23. Yang Mencinta, Yang Mematahkan

364 53 3
                                    

Langkah kaki Karen lemah menuruni tangga, menuju ke halaman depan kantor. Bukan karena dia malas pulang, tetapi seharian dia melakukan banyak hal untuk menyelesaikan pekerjaannya yang terbengkalai selama dia ijin sakit. Tubuhnya yang masih dalam masa pemulihan jadi mudah lelah dan sekarang dia benar-benar ingin merebahkan badannya.

Matanya kemudian menemukan mobil Bara yang terparkir di halaman depan. Laki-laki itu memang sudah mengirim pesan beberapa menit lalu kalau dia sudah sampai di depan kantornya. Karen melangkah menuju mobil dan langsung masuk ke sisi penumpang. Dia tersenyum tipis pada Bara, saat melangkah masuk.

“Ini.” Bara mengulurkan kaleng berisi susu pada Karen yang langsung mengerutkan kening. Kenapa tiba-tiba susu steril?

“Nggak usah terkejut. Aku tahu kamu kerja keras hari ini.” tambah Bara sembari menjalankan mobil meninggalkan halaman kantor.

Seringai senyum tampak di bibir Karen. Dia meletakkan berkas yang tadi dibawanya di pangkuannya, lalu mulai membuka kaleng susu. Ia meminumnya hingga separuh. “Thanks.”

Bara tidak menyahut. Dia masih menatap lurus pada jalanan yang cukup ramai.

“Kamu tidak ada jadwal rumah sakit malam ini?”

Bara hanya menggeleng. Matanya bahkan tidak melirik sedikitpun pada Karen.

“Ada yang kamu pikirkan?” tanya Karen lagi. Dia merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Bara beberapa hari ini, karena laki-laki itu lebih banyak diam.

“Kita bicara nanti saja.”

“Kapan?”

“Sambil makan.”

“Mau makan dimana?”

Bara mengangkat bahu. “Kamu mau dimana?”

Mendapat pertanyaan balik dari Bara, Karen malah mendesah. Dia juga tidak tahu harus makan dimana. Otaknya sepertinya juga terlalu lelah jika harus dipaksa memikirkan tempat makan. “Terserah kamu.” Akhirnya hanya itu yang keluar dari mulut Karen.

Bara tidak membalasnya. Dia masih menatap lurus saja pada jalanan, Entah kemana dia akan membawa mobilnya malam ini. Pikirannya juga sedang terbang ke banyak tempat. Memikirkan beberapa pertanyaan dan mencoba memprediksi seperti apa respon Karen setelah mendengar ceritanya setelah ini. Apakah dia akan baik-baik saja? Atau dia akan melarikan diri lagi darinya seperti yang dulu dilakukan?

Sekilas, dia melirik pada perempuan di sebelahnya yang sedang menyandarkan kepala ke sandaran kursi. Matanya tampak terpejam. Entah benar-benar tidur atau dia hanya ingin memejamkan mata saja karena terlalu lelah.
Hingga akhirnya, mobil berhenti tepat di depan rumah Bara.

“Kok ke rumahmu?” tanya Karen yang langsung membuka mata ketika merasakan mobil mulai berhenti.

“Katanya terserah.” Bara mematikan mesin mobil, lalu melangkah turun. 

Mau tidak mau, akhirnya Karen juga ikut turun dari mobil. Dia membawa tas tangannya dan berkas-berkas yang dibawanya dari kantor, berjalan mengikuti Bara memasuki rumah.

“Kamu mandi dulu saja, ren. Ada bajunya Ale di tempat biasa.”

Karen tidak menjawab apapun. Dia hanya berjalan menuju tangga, menaikinya hingga sampai di kamar yang berada di ujung. Menurut Bara, itu adalah kamar Ale, letaknya tepat bersisihan dengan kamar yang biasa Bara tempati. Langkah kaki Karen langsung terhenti, ketika matanya menemukan sesuatu di dalam kamar Bara yang pintunya sedikit terbuka. Meski tidak bisa melihat keseluruhan, tetapi Karen bisa menyimpulkan ada beberapa koper yang berjajar di sudut ruangan. Sesuatu menggerakkannya untuk membuka pintu sedikit lebih lebar. Dia melongok ke dalam kamar. Tampak beberapa baju masih menumpuk di tempat tidur dan ada satu koper yang masih terbuka.

A Long Way To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang