D U A B E L A S

3.7K 335 6
                                    

Suhu tubuh Navya tinggi, wajahnya semakin pucat pasi, deru napasnya terasa panas, ditambah bibirnya yang kering. Dia sekarang  tengah berada di fase, tidak baik-baik saja. Karena pada nyatanya, dia tengah sakit. Demam tinggi. Begitulah keadaan Navya sekarang.

Semalam, Raga dengan penuh perhatian mengajak Navya berobat ke puskesmas terdekat. Dia sudah mendapatkan penanganan dan obat. Kini giliran Raga yang merawat.

Karena sekarang Raga mengemban tugas untuk merawat Navya, jadinya ia tidak sekolah hari ini. Raga benar-benar dihantui rasa bersalah. Karena Navya sakit, itu juga karenanya, 'kan?

Maka dari itu, untuk menebus rasa bersalah yang setiap detiknya menderu tak karuan, Raga melakukan apapun yang Navya butuhkan. Dimulai dari makan, dan minum obat. Raga juga tidak segan memapah Navya saat gadis itu hendak ke kamar mandi. Semua Raga lakukan, tanpa adanya kerisihan.

"Pesawat bubur ayam akan segera meluncur. AAAAA." Raga menyuap satu sendok, demi satu sendok ke mulut Navya. Kegiatan itu terus ia lakukan berulang, sampai bubur benar-benar habis.

"Waktunya minum, terus minum obat," ujar Raga setelah menyimpan mangkuk di atas nakas. Cowok itu kini beralih mengambil segelas air mineral, dan membantu Navya untuk meneguknya. "Pelan, pelan, minumnya Nav," pesan Raga.

Navya mengangguk, setelah berhasil minum obat. Gadis itu kembali merebahkan tubuhnya dengan balutan selimut yang masih melilit di tubuhnya.

"Makasih ya, Ga. Maaf bikin kamu repot," kata Navya sedikit tidak enak.

"Gapapa Nav. Ini janji gue, buat terus jagain lo. Sekarang lo istirahat ya?" Raga mengusap-usap pucuk kepala Navya dengan penuh sayang dan begitu beraturan.

Perlakuan Raga, tak pelak membuat Navya beranggapan bahwa cowok itu sudah kembali seperti semula. Raga yang perhatian. Raga yang baik. Bukan Raga yang mengenyampingkan Navya, karena adanya Michelle.

"Kenapa ngeliatin gue gitu?" tanya Raga saat sadar bahwa gadisnya ini menatapnya terus tanpa berkedip.

"Aku ngerasa, kamu adalah Raga yang dulu. Raga yang paling baik sama aku," jawab Navya tanpa ragu.

Hati Raga mencelos mendengar itu. Jadi, selama ini Navya beranggapan Raga itu berubah? Ah, kenapa Raga bodoh. Kenapa Raga menunjukkan sisi lain pada Navya. Kini, sesal benar-benar melingkupi sekujur tubuhnya. Apalagi, jika Raga disadarkan kenyataan, bahwa sekarang dirinya sudah berselingkuh. Dengan Michelle, sahabat dekat Navya sendiri.

"Ga, tetap kayak gini ya?" Kini giliran Navya mengusap lengan kekar Raga yang masih hinggap di pucuk kepalanya. "Hati aku sakit, Ga. Disaat kamu lebih mementingkan Michi, dibandingkan aku. Disaat kamu ninggalin aku dan lebih memilih satu mobil sama Michi," ungkap Navya. Ada lirihan yang kentara pada gadis itu.

"Aku sempat berpikir. Bahwa kamu ada hubungan lebih sama Michi. Tapi, itu semua nggak benar, 'kan, Ga?"

Kalimat bertubi-tubi yang lolos dari mulut Navya, benar-benar membuat Raga seperti tersambar petir di siang bolong. Apalagi, pertanyaan di akhir yang Navya katakan. Pertanyaan sederhana, namun mampu, membuat Raga tersengat.

"Ga...."

Raga terkesiap saat tangan hangat Navya menyentuh wajahnya. Sial, Raga kehilangan kosakatanya sekarang. Ia benar-benar tidak tahu harus merespon apa pada semua perkataan Navya.

"Kamu kenapa bengong?" Navya menatap Raga bingung. Ia berusaha meneliti wajah cowok itu, namun sayang, Navya tidak mendapati jawaban dari raut wajah Raga. Pasalnya, air muka Raga datar. Sulit ditebak. Sama seperti Raga pada biasanya.

"Nav, lo tidur ya? Gue temenin disini." Raga malah mengalihkan pembicaraan. Kembali ke topik awal. Tidur. Lagipula ini sudah siang, Navya harus tidur akan cepat pulih.

RAGA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang