D U A P U L U H D U A

3.9K 278 2
                                    

"Jadi, selama ini semua kesusahan yang dialami Raga itu karena aku. Raga begini gara-gara aku. Harusnya, aku pergi. Supaya hidup Raga enggak susah." Navya bermonolog, di hadapan cermin.

Gadis itu tengah menyisir rambutnya dengan gerakan lemah. Wajahnya sedikit pucat, pagi ini, Navya benar-benar tidak bersemangat untuk ke sekolah. Navya ingin pergi saja rasanya. Pergi jauh dari kehidupan Raga.

Tapi, pertanyaannya hanya satu. Kemana Navya akan pergi?

Navya tidak punya uang sepeserpun. Di jaman seperti ini, tidak ada uang, maka tidak akan hidup.

"Nav, udah siap?" Navya terperanjat saat pintu kamarnya dibuka Raga.

Cowok itu siap dan rapih mengenakan seragam sekolahnya.

"Udah," jawab Navya sebari menyudahi kegiatan menyisir rambutnya.

"Ayo berangkat!" ajak Raga sebari mengulurkan tangan. Navya melangkah mendekat, menyambut uluran tangan Raga dengan baik dan berjalan beriringan dengannya.

"Nav, hari ini dan seterusnya, sementara kita berangkat sama pulang naik angkot dulu, ya?" kata Raga di sela-sela kegiatan melangkahnya.

"Iya Ga, gapapa kok. Aku tau, pasti mobil kamu ditarik kan sama papah kamu?"

Raga berdeham kecil, lalu mengangguk. Ia menggenggam erat jemari Navya, semakin mempercepat langkahnya agar cepat sampai di gerbang komplek dan naik ke angkutan umum.














Setelah mencegat mobil angkot berwarna biru, Raga dan Navya langsung naik. Keduanya memilih duduk di pojok, untungnya di dalam tidak terlalu berdesakkan. Jadinya, tidak terlalu pengap.

"Nav, nyaman enggak?" Kalimat pertanyaan itu lolos dari mulut Raga sesaat Navya tengah asyik menatap keluar jendela mobil angkot.

"Nyaman, Ga. Kenapa? Kamu enggak nyaman, ya?"

Raga menggeleng cepat. "Gue nyaman. Gue cuma takut, lo enggak nyaman aja. Biasanya kan, kita naik mobil pribadi bukan umum kayak gini," ucap Raga jadi merasa bersalah.

"Sama aja kok, Ga. Pergi kemana pun dan naik apapun itu, kalau sama kamu, aku nyaman," goda Navya membuat Raga mesem.

"Mas, pacarnya cantik ya." Salah wanita setengah baya di hadapan Raga dan Navya asal menceletuk.

"Iya Bu, pacar saya emang cantik. Saya aja beruntung miliki dia," kata Raga dengan ekor mata yang melirik Navya.

Pipi Navya sontak memerah mendengar itu. Ternyata, Raga tidak segan menggodanya di dalam angkutan umum seperti ini.

"Dijagain Mas, jangan sampe pergi Mbak cantiknya," sambung wanita setengah baya itu lagi.

"Siap 86, Bu!" Raga menghormat sigap, membuat Navya mencubit lengannya, malu.

"Ga, stop. Aku malu," cicit Navya cemberut.

"Malu atau salting?" bisik Raga terkekeh pelan.

"Dua-duanya!" bisik Navya membalas.

***

"Makasih ya, lain kali kalau ada barang ORI lelangan, gue mau beli dah, Ga!"

Raga tersenyum tipis. Karena butuh uang, ia harus melelang sepatu dan jam tangan yang ia beli di luar negeri dulu dengan harga murah.

"Ini juga makasih ya, Do!" balas Raga pada Edo---salah satu murid kelasan Navya yang menjadi pelanggan pertama barang lelang miliknya.

"Gue ke kelas ya, Ga," pamit Edo, Raga mengangguk.

RAGA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang