Sebuah kebaya putih dengan mutiara - mutiara kecil menempel di beberapa bagian kebaya, tampak melekat indah di tubuh Ale. Kebaya yang sangat indah, batin Ale. Dia merasa kagum saat melihat gambar dirinya dari balik pantulan kaca. Setiap detailnya terlihat indah dan lebih dari ekspektasinya. Kebaya akad nikah ini memang dipesan khusus oleh Mamanya Abimana dari seorang fashion desainer langganannya.
“Kamu cantik banget, Le.” Ucap Abimana yang berdiri di belakang Ale. Dia tampak takjub melihat kecantikan calon istrinya saat mencoba kebaya yang akan dikenakan saat akad nikah.
Bibir Ale mengembangkan senyum, mendengar pujian dari Abimana. Dia membalikkan badan, sehingga tepat berhadapan dengan Abimana yang juga sedang memakai beskap warna putih. “Kamu juga ganteng.”
Spontan, Abimana tertawa. “Kalau bajunya cowok, ya sama saja.”
“Tetap saja. Calon suamiku memang OK.” Ale mengacungkan jempolnya. Senyumnya semakin lebar.
“Foto dulu, bi. Tadi Mama pesan untuk mengirim foto hasilnya.” Ale mengulurkan ponselnya pada Abimana yang langsung menerimanya dan memotret Ale. Bibirnya tersenyum melihat wajah Ale dari balik kamera ponsel. Dia tidak menyangka kalau dia benar-benar akan menikah dengan perempuan yang berhasil membuatnya jatuh cinta untuk pertama kali.
“Kenapa senyum-senyum sendiri?” Ale memperhatikan wajah Abimana yang sedang tersenyum sendiri. Namun, Abimana hanya menjawab dengan gelengan, lalu mengembalikan ponsel Ale.
Suara dering ponsel Abimana menginterupsi kebersamaan mereka. Dia melihat sekilas layar ponsel lalu menggeser layar. Kakinya melangkah menjauh dari Ale.
Sementara Ale hanya bisa tersenyum tipis, melihatnya. Pasti dari kantornya, batinnya. Sejak dia sakit, Abimana memang tidak pernah pergi ke luar kota lagi, apalagi Malaysia. Dia selalu menemani Ale kemanapun pergi. Berangkat ataupun pulang kerja juga selalu diantar. Mereka juga mengurus segala kebutuhan pernikahan bersama. Meski sesekali, Abimana tampak memasang wajah marah setelah menerima telepon dari perusahaannya. Sempat Ale mendengar, ketika dia memarahi karyawannya. Entah apa yang terjadi di sana, namun Ale bisa menyimpulkan kalau Abimana dan Rachel berselisih pendapat mengenai produk yang akan diluncurkan bulan ini.Abimana kembali setengah jam kemudian. Lagi-lagi, wajahnya tampak muram. Tetapi, dia selalu berusaha menutupinya dari Ale.
“Ada apa, bi?” Akhirnya Ale memberanikan diri untuk menanyakannya saat mereka berdua sudah sama-sama di dalam mobil, dalam perjalanan ke rumah.
“Tidak apa-apa, Le. Cuma beda pendapat saja dengan orang kantor.” Seperti biasa, Abimana selalu memilih untuk bungkam tentang pekerjaannya. Mungkin, dia tidak ingin menambah beban pikiran calon tunangannya. Atau dia selalu berpikir kalau tidak ingin membawa urusan pekerjaannya ke dalam kehidupan pribadinya.
“Aku boleh berpendapat?” tanya Ale kemudian.
Abimana menoleh sekilas. Tidak biasanya, Ale bertanya seperti itu. Tapi, dia memilih untuk mengangguk saja.
Sebelum mengatakannya, Ale menarik napas panjang dulu. Berharap di dalam hati, kalau apa yang akan dikatakannya tidak akan membuat Abimana tersinggung.
“Bi, kalau urusan pekerjaanmu ini memang membutuhkanmu untuk berada di sana, aku tidak keberatan, kok. Kamu pergi saja dan menyelesaikannya. Toh, semua kebutuhan pernikahan sudah selesai 90%.”
Abimana menoleh sekilas pada Ale. Dia berusaha tersenyum, meski tipis. “Tidak apa-apa, Le. Aku bisa handle lewat telepon.”
“Kamu yakin? Karena dari apa yang aku lihat, kamu memang perlu kesana, bi.”
Abimana tidak menyahut. Bibirnya mengatup rapat, sementara keningnya mengerut. Jelas, ada banyak hal yang sedang dipikirkannya.
“Bi, kalau bisa segera diselesaikan dengan kamu kesana, itu akan lebih baik daripada terus bermasalah saat pernikahan kita semakin dekat.” tambah Ale.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Long Way To You
RomanceKehilangan Andra adalah kehilangan besar bagi Alessandra. Meski dia terus berusaha menyisihkan lukanya, namun dia justru berakhir merindukannya. Hingga, Abimana datang ke dalam hidupnya. Memberi warna baru ke dalam hidupnya dengan cara yang tidak te...