Jam pelajaran terakhir kini tengah berlangsung di kelas IPA-1, semua murid masih berkutat pada buku dan bolpoinnya masing-masing. Usut punya usut, mereka kini tengah mengerjakan ulangan harian Fisika. Berhubung, Navya Azura adalah murid pintar, dia berhasil menyelesaikan ulangan tersebut paling awal.
Setelah menyimpan bolpoinnya ke dalam tempat pensil, Navya beranjak dari duduknya dan melangkahkan kaki untuk menuju meja guru.
"Udah selesai, Navya?" tanya Bu Nanda, selaku guru yang bertugas.
"Sudah, Bu." Navya mengangguk ramah, ia menyimpan selembaran kertas itu. Dan kembali berbalik badan. Menuju kursinya dan kembali duduk saat telah sampai.
"Kamu bisa pulang paling awal, Navya. Silahkan." Bu Nanda mempersilahkan. Anggap saja, reward yang memang pantas Navya dapatkan.
Dengan senang hati, Navya mengemasi peralatan sekolahnya. Setelah berpamitan dengan Bu Nanda, ia langsung keluar.
Enak banget sih jadi Navya, batin Michelle yang sedari tadi sibuk mengamati gerak-gerik temannya yang kini sudah hilang dari pandangannya.
"Aku ke kelas Raga aja, deh." Dengan langkah pendek, Navya melangkahkan kakinya menuju kelas 12 IPA-2.
Saat kakinya berhasil mendarat di tempat tujuan, rupa-rupanya kegiatan belajar mengajar masih berlanjut. Navya memutuskan untuk duduk di salah bangku besi panjang tak jauh dari kelas Raga. Gadis itu bergumam kecil, menghafalkan rumus-rumus baru dari pelajaran fisika tadi.
Kring!!
Bel pulang nyaring berbunyi. Bel yang mampu membuat sorakan riuh bermunculan ke permukaan. Navya sontak berdiri, menatap satu persatu murid yang keluar dari kelas Raga. Hingga, tatapannya berhenti saat ternyata Raga yang kini keluar.
"Navya." Raga berucap sedikit terkejut.
Navya tersenyum. "Aku habis ulangan, terus bisa nyelesain paling pertama dan dapat reward pulang duluan. Makanya, aku nunggu kamu disini," jelasnya.
Raga mengangguk sembari menggaruk alisnya yang sedikit gatal. "Kita langsung pulang ya?"
Navya mengangguk, tidak lama berselang Raga mengulurkan tangannya, dan Navya jelas menyambutnya dengan senang hati. Keduanya berjalan, saling menggenggam seperti biasanya. Hingga saat keduanya berjalan melewati Michelle dan Lily, Navya langsung mengulum senyum. Tidak lupa, ia melambaikan tangannya.
Michelle dan Lily hanya tersenyum lebar melihat kemesraan yang ditunjukkan Navya dan Raga. Rasanya, itu sudah biasa terjadi.
***
"Nav, mau bagi tugas sama gue nggak?"
Pertanyaan yang entah akan mengarah kemana itu, berhasil menyapa telinga Navya. Gadis yang kini tengah terdiam sebari melihat jalanan dari balik kaca jendela itu, sontak menoleh dengan kening berkerut.
"Bagi tugas apa, Ga?"
"Bagi tugas, kan gue cari uang, lo urus rumah sama urus gue, gimana?" Raga menjelaskan sembari sesekali menatap Navya sekilas.
"Iya Ga, tanpa kamu suruh pun, itu semua akan aku lakuin." Navya mengelus lengan Raga. "Aku tahu diri, Ga. Aku numpang hidup sama kamu."
"Nggak Nav, jangan bilang gitu. Lo sama sekali nggak numpang hidup sama gue," bantah Raga.
"Ga, kalau misalkan aku kerja separuh waktu, kira-kira kamu ijinin nggak?"
"Gak." Raga menjawab apa adanya. "Gue nggak akan biarin lo kerja, biar itu jadi tugas gue. Gue nggak mau lo kecapean, Nav."
Sadar atau tidak, pipi Navya memerah mendengar itu. Memang ucapan Raga sama sekali tidak unsur romantis yang kentara, namun ... ah, entahlah! Navya merasa bahwa Raga benar-benar cowok baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❝Navya itu seperti lilin. Dia rela membakar dirinya sendiri, demi menerangi hidup Raga.❞ Dijadikan pacar dengan lebel 'pembantu' oleh Raga? Navya tidak masalah. Dijadikan bahan pelampiasan amarah oleh Raga? Navya...