Di hari kedua puluh tujuh bulan Ramadhan, Ryujin dan Kirin masih setia menanti keajaiban ayah mereka pulang sebelum waktu berbuka. Dua remaja kelas akhir SMA itu duduk di depan rumah bersama Lucas. Padahal Lucas biasanya ogah sekali menempel perempuan sampai digeleyoti kaya sekarang. Demi teman sejak kecilnya yaudah gak apa-apa. Hitung-hitung latihan. Siapa tahu dia kelak punya dia istri dua, ya 'kan? Tolong iyakan saja biar Lucas senang.
"Gue bingung deh, Cas," kata Kirin memulai obrolan. "Ayah gue tuh sayang gak sih sama gue dan Ryu? Kok gak pernah di rumah lama-lama ...."
"Mana gue tahu, Rin. Kan bapak lo bukan bapak gue," sahut Lucas asal yang mana dihadiahi jitakan keras di kepalanya oleh tangan Ryujin. "Ryu, gila ya lo?! Kalo gue amnesia gimana?!"
"Gak mungkin, otak lo tuh gak ada isinya gimana ceritanya bisa amnesia."
Sungguh jahat mulut berbisa Ryujin. Pantas gadis berambut sebahu itu kerap disapa Nyai oleh kawan-kawannya baik di sekolah juga di kompleksnya. Kelakuannya memang mirip Nyai Blorong.
"Yeu, anjir," cibir Lucas kesal. "Eh, tapi ayah lo suka nyebut gak kaya doi lagi sebel sama apa atau punya masalah apa gitu ke lo berdua?"
"Gak pernah, seringnya ngasih tau jangan gini-jangan gitu."
"Wah, itu sih berarti alasannya udah jelas, Neng." Remaja lelaki berperawakan tinggi besar itu menunjuk Ryujin dan Kirin bergantian, matanya yang besar melotot. "Ayah lo sebel sama kelakuan lo berdua makanya gak betah di rumah."
"Percuma banget nanya si Lucas, Rin. Mending kita ke Bude Bomi aja yuk."
"Ngapain? Kan puasa," seloroh Lucas curiga. Bukannya apa, puasa tahun kemarin Ryujin dan Kirin budi alias buka diam-diam di warung Bude Bomi ditemani berita hangat komplek nan menggugah jiwa julid insan haus gosip. "Awas lo pada kalo budi lagi, gue aduin Om Jojo!"
Kirin mengusap wajah Lucas dengan kasar. "Berisik lo!"
✨✨✨
"Oh, jadi bapak kalian jarang pulang? Ngono toh?" Bude Bomi dengan logat Jawa yang kental menanggapi curcol atau curhat colongan si kembar di tengah kegiatan mengulek sambal. "Mbok yo ditakon wae."
"Bude, kok ayah ditakol sih?" protes Ryujin bingung. "Makin marah dong!"
Bude Bomi menghela napas. Harus sabar menghadapi anak-anak remaja model Ryu dan Kirin. Apalagi di bulan suci begini. "Maksud Bude, ditanya aja ke bapak kamu kenapa gak mau pulang cepet, begitu."
"Udah, Bude. Tapi, ayah selalu mengalihkan topik persis pacar gak mau ketauan selengki," sahut Kirin sebal, bibirnya terlipat. "Oh, selengki itu selingkuh ya. Takut Bude gak tau hehe."
"Kalian sering bikin bapak kalian marah ora?"
"Ayah gak pernah marah, Bude."
"Wuoh!" seru Bude Bomi heboh. "Ancen gendheng buapakmu mben ora nesu karo awakmu!"
Jujur, Ryujin dan Kirin gak paham bahasa Jawa. Tapi, kali ini Ryujin yakin Bude Bomi sedang mengatai mereka.
"Ayah beneran gak pernah marah, Bude. Ayah selalu sabar dan lembut sekali pun nasihatin kita!"
"Kok iso?"
"Yo iso dong, Bude!" balas Kirin modal nekat. "Makanya aku sama Ryu bingung, kenapa ayah selalu pulang telat."
Ditinggalkannya ulekan dan sambal yang belum selesai dibuat, Bude Bomi berusaha fokus memikirkan apa kiranya penyebab Johnny Suh bapaknya Kirin dan Ryujin tidak pulang cepat. "Kalian pernah liat bapak kalian nangis ora?"
"Nangis?"
Kepala Bude Bomi terangguk. "Iyo, mewek atau keliatan sedih atau gak bergairah. Pernah ora?"
