29. Cerita Mudik

28 7 0
                                    

Setelah banyak konspirasi semesta yang timbul belakangan ini, akhirnya hari ini Hani bisa berangkat mudik bersama Lucas dan Xiaojun. Masih ada beberapa jam sebelum mereka berangkat, tapi Hani sudah sibuk mengomando dua babunya untuk mengangkut barang ke mobil.

"Lucas! Lo angkat koper yang besar," perintah Hani menunjuk sebuah koper yang dihindari Lucas, "kasian Xiaojun kalau ketiban."

Xiaojun menertawai nasib naas Lucas yang memiliki badan lebih besar darinya. "Semangat, Cas. Gue mau ngajuin diri, tapi pahala gue udah lebih banyak dari punya lo." Xiaojun menepuk bahu kanan Lucas dan beralih mengangkat sebuah kardus berisi oleh-oleh untuk keluarga di kampung.

"Kak, sumpah lo kejam banget. Gue adik kandung lo, tapi lo lebih perhatian ke Xiaojun, adik sepupu lo," keluh Lucas.

"Gak usah drama. Lo kira gue gak tau ulah lo di pohon mangga rumah triplets." Triplets yang dimaksud adalah Junkyu, Yoshi, Jihoon anak penghuni rumah nomor 20.

"Becanda doang itu, Kak," sahut Lucas sekenanya.

"BECANDA DARI MANA?"

Lucas terkejut akibat suara Hani yang tiba-tiba meninggi. Belum lagi kuping sebelah kanan Lucas jadi korban. "KENAPA HARUS PAKE TERIAK SIH?!"

Teringat sedang puasa, Hani mencoba menahan rasa ingin memukul dan memusnahkan Lucas untuk saat ini. "Lo kalau mau becanda, kira-kira ya. Anak orang lo dudukin di atas pohon mangga depan rumahnya, kalau jatuh gimana? Mau tanggung jawab lo?"

"Kok jadi gue yang salah? Itu idenya Ryujin padahal."

"Kenapa lo nurut aja? Harusnya lo lebih tua dari mereka, lo itu ngajarin yang baik, bukan malah ikutan. Untung keburu mama mereka liat dan langsung diturunin. Kebayang gak kalau mereka jatuh? Mau tanggung jawab gimana?"

"Iya, iya. Maaf deh."

"Gak usah minta maaf. Lo mintanya gak ikhlas, percuma juga."

"Lo maunya gue gimana? Gue minta maaf malah lo katain."

"Gue maunya gimana? Gue maunya lo kayak Namjoo yang pinter, sopan sama orang-orang, terus–"

"Stop! Gue udah muak sama Namjoo standarnya ibu-ibu komplek. Please, kakak gak usah ikut-ikutan."

"Lo tuh ya, dikasih tau yang baik, ngelawan terus. Gue usir dari sini juga lo lama-lama."

"Enak aja main usir, ini rumah punya papa ya, seenak jidat lo aja mau ngusir gue."

"JAWAB AJA TERUS."

"Lagian kalau kemarin disuruh tanggung jawab, gue mau-mau aja. Tinggal nyari cewe buat nikah, langsung gas–"

Hani melempar kotak tisu yang ada di depannya untuk memotong ucapan Lucas yang nyeleneh. Sialnya kotak tisu tersebut tepat mengenai bagian belakang kepala Lucas.

"Apa?" ketus Hani saat Lucas akan membuka mulut.

"Lo kalau mau marah gak usah pake lempar barang segala dong. Otak gue ini isinya aset negara." Lucas mengusap bagian kepalanya yang terasa berdenyut.

Untungnya Xiaojun datang dan berhasil memotong pertengkaran tidak penting kedua sepupunya itu. "Kak, mama gue nitip beli sirup buat lebaran nanti," ucapnya.

"Loh? Emang di sana gak ada yang jualan sirup? Kok tante malah nitip?" tanya Hani keheranan.

"Mahal di sana, Kak. Yang jualan pada naikin harga karena banyak peminat," jawab Xiaojun.

"Kita berangkat sekarang aja deh kalau gitu. Udah pada beres kan?"

Xiaojun mengangguk, sedangkan Lucas entah dari kapan sudah menghilang dari sana.

"Cas. Lo yang nyetir," perintah Hani begitu melihat batang hidung Lucas yang baru saja balik dari mengangkat koper besar tadi.

Hani melempar kunci mobil pada Lucas. Refleks, Lucas menerima begitu saja kunci mobil kakaknya. "Kakak aja kenapa sih? Dari tadi merintah mulu, gak ada pergerakan."

"Kalau gue yang nyetir, lo mudik pake bus. Mau lo?"

"Gue aja sini yang nyetir." Xiaojun mengajukan diri untuk menyetir. Lebih baik dibanding melihat pertengkaran yang tak habis-habis antara Hani dan Lucas.

Lucas segera mengoper kunci mobil kepada Xiaojun sebelum anak itu berubah pikiran. "Makasih, Jun. Lo emang terbaik."

"Emang gue baik. Jadi, sebagai balasan rasa terima kasih lo, tolong beliin gorengan Mbak Bomi 10 ribu buat kita buka nanti."

"Lo pantang bener dipuji, langsung ngelunjak," sungut Lucas.

Walau dengan perasaan kesal, Lucas tetap pergi membeli gorengan di lapangan depan rumahnya. Untung saja selama bulan Ramadhan, Bomi jualannya di lapangan. Kalau di rumah Bomi, sudah dipastikan Lucas akan menolak untuk berjalan jauh demi gorengan. Tapi, lain cerita untuk godain anak gadis atau janda. Sampai ujung dunia juga akan Lucas tempuh demi tambatan hati.

***

Lucas yang paling terakhir keluar dari rumah karena mau mastiin semua alat elektronik sudah dalam keadaan mati. Xiaojun nyaranin Lucas buat hidupin lampu teras biar malam tetap terang walau mereka gak di rumah dan biar tetangga juga gak parno liat rumah gelap mereka di malam hari.

"Uda beres semua, berangkat kuy." Lucas menirukan salah satu ucapan model iklan kopi di televisi. Katanya sih mirip dia, tapi dia versi lebih ganteng.

Lucas mengambil duduk di samping Xiaojun, supir mudik kali ini. Sedangkan Hani masih di samping mobil dengan tatapan menuju ada salah satu rumah.

"Woi, Nek! Buruan naik. Mau lo liat sampe kebakaran itu rumah?"

Hani mendengus setelah mendengar ucapan adik kurang ajarnya. "Berisik lo." Hani memutuskan naik ke mobil agar mereka bisa cepat berangkat.

Hani melihat ke rumah Aron, mantan terindah Hani. Keduanya putus sekitar dua tahun yang lalu akibat perbedaan keyakinan. Orang tua Hani dengan tegas menentang hubungan antara Hani dan Aron.

Umur pacaran mereka hanya 2 bulanan, tapi sampai sekarang Hani masih ingat tanggal jadian hingga tanggal putus mereka. Lucu ya, manisnya pacaran cuma 2 bulan, pahitnya 2 tahunan. Putusnya mereka mungkin dilakukan secara baik-baik, tapi tidak bagi Hani setelah mengambil keputusan berpisah. Lucas masih ingat gimana dramanya Hani waktu itu sampai terpaksa dia dan Xiaojun harus ninggalin kos untuk tinggal bersama Hani.

Pernah Lucas sarankan untuk ngekos aja dari pada harus ngeliat Aron tiap hari, tapi Hani beralasan rumah ini nanti gak ada yang jagain. Siklus move on Hani itu begini, hari ini bulatin tekad untuk move on, besoknya disapa dan baper lagi, gitu aja terus sampe Xiaojun alisnya tipis.

Balik lagi ke squad mudik yang lagi terjebak macet.

"Alamat buka pake gorengan sama teh pucuk ini mah," cetus Lucas melihat kemacetan yang terjadi.

"Karena lo berdua kita telat mudik, jadi gak usah protes," tuduh Hani.

Seminggu yang lalu harusnya mereka sudah mudik, tapi batal karena Lucas dan Xiaojun masih ada urusan sebagai aktivis kampus. Biarlah mereka telat dari pada adik-adiknya lari dari tanggung jawab.

 Biarlah mereka telat dari pada adik-adiknya lari dari tanggung jawab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
NgabuburitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang