"Kita kabur berdua, Nav. Gimana?"
Navya menoleh, setelah bermenit-menit ia melemparkan pandang ke depan. Menohok, sangat. Kedatangan Raga yang tiba-tiba saja ke rumah kontrakannya saja sudah membuatnya kaget. Kini, penuturan cowok itu juga membuat Navya kian kaget.
"Gue enggak mau tunangan sama Michi, Nav. Gue cintanya cuma sama lo." Raga berucap parau, menggenggam erat jemari Navya yang sedari tadi tersimpan lemah di samping badan.
"Kita enggak bisa egois, Ga." Navya menepis. Melemparkan pandangan lagi ke depan. "Hidup itu harus bermetamorfosis. Kupu-kupu aja meninggalkan rumahnya, kenapa kamu enggak bisa ninggalin kamu?"
Raga terdiam. "Apa susahnya Ga? Apa susahnya bertunangan dengan Michelle?" lanjut Navya bertanya.
Gadis itu menoleh untuk kedua kalinya. Ia pastikan, ia akan tetap seperti ini. Tanpa lagi melemparkan pandang ke depan.
"Ga, ikuti apa kata papah kamu, ya?" Gadis itu meminta. Binaran harap di matanya terpancar kentara. "Tunangan sama Michelle, dan coba cintai dia. Seperti kamu mencintai aku," imbuhnya.
"Kenapa, Nav?"
Kedua alis Navya sedikit naik, namun tidak lama turun lagi. "Kenapa apanya?" tanya balik gadis itu.
"Kenapa lo enggak ngertiin perasaan gue sekarang?"
Deg! Pada dasarnya, bukan Navya yang tidak mengerti perasaan Raga. Namun, keadaan yang memaksa Navya untuk tidak lagi mengerti. Untuk lagi mengulas hidup Raga.
"Dimana Navya yang dulu? Yang selalu ngertiin Raganya. Yang selalu nurut, sama Raganya?" suara Raga bergetar hebat. Kelopak matanya memanas.
"Navya yang dulu lenyap, Ga." Navya menangis. "Mari kita sama-sama kita melupakan Ga. Karena pada dasarnya, enggak ada yang bisa ngertiin kamu, begitu juga sebaliknya. Yang bisa ngertiin kita, itu cuma diri kita sendiri."
Raga tertegun, entah sejak detik ke berapa air matanya jatuh.
"Selagi lagi aku bilang, jangan egois Ga. Hidup enggak selamanya, berputar hanya di kamu," ucap Navya.
Raga menarik senyum getir. "Jadi, Navya udah enggak cinta Raganya, ya?"
Pertanyaan itu, pertanyaan yang selama ini Navya terka. Navya cari jawabannya setiap malam. Navya benar-benar tidak tahu. Navya tidak tahu, apa sampai saat ini, ia mencintai Raga atau tidak.
"Enggak."
Kalimat itu lolos, kalimat jawaban dari pertanyaan Raga. Bukan Navya yang menjawab, melainkan Raga sendiri.
"Navya tidak lagi mencintai Raganya," kata Raga yakin.
"Mungkin...."
Navya buka suara lagi. Menyeka air matanya, lalu memanah Raga tepat di bola matanya.
"Mungkin, Ga. Mungkin aku enggak cinta kamu lagi. Atau mungkin, cinta aku bertambah?"
"Kalau memang bertambah, kenapa lo enggak mau pergi sama gue?" Lagi, Raga seolah mencecar. Mencari celah agar Navya mengiyakan.
"Kita enggak bisa memaksakan kehendak, Ga. Semesta udah memberi tanda, bahwa kita tidak bisa bersama. Lantas untuk apa kita pergi? Untuk saling menyakiti lagi?"
Hati Raga mencelos mendengar itu. Menyakiti. Satu kata yang terselip di kalimat panjang Navya, yang naasnya kini bahan pikiran Raga.
Apakah Navya kecewa karena Raga terlalu banyak menyakitinya? Entahlah, Raga tidak tahu. Yang Raga tahu, Navya selalu mencintai Raganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❝Navya itu seperti lilin. Dia rela membakar dirinya sendiri, demi menerangi hidup Raga.❞ Dijadikan pacar dengan lebel 'pembantu' oleh Raga? Navya tidak masalah. Dijadikan bahan pelampiasan amarah oleh Raga? Navya...