lucu, tapi Jisoo tetap nggak bisa terbiasa dengan anak kecil berusia lima itu.

Nggak, ini masih hari kedelapan. Cinta tumbuh karena terbiasa, Jisoo! Batinnya menyemangati diri. Padahal dia hanya disuruh menjaga Asahi, tapi lagaknya sudah seperti perempuan yang mau dijodohkan.

"Kenapa, Asa?"

"Asa diajak main cama Oci, Unkyu, cama Jiun," jawabnya dengan sedikit cadel. Maklum, namanya anak-anak.

Butuh beberapa saat bagi Jisoo yang bukan ahli bahasa bayi ini untuk mengerti siapa yang dimaksud Asahi. Tentu, Jisoo langsung menyetujui. Pekerjaannya sebagai editor freelance membutuhkan konsentrasi yang sayangnya tidak ia dapatkan selama kehadiran Asahi.

Tapi, sejak kapan sih dunia berjalan semaunya Jisoo? Terbukti dia baru membenahi satu paragraf dari novel yang digarapnya, sudah ada bunyi ketukan dari pintu depan.

"Iya—lho, Bang Jaewon?" kagetnya saat menyadari siapa yang mengetuk pintu.

"Halo, Jisoo!"

Ini Jaewon, tetangga sekaligus teman mainnya sejak kecil yang merantau jauh di luar kota. Melihat lelaki itu pulang kampung seolah jadi kejutan tersendiri bagi Jisoo.

"Mau ngapain?"

Kejutan sih, tapi Jisoo ini sudah nggak akur semenjak Jaewon jadi don juan dan nyakitin salah satu mantan teman Jisoo. Oh, ini bukan karena ada drama Jisoo ngebela mantan temannya itu kok, tapi Jisoo memang nggak suka saja sama lelaki yang suka tebar pesona seperti itu.

"Galak amat! Cuma mau nyampein lo diundang bukber sama emak gue di rumah. Sama bawa siapa tuh, keponakan lo ...?"

"Asahi."

"Iya. Emak gue kayanya suka lihat si Asahi ini."

"Itu kode lo disuruh nikah." Baru saja kalimat itu keluar mulut, Jisoo langsung menyesal. Karena—

"Ngaca, lo juga udah disuruh nikah!"

Tuh, kan, pasti ujung-ujungnya Jisoo juga kena kalau membahas soal ini.

"Iya, nanti gue ke sana," katanya mengubah pembicaraan. "Ngomong-ngomong, lo sampai kapan di sini?"

"Sampai dapat jodoh. Udah ya, gue mau tebar pesona dulu," pamit Jaewon berjalan pergi meninggal Jisoo.

Sumpah, sudah setahun nggak bertemu ternyata Jaewon jadi lebih aneh dari yang Jisoo kira. Nggak mau ambil pusing, Jisoo kembali menyambung kegiatan mengeditnya. Cukup lama Jisoo terpaku serius menatap layar komputer hingga suara ketukan memecagkan konsentrasinya.

NgabuburitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang