"Aku mau putus dan kamu harus pergi dari hidup aku."
Deg! Detak jarum jam, seiringan dengan detak jantung Raga terada berhenti setelah mendengar kalimat itu rampung begitu lancar dari mulut Navya. Raga benar-benar menohok dengan ucapan Navya yang begitu tiba-tiba. Pasokan udara serasa memadat, jantung Raga bergemuruh.
"Kita enggak bisa kayak gini terus, Ga. Kita bersama, tapi kita saling menyakiti satu sama lain. Gara-gara aku, kamu tersakiti. Kamu menderita. Dan aku enggak akan biarin itu terus terjadi," imbuh Navya dengan arah mata kosong. Bulir bening sudah membendung, menghalangi iris coklat terangnya yang indah.
"Nav..."
"Maaf Ga. Kalau emang kamu gak mau pergi dari hidup aku. Maka, biarkan aku yang pergi dari hidup kamu" Navya memotong cepat. "Kita enggak boleh egois, Ga. Kita masih muda, masih banyak yang harus dicapai."
Benteng pertahanan Raga hancur mendengar itu. Pasalnya, di sekolah tadi, Navya baik-baik saja. Tapi, saat ia memasuki rumah, ia berubah. Dingin, dan asing di mata Raga.
"Kebersamaan kita hanya memberikan luka. Maka dari itu, mungkin perpisahan kita, akan memberikan bahagia. Semoga." Setetes air mata Navya jatuh. "Tinggalin tempat ini, Ga. Biarin aku hidup sendiri. Aku bisa, tanpa bantuan kamu," Navya mengusir.
"Kembali ke papah kamu, Ga. Kembali, dan hidup seperti semula."
"NAVYA!" Raga memekik dengan bibir bergetar. Entah sejak kapan, cowok itu sudah berlinang air mata. "Nav, gue enggak mau pergi. Kita enggak akan pisah, Nav. Enggak akan!" mohon cowok itu.
Navya terisak, namun secepat mungkin ia menghentikan isakannya. "Pergi, Ga!" usirnya lagi, dengan buang muka.
"Enggak Nav! Enggak!" tentang Raga tidak terima.
"Pergi aku mohon. Kita selesai sampai disini," lirih Navya. Seolah final, Navya dengan kasarnya mengambil tas berisikan baju-baju Raga dan memberikannya pada sang pemilik.
"PERGI!!!" Navya berseru. Ia jengah, bahkan Raga terlalu keras kepala di situasi genting seperti ini.
"Gak! Enggak!" Raga ikut berseru. Menarik tubuh Navya kasar, hingga kini tubuh keduanya bertabrakan. "Tatap gue Navya! Tatap! Apa lo tega biarin gue hidup tanpa lo?!"
Navya memejamkan mata, enggan sekali rasanya Navya menatap Raga. Navya terlalu lemah jika saja menatap Raga.
"Tatap mata gue, Nav. Apa lo bisa? Apa lo tega lakuin ini?" Raga melirih. Ia menunduk pilu, membuat Navya perlahan melemparkan pandang padanya.
Navya melihat jelas, bagaimana Raga menangis tergugu. Navya melihat jelas kesakitan yang mendera Raga detik ini juga.
"Gue enggak mau pergi, dan hubungan kita enggak akan pernah selesai dengan cara tragis seperti ini, Nav...."
Raga roboh. Lututnya yang sedari tadi lemas, kini ambruk karena tak kuat menahan beban tubuhnya. Tepat di hadapan perut Navya, Raga melingkarkan tangan. Memeluk pinggang Navya, dan menenggelamkan kepalanya di atas perut gadis itu. Raga menangis. Semakin menjadi-jadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❝Navya itu seperti lilin. Dia rela membakar dirinya sendiri, demi menerangi hidup Raga.❞ Dijadikan pacar dengan lebel 'pembantu' oleh Raga? Navya tidak masalah. Dijadikan bahan pelampiasan amarah oleh Raga? Navya...