Masuk ke ruang BK jadi hari perdana bagi Raga dan Navya. Horor, begitulah suasana. Tak ayal, kenapa banyak murid yang terlihat sedikit kena mental jika sehabis keluar dari ruang BK. Raga dan Navya juga kena mental, padahal belum apa-apa. Bu Ambar---selaku guru BK saja belum melakukan interogasi. Bersama dengan Bu Siwi, Bu Ambar tengah berbincang-bincang sekarang.
"Tenang," bisik Raga. Menggenggam jemari Navya yang terlihat terkepal menahan takut.
Navya menoleh sedikit, tubuhnya bergetar hebat. Navya tidak pernah membayangkan bahwa dirinya akan masuk ke ruangan ini. Naya juga tidak menyangka, bahwa namanya akan terpampang di papan tulis, berjajar dengan para murid biang onar lainnya.
"Jangan takut, ada gue disini," Raga menyambungkan lagi. Membuat Navya menoleh sepenuhnya, sambil tersenyum.
Tidak lama berselang, Bu Ambar langsung duduk di kursi kebanggaannya, menyudahi kegiatan bincang-bincangnya dengan Bu Siwi. Di hadapan Raga dan Navya, Bu Ambar melayangkan tatapan datar namun mematikan.
"Jadi, benar kamu mencuri dompet Michelle, Navya?" Satu pertanyaan pertama itu, sukses membuat napas Navya tercekat.
Baru saja satu pertanyaan, mulut Navya rasanya kelu dan tak sanggup untuk berbicara satu patah katapun. Alhasil, Navya hanya bisa bergestur, ia menggeleng dengan pertanyaan Bu Ambar barusan.
"Kalau kamu tidak mencuri, kenapa dompet Michelle bisa ada di tas kamu?"
"Sa-ya j-uga enggak tahu, Bu. Dompet Michelle, tiba-tiba ada di tas saya," jujur Navya namun sayangnya, raut wajah Bu Ambar berkata lain. Wanita setengah baya itu seperti kurang percaya.
"Aneh kalau begitu," komentar Bu Ambar.
"Ini semua tipu daya muslihat Michi, Bu. Saya yakin, Michi yang masukkin dompetnya sendiri ke tas Navya." Raga menyambar, membuat atensi Bu Ambar terpanah padanya.
"Apa saya bertanya pada kamu, Raga?"
Raga langsung bungkam. "Jangan mentang-mentang Navya pacar kamu. Kamu jadi bisa wakilin dia buat bela diri. Tutup mulut, selagi belum saya tanya," kata Bu Ambar galak.
Navya meremas rok abunya kuat-kuat. Ia benar-benar ingin menangis ada di situasi dan kondisi seperti ini. Sitkon yang seolah memaksanya untuk mengaku. Mengaku kesalahan yang tak pernah ia perbuat. Jujur, Navya tidak ingin terlalu lama berada di ruangan ini. Ruangan cukup luas, namun terasa sempit. Ruangan ber-AC namun teras panas bagi Navya. Navya juga tidak ingin, Navya jadi terlibat dalam kasus ini.
"Saya tanya sekali lagi Navya. Apa kamu mencuri dompet Michelle?" Bu Ambar mengulang kembali pertanyaan awal, masih dengan nada sama. Tegas.
Deg! Navya bingung. Tapi, jika ia mempersulit keadaan, maka akan panjang urusannya. Dengan satu tarikan napas, Navya mengangguk.
"Iya Bu, saya mencuri dompet Michelle," jawab Navya kemudian.
Sukses membuat Raga menoleh dengan mata membelalak sempurna.
"Tapi Bu, Raga tidak ikut-ikutan perihal pencurian ini. Ini murni kesalahan saya sendiri. Raga tidak ikut andil, dia tadi hanya membela saya." Navya menjelaskan pelan.
"Nav?" Raga berucap sambil menggeleng tidak percaya.
"Maaf Ga. Aku pencuri, maaf udah bikin kamu malu," cicit Navya menunduk.
Bu Ambar berdeham, lalu mengusap wajahnya. "Tindakan kriminal, kamu akan kena hukuman berat!"
Final, apa yang dikatakan Bu Ambar itu sebuah final yang akan jadi hukuman untuk Navya. Dalam hati Navya menangis, namun dari luar ia berusaha tegar. Navya sengaja berbohong, Navya tidak ingin masalah ini terlalu berbelit-belit dan melibatkan Raga yang jelas-jelas tidak salah bergelut di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❝Navya itu seperti lilin. Dia rela membakar dirinya sendiri, demi menerangi hidup Raga.❞ Dijadikan pacar dengan lebel 'pembantu' oleh Raga? Navya tidak masalah. Dijadikan bahan pelampiasan amarah oleh Raga? Navya...