Sepulang sekolah, di rumah Raga tepatnya kini Navya berada. Gadis itu masih menitihkan air mata, padahal mati-matian dia membendung dan berusaha menepisnya. Namun, rasanya kini luka benar ternganga transparan. Navya terus dihantui pikiran buruk, bukan hanya pada Raga. Namun pada Michell.
Tok! Tok! Tok!
"Nav!"
Sang pemilik nama terkesiap saat suara Raga menyapa telinganya. Ditambah, suara ketukan benda kokoh dan punggung tangan itu seolah jadi alat pembangunan Navya dalam diamnya.
"Nav, kenapa balik sendiri?? Kenapa nggak nungguin gue?" tanya Raga. Suaranya sedikit teriak.
Navya menyeka air matanya. Ia yang tadinya terduduk, kini bangkit berdiri, dan melangkah. Gadis itu lebih memilih berdiri di balik pintu, sambil bersandar lunglai disana.
"Nav, gue tau lo marah sama gue. Tapi jujur, Nav. Gue sama Michelle nggak ada hubungan apa-apa," kata Raga lagi.
"Sekarang emang belum ada apa-apa, Ga. Tapi besok-besok, pasti kalian ada hubungan apa-apa." Navya akhirnya menyahut. "Kalau kamu bosen sama aku, bilang Ga. Aku tau caranya pergi," lanjutnya parau.
Raga menyandarkan tubuhnya juga ke benda kokoh itu. Kini, keduanya sama-sama bersandar di pintu yang sama. Seolah, memang benda kokoh itu kini jadi sekat. Navya benar-benar terbakar api cemburu rupanya. Bahkan, sampai-sampai gadis itu memilih pulang menggunakan angkutan umum ketimbang naik di mobil Raga.
Wajar, bukan, Navya cemburu? Masalahnya, Michelle adalah sahabat sendiri. Navya tidak menyangka bahwa sahabatnya bersikap gatal. Bahkan, di depan banyak orangpun Michelle tak segan.
"Nav, gue minta maaf ..." suara Raga bergetar. Dadanya mendadak sesak sesaat mendengar isakan tangis Navya keluar. "Sumpah demi apapun, Nav. Gue nggak ada hubungan apapun sama Michi. Kita cuma teman, dan seterusnya akan seperti itu. Cuma lo, Nav cewek yang gue cinta." Raga terus mencecar, ia akan sekuat tenaga meyakinkan Navya.
"Nav, kalau gue mau berpaling atau mau putus dari lo. Gue bisa ngelakuin itu dari kemarin-kemarin, Nav. Tapi apa yang gue lakuin? Gue tetap jaga hati. Buat lo."
"Maaf, Nav soal di sekolah tadi. Jujur, gue sama Michi cuma temen—"
"Temen tapi gandengan??" Navya memotong ucapan beruntun Raga.
Seketika cowok itu terdiam seribu bahasa di tempatnya. Kosakata yang sudah ia persiapkan untuk segera meluncur malah hilang meninggalkannya.
"Temen tapi ngajak jalan??" Navya melanjutkan lagi, setelah beberapa detik menjeda. "Aku denger semuanya, Ga! Aku denger!!" jerit gadis itu hilang kendali.
"Nav, emang kenapa sih kalau gue ngajak Michelle jalan?! Salah?!! Hah?!!"
Brak!
Navya terlonjak karena membentak sekaligus menendang pintu keras.
"Nav, di depan banyak orang lo bilang, kalau gue bebas!! Kenapa di rumah lo malah kayak gini?!!" Navya membekap mulutnya karena bentakan Raga di balik pintu. "Jangan sampai sifat asli gue keluar Nav. Dan jangan sampai kebiasaan buruk gue di masa lalu kembali menguar. Karena lo bakal habis, Nav," seru Raga.
Brak!
Brak!
Raga menendang pintunya kembali, kini dua sekali secara beruntun. Navya semakin membekap mulutnya, ia tidak ingin isakan tangisnya yang menggila keluar dan malah memperkeruh suasana.
"Lo udah gue baikin, Nav. Tapi apa balasannya?!!" teriak Raga kalap.
"NAVYA!!!" Raga menggedor pintunya berkali-kali, menimbulkan suara bising kini terjadi. "KELUAR LO NAVYA!! NGOMONG DI DEPAN MUKA GUE LANGSUNG!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❝Navya itu seperti lilin. Dia rela membakar dirinya sendiri, demi menerangi hidup Raga.❞ Dijadikan pacar dengan lebel 'pembantu' oleh Raga? Navya tidak masalah. Dijadikan bahan pelampiasan amarah oleh Raga? Navya...