Hembusan angin terasa dingin di kepala yang sedang panas dan penat. Sisa-sisa hujan pun masih terlihat di dedaunan. Genangan air terlihat di beberapa tempat di atas rooftop. Langit pun masih mendung, seolah siap untuk menurunkan hujan lebat untuk kedua kalinya.
Karen berdiri di ujung pagar pembatas rooftop. Matanya menerawang ke atas langit yang tampak abu-abu. Tidak ada bekas sinar matahari sama sekali. Pundaknya sedikit basah karena sisa-sisa hujan yang menetes dari dedaunan dan mengenai kemeja yang dipakainya. Namun, dia sama sekali tidak mengindahkannya. Pikirannya terlalu larut pada apa yang membawanya ke tempat ini beberapa menit lalu. Tangannya pun masih meremas kertas yang membuat semua harapan yang sudah ditanamkan di hatinya, pupus.
Sebuah rangkulan dan tepukan lembut di pundaknya, membuatnya menoleh. Dia menemukan Ale berdiri di sampingnya, sembari tersenyum tipis. Matanya mengisyaratkan kalau dia memahami apa yang dirasakannya sekarang.
“Semuanya akan baik-baik, ren.” Ucap Ale lembut. Tangannya masih menepuk pelan pundak Karen.
Tidak ada balasan dari bibir Karen. Dia memilih memalingkan wajahnya dari Ale, menatap lagi dedaunan yang bergesekan karena hembusan angin, membuat sisa-sisa air menetes ke tanah.
“Pasti rasanya sangat sakit. Ketika realita tidak seperti ekspektasi.”
Karen menggeleng. “Bukan sakit. Aku mungkin sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini. Tapi, ada yang sangat mengganjal di hatiku sekarang. Dan aku tidak tahu bagaimana mengungkapkannya.”
“Itu kecewa. Saat apa yang sangat kamu harapkan, tidak terjadi. Meskipun kamu sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk, tapi rasanya tetap kecewa.” Balas Ale. Dia tahu betul bagaimana rasanya berada di posisi kalah. Bukan karena ada yang menang, tapi karena menggantungkan sesuatu pada tempat yang salah.
“Maybe.” Hanya itu yang keluar dari mulut Karen. Dia melamun lagi. Otaknya sedang memutar ulang peristiwa beberapa jam lalu, saat menerima selembar kertas dari divisi Human Capital. Surat yang selama beberapa bulan ini ditunggunya, tetapi ketika benar-benar datang malah tidak seperti yang diharapkannya. Posisi barunya sebagai Asisten manajer di Jogjakarta membuat semua harapan yang digantungkannya selama beberapa bulan ini lebur begitu saja. Rasanya, seperti menggantungkan baju pada tempat yang justru membuatnya kusut, setelah bersusah payah menyetrikanya.
“Apa rencanamu setelah ini?” tanya Ale, saat mereka berdua akhirnya sudah duduk di bangku besi yang masih sedikit basah karena bekas hujan. Pandangannya menatap lurus pada pemandangan genting rumah-rumah di sekitar kantornya.
“Apalagi? Menjalani posisi baru.”
Ale menghela napas. Dia masih memikirkan kata-kata terbaik untuk menanyakan apa yang sejak tadi melintas di pikirannya. Namun, dia takut jika pertanyaannya justru menambah kegalauan orang di sebelahnya. Dia tahu dengan pasti, apa yang akan ditanyakannya itu adalah sesuatu yang membuat Karen galau sejak tadi.
“Lalu, rencana yang sudah kamu pikirkan beberapa waktu lalu?” Ale memilih untuk melemparkan kalimat-kalimat pancingan. Dia pikir, Karen akan tahu kemana arah pembicaraannya.
“Aku tidak tahu. Apa yang aku rencanakan itu akan terjadi jika aku ditempatkan di Jakarta. Ternyata, realitanya beda. Aku tidak tahu lagi.”
“Mungkin, Tuhan ingin kamu berjuang sedikit lagi.”
Karen menyeringai. Haruskah dia berbuat sejauh itu? Bukankah posisi di Jogjakarta ini seperti jawaban dari Tuhan kalau jalannya tidak lagi bersinggungan dengan Bara? Dia merasa sangat pesimis sejak menerima surat itu.
“Aku pikir tidak begitu. Aku pikir ini jawaban yang sebenarnya.”
Ale menggeleng kuat. Dia menggeser duduknya sehingga langsung menghadap ke arah sahabatnya. “Tidak ada sesuatu yang mudah seperti sudah disajikan untuk kita di dunia ini, ren. Kamu harus mau berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang kamu inginkan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
A Long Way To You
Любовные романыKehilangan Andra adalah kehilangan besar bagi Alessandra. Meski dia terus berusaha menyisihkan lukanya, namun dia justru berakhir merindukannya. Hingga, Abimana datang ke dalam hidupnya. Memberi warna baru ke dalam hidupnya dengan cara yang tidak te...