3. 'Still Trying To Be Okay' Mission

429 48 5
                                    

Pesawat bergerak perlahan menyusuri apron menuju ke jalur terbang. Pandangan Ale tertuju pada jendela kecil di samping kursinya. Namun, dia tidak sedang melihat apa yang terjadi di luar sana. Pikirannya lebih dulu mengambil alih kesadarannya. Dia sedang mengulang kembali peristiwa tadi pagi ketika akan berangkat ke bandara. Sepintas, Ale melihat Andra sedang menatapnya dari kejauhan. Laki-laki itu tampak berdiri sekitar tiga rumah dari rumahnya. Namun, saat Ale mengulangi pandangannya, dia tidak menemukan siapapun.

Apakah dirinya sedang berhalusinasi? Tapi, kenapa seperti nyata?

Ale menggigiti kuku jarinya sendiri, sembari terus menanyakannya di dalam hati. Namun, semakin keras dia menyangkal penglihatannya, hatinya justru semakin yakin kalau orang yang menatapnya tadi benar-benar Andra. Ada yang langsung terasa bergetar di dalam dadanya saat pandangan mereka bertemu, namun langsung sakit ketika dia tidak menemukannya lagi dalam pandangannya.

“Sedang apa, Le?”

Suara Karen menggugah Ale dari lamunannya. Dia sampai tidak sadar kalau pesawat sudah take-off. Satu tangannya melepas sabuk pengaman.

“Tidak.” Ale menggelengkan kepalanya seraya tersenyum saat menatap Karen. Tidak mungkin akan menceritakan apa yang mengganggunya karena dia sudah berjanji untuk menghapus kesedihannya. Berusaha menjadi baik-baik saja dan yakin akan menyembuhkan luka di hati. Jika dia bercerita melihat Andra, maka Karen akan menganggap misinya sia-sia.

Karen hanya tersenyum tipis menanggapinya. Dia membuka lembaran buku yang dibawanya tadi.

Ya. Semua orang punya kebiasaan sendiri-sendiri saat naik pesawat. Ada yang senang membaca buku, majalah atau koran. Ada yang menyumpal telinga dengan earphone dan mendengarkan musik favoritnya. Ada juga yang memilih memejamkan matanya. Dan Ale memilih opsi terakhir karena dia merasa sangat lelah. Seharian ini dia harus pindah-pindah tempat untuk kunjungan debitur. Badannya sudah seperti dipukul kayu berkali-kali. Dia menggeser posisi duduknya agar nyaman saat memejamkan mata. Samar-samar, Ale bisa mendengar Karen yang sedang berbicara dengan Bara. Mereka berdua cepat akrab meski baru bertemu kedua kalinya hari ini.

“Senang baca buku self healing?” tanya Bara saat melihat sepintas buku yang dibaca Karen.

“Baru beberapa bulan ini.” balas Karen masih dengan mata yang terus bergerak dari satu kalimat ke kalimat selanjutnya.

“Hmm. Setiap orang selalu punya cara sendiri-sendiri menyembuhkan luka.”

Sudut bibir Karen tertarik ke samping. Dia menoleh pada Bara. “Tergantung seberapa besar luka yang ada di hati.”

“Seberapa besar lukamu?” balas Bara. Dia pun menolehkan kepalanya pada Karen, sehingga sekarang kedua mata mereka saling menatap lekat dan begitu dekat.

Karen terpaku sesaat hingga matanya sedikit membulat, namun akhirnya meredup dan berpaling. Dia memilih menatap bukunya lagi, meski tidak lagi membaca kalimat yang tertulis di dalam buku. Dia hanya sedang mengalihkannya dari tatapan Bara yang terasa menusuknya.

“Rahasia.”

“Jadi kalian berdua sedang dalam misi menyembuhkan luka sekarang?” Bara masih bertanya lagi.

“Hmm. Kamu sendiri?” Karen balik bertanya. Dia tidak mau terus-terusan diserang Bara dengan pertanyaan.

“Aku mengantar Ale.”

Pandangan Karen berpindah pada Bara. Dia sekarang menatap Bara yang sedang fokus pada layar ponselnya, meski sedang dalam mode pesawat.

“Maksudku, pernah terluka?”

Jari Bara yang sedang menggeser-geser layar terhenti, tepat pada foto pernikahannya dengan Zoe. Bibirnya kemudian tersenyum. Dia menoleh pada Karen dan menggeleng.

A Long Way To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang