"Gimana? Lo udah ikuti kata-kata gue, 'kan, Ga?"
Raga mengangguk dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut Michelle malam ini.
"Gue udah balikin kepercayaan Navya lagi, Michi. Itu semua, berkat omongan lo. Navya luruh lagi, cuma karena gue bilang dengan embel-embel cinta," terang Raga.
Michelle mengulum senyum. Kini keduanya tengah berdiri di balkon resto. Masih tempat yang sama seperti semalam. Bedanya, kini mereka tengah di balkon. Tempat paling atas. Dan, hanya berdua.
"Terus gimana, Ga?" tanya Michelle. Dia menggeser tubuhnya, bersampingan dengan Raga lebih dekat lagi.
Raga yang sedari fokus menatap ke depan, akhirnya menoleh. Menatap wajah Michelle yang kini tampak bersinar karena pantulan cahaya bulan di atas langit malam sana.
"Gimana apanya?" Raga malah balik bertanya.
Michelle berdecak pelan. Ia menatap Raga sambil cemberut. "Hubungan kita, Ga," jawabnya sabar.
"Lo maunya gimana?"
"Gue maunya kita pacaran. Diam-diam, tapi." Michelle kembali bersikap agresif. Kini ia menyampingkan tubuhnya, memegangi kedua pundak Raga dan memaksakan cowok itu agar memposisikan tubuhnya menyamping sepertinya.
Kini keduanya berhadapan. Kedua tangan Michelle yang hinggap di kedua pundak Raga, perlahan bergerak pelan. Semakin bergerak, memberikan sentuhan lembut yang mampu menggelitik seluruh tubuh Raga.
"Jangan kayak gini, Michi. Nanti ada yang lihat," tegur Raga. Berusaha menepis, namun Michelle malah semakin menjadi-jadi.
Dia memeluk leher Raga kini. Gadis itu berjinjit, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Raga. Terlihat, kini Raga tengah kelimpungan. Entahlah, cowok itu tidak harus berbuat apa. Kedua tangannya masih dengan setia tenggelam di dalam saku celana.
"Nggak akan ada yang lihat, Ga." Gadis itu berucap begitu menggoda dan memikat. Jika saja Raga tidak kuat iman, maka bisa dipastikan Michelle akan digempur malam ini juga.
Sayangnya, Raga tidak pernah berpikiran untuk melangkah jauh seperti itu. Ya, walaupun munafik rasanya jika Raga tidak terbuai.
"Kita pacaran, ya??" Michelle menatap Raga penuh harap.
"Tapi, kalau Navya tahu gimana?"
"Ck, Navya nggak akan tahu kalau misalkan kita nggak bilang, Raga!" decak Michelle.
"Tapi ini aman??" Raga bertanya lagi, banyak keraguan yang jelas kentara di wajah serta suaranya.
"Aman sayang!" Michelle mendorong tengkuk Raga.
"Michi, jangan kayak gini," desis Raga.
"Lo juga sebenarnya mau, 'kan?" Salah satu alis gadis itu terangkat. Raga terdiam sejenak, berusaha mencerna perkataan Michelle.
Sebenarnya apa yang Michelle maksud? batin Raga bingung.
"Sekarang kita pacaran, ya?"
Raga meneguk ludahnya susah payah.
"Ya??"
"Y-a, iya Michi, kita pacaran sekarang," kata Raga setelah beberapa detik terdiam.
Michelle tersenyum bahagia. Matanya urung menatap kearah lain selain kearah Raga. Perlahan tapi pasti, apa yang Michelle tahan akhirnya akan segera dilakukan. Gadis itu semakin berjinjit, mendekatkan bibirnya ranumnya pada bibir Raga.
Raga yang peka, langsung mengeluarkan kedua tangannya yang sedari tadi tenggelam di saku. Perlahan tapi pasti, jemari Raga bergerak. Memegangi pinggang Michelle.
Keduanya saling menutup mata. Sama-sama menyambut dua bibir itu untuk segera menyatu.
Dan saat benda kenyal itu berhasil menempel, Raga langsung bertindak ganas. Ia memulai ciuman panasnya dengan cepat. Namun, Michelle tidak ingin kalah dan malah terlihat kelimpungan. Jelas, ia langsung balas mencium.
Saat itu juga, Raga dan Michelle sama-sama hanyut dalam ciumannya. Sekarang, keduanya resmi. Berpacaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❝Navya itu seperti lilin. Dia rela membakar dirinya sendiri, demi menerangi hidup Raga.❞ Dijadikan pacar dengan lebel 'pembantu' oleh Raga? Navya tidak masalah. Dijadikan bahan pelampiasan amarah oleh Raga? Navya...