16. Insiden Membatalkan Puasa

41 13 0
                                    

Hari ini matahari bersinar terlalu terang. Bahkan suhu sudah mencapai tiga puluh derajat selsius. Kedua kakak beradik—kembar, Yunseong dan Yeonhee terkapar tidak berdaya di ruang tamu. Yunseong dengan kaki di atas sofa dan badan yang berada di lantai untuk bersentuhan langsung dengan keramik yang ia anggap sarana pendingin tubuh. Sedangkan Yeonhee hanya duduk biasa di atas sofa.

"Panas banget," keluh Yeonhee. "Lagian, kenapa sih mama suka banget nyuruh kita buat nganterin katering ke tetangga."

"Kalau bukan kita, siapa lagi?" ujar Yunseong.

"T-tapi kan—"

"Tapi apa Yeon? Cuma nganterin itu doang, kamu ngeluh?" Yunseong mendudukan dirinya guna melihat saudara kembarnya. "Kamu harusnya bersyukur. Dari uang itu mama bisa memenuhi semua kebutuhan kita."

Yunseong kembali memberikan ceramah singkat. Yeonhee sudah sangat hapal dengan sifat saudara kembarnya itu. Ia merutuki dirinya sendiri karena melayangkan kata yang tidak seharusnya ia ucapkan.

"Bukan itu maksud gue." Yeonhee membangunkan tubuhnya. "Gue fine-fine aja. Tapi itu mama pasti nongkrong di pos satpam cuma buat nunggu om Johnny lewat."

Yunseong tidak bisa menyangkal ini. Mamanya memang tergila-gila dengan duda dua anak itu.

"Terus, gue harus gimana?" tanya Yunseong.

"Bang Yunseong," panggil Yeonhee tiba-tiba.

"Kenapa? Tumbenan lu manggil gue kek gitu." Yunseong mendapati sesuatu dari tatapan Yeonhee. "Lo mau bilang cinta ke gue, Yeon?"

Plukk! Bantal sofa mendarat mulus di wajah Yunseong. "Ngapain gue dilempar bantal?" keluh Yunseong sembari mengelus hidungnya yang terasa sakit.

"Kalau ngomong di-filter dulu. Ya kali gue suka sama abang sendiri."

Yunseong terkekeh pelan. Ekspresi kesal Yeonhee adalah salah satu kesukaannya dan menjahili Yeonhee adalah hobinya.

"Mau ngomong apa? Tumben wajah lo serius gitu.

"Apa Mama udah ngelup—"

"Yeon, kipas anginnya bagi dong!" Ia sangat ingin mengakhiri topik tentang mamanya yang membucin duda ganteng itu. Yunseong masih tidak bisa melupakan kecelakaan sepuluh tahun lalu yang harus merenggut nyawa ayahnya.

"Satu kipas anginnya kasih ke gue." Sambungnya lagi. Karena ada dua kipas angin yang Yeonhee kuasai.

Melihat respon kakaknya yang berusaha merubah topik pembicaraa, Yeonhee kembali menyandarakan dirirnya ke sofa dan memejamkan kedua matanya. Pura-pura tidak mendengar.

"Lo jangan pura-pura tidur Yeon. Gua tau kalau itu cuma pura-pura doang." Yunseong langsung mengambil kipas angin meja dan mengambil alih. Laki-laki itu lantas mendapat sedikit kelonggaran.

Yeonhee mendengus kesal. Ia masih tidak merelakan satu kipas anginnya diambil alih oleh kakaknya sendiri. "Bang, kenapa AC-nya gak diperbaiki aja, sih? Udah lebih dari tiga tahun bilangnya 'nanti-nanti' mulu."

"Tanya mama aja sana." Empat kata yang sungguh membuat Yeonhee mengurungkan niatnya. Ia kembali menyandarkan tubuhnya ke sofa berwarna maroon itu dan kembali memejamkan matanya.

Yunseong melirik arloji di tangannya. Waktu menunjukkan pukul satu lewat lima belas menit, yang artinya waktu zuhur sudah tiba. Yunseong berdiri dan menarik Yeonhee secara terpaksa.

"Lepasin Bang. Kenapa aku harus diseret?!" Yeonhee memberontak sebisanya. Namun nihil, tenaganya hanya tersisa dua puluh persen saja. Ia benar-benar sudah tidak berdaya.

"Shalat dulu. Siapa tau nanti rasa lelahnya sedikit berkurang." Yups! Laki-laki itu memang lebih berpikir positif dan bijak dari pada saudara kembarnya.

Sekarang mereka berdua sudah berada di tempat wudhu. Yunseong mempersilakan Yeonhee untuk melakukannya lebih dulu. Kali ini gadis itu hanya menuruti tanpa memberontak. Ia basuh kedua tangannya di alir yang mengalir. Namun tiba-tiba netranya menatap tajam ke air yang berada di kukungan kedua tangannya.

"Bang, kita buka puasa aja yuk!" ajak Yeonhee tiba-tiba. Yunseong menatap Yeonhe tanpa berkedip.

"Ngapain heh! Gak, gue gak mau," tolak Yunseong mentah-mentah.

"Kenapa gak mau? Sehari doang loh! Nanti bayar puasanya barengan."

Sungguh! Setan sudah merasuki Yeonhee. Gadis itu tidak kehabisan akal. Ia menggunakan semua cara agar kakaknya terhasut. Yunseong masih menolak mentah-mentah keinginan Yeonhee. Namun, ia juga manusia biasa yang bisa tergoda. Akhirnya Yunseong juga ikut mengambil air dengan kedua tangannya. Sedikit demi sedikit air itu hampir masuk ke dalam mulutnya, dan...

Jreett!

"Hebat ya, kalian! Ditinggal bentar malah begini?" Eunbi tiba-tiba datang entah dari mana. "Siapa yang ngajarin, hah?

"Ma, ampun Ma. Ampun." Baik Yunseong maupun Yeonhee keduanya mendapatkan jeweran di telinga. Tibalah saatnya mereka berdua saling salah-menyalahkan.

"Mama tanya, siapa yang ngajarin?" Eunbi menatap tajam pada kedua anak kembarnya. Yunseong dan Yeonhee, keduanya tidak berani sedikit pun mengangkat kedua kepalanya.

"SIAPA??" tanya Eunbi lagi dengan menaikkan nada suara.

Yeonhee bergidik dan menggaruk ibu jarinya. Salah satu kebiasaan yang ia lakukan ketika ketakutan. Karena memang ia yang menjadi tersangka utama kali ini. Yunseong yang menyadari itu langsung mengangkat kepalanya. Belum sempat ia bersuara, mamanya sudah mengirim sebuah chat pada Yunseong.

Tidak perlu. Mama tahu siapa yang salah. Yunseong menatap mamanya kebingungan.

"Siapa pun yang salah, mama harap kalian tidak pernah menguangi hal ini lagi."

Yeonhee masih tidak berani mengangkat kedua kepalanya.

"Kalian tahu keutamaan puasa di hari keenam belas?" ucap Eunbi sebelum melanjutkan penjelasannya. "Diambil dari kitab Shahih yang telah di-Tariq, yaitu kitab Fadhâil Al-Asyur Ats-Tsalâsah yang ditulis oleh Syeikh Muhammad Ali bin Husein bin Musa bin Babawayh, dikatakan bahwa ketika puasa di hari keenam belas, ketika di hari kebangkitan, Allah akan memberikan kalian enam puluh pakaian untuk dipakai, enam puluh unta untuk dikendarai dan awan yang akan mengiringi kalian dari sengatan matahari yang jaraknya hanya sejengkal itu," jelas Eunbi panjang lembar.

"Hari keenam belas?" tanya Yeonhee tiba-tiba.

Eunbi tersenyum hangat. "Iya, sekarang sudah hari keenam belas. Itu artinya kita sudah kehilangan setengah puasa ramadhan."

Yunseong dan Yeonhee menangguk paham. Seperti inilah sifat mamanya. Meski Eunbi sering membucin Johnny dan juga seorang janda yang memiliki anak kembar, ia tetap mengetahui batasannya sebagai makhluk Tuhan.

"Oke! Sekarang mama mau keluar lagi." Eunbi bangun dan berlenggang pergi menuju pintu.

"Mama mau ke mana?" tanya Yunseong.

"Ke post satpam di depan komplek."

Baik Yunseong dan Yonhee, mereka berusaha menganggap tidak ada yang terjadi dan tidak mendengar apa-apa. Keduanya lekas melanjutkan aktivitas yang tadi sempat tertunda dan melangsung shalat zuhur berjamaah—berdua.

 Keduanya lekas melanjutkan aktivitas yang tadi sempat tertunda dan melangsung shalat zuhur berjamaah—berdua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
NgabuburitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang