S E B E L A S

3.6K 326 15
                                    

Navya Azura kini terlihat tengah mondar-mandir di depan mobil hitam milik Raga. Bel pulang sudah berbunyi sejak beberapa menit lalu, tapi Navya tak kunjung mendapati tanda-tanda kedatangan Raga. Bahkan, Navya sudah beberapa kali menghubunginya namun hasil nihil yang ia dapatkan.

"Ga, kamu dimana, sih?" Sambil memijat pangkal hidungnya, Navya bergumam kecil.

Setelah beberapa menit lamanya mondar-mandir, Navya memutuskan untuk duduk saja di kap mobil. Sambil duduk termenung, Navya bisa merasakan sendiri embusan napasnya yang terasa panas. Ia juga bisa merasakan bahwa sekarang kepalanya masih berdenyut nyeri.

Selang beberapa menit waktu berjalan, kedua pupil mata Navya menemukan sosok yang selama beberapa menit ia tunggu. Namun sayang, sosok itu datang tidak sendiri. Melainkan berdua.

Navya tadinya terduduk di kap mobil, langsung terlonjak berdiri. Tubuhnya memanas seketika saat mendapati Raga kini tengah berjalan sembari memapah seorang Michelle dengan penuh perhatian. Navya terpekur dengan ekor mata tak beraturan, cairan bening sudah membendung di pelupuk matanya. Entah kenapa, rasanya hatinya terlalu emosional melihat Raga kini, bersama Michelle.

"Navya?"

Sang pemilik Navya terperanjat saat tanpa dirasa, kini Raga dan Michelle sudah berdiri beberapa langkah di hadapannya.

"Eh, Mic-chi, ka-mu kenapa?" Navya berucap gelagapan. Ia benar-benar terkejut. Bisa-bisanya dia tidak sadar dan malah terpekur lama.

"Nav, gue keseleo nih, untung ada Raga. Pacar lo baik banget, beruntung banget lo dapetin dia." Michelle berucap sembari sesekali meringis. Tidak lupa, ekor matanya sempat melirik Raga.

Navya hanya tersenyum tipis. Kini atensinya sepenuhnya terpanah pada Raga.

"Ga, kamu blokir nomor aku?" tanya Navya langsung. Pasalnya, Poto profil Raga mendadak tidak ada, terakhir dilihatnya juga. Dan satu lagi, Navya men-chatt cowok itupun, ceklis satu.

Wajar bukan jika Navya curiga bahwa Raga memblokir nomornya?

"Nggak kok, jangan asal tuduh, Nav." Raga menyangkal. Padahal, itu semua benar. Raga memblokir nomor Navya, awalnya Raga tidak niat untuk itu, namun ia tiba-tiba tergerak hati untuk memblokir Navya karena ucapan Michelle.

"Tap—"

"Udah, Nav. Jangan banyak omong, mending lo bantuin Michi masuk mobil." Raga memotong, cowok itu malah memerintah dan bodohnya, Navya menurut untuk itu.

Dengan gerak pelan, Navya membantu Michelle agar bisa masuk mobil dan duduk di kursi depan. Setelah semua itu bisa dilakukan, Navya mengembuskan napas lega.

Kini, giliran ia yang naik ke mobil Raga. Namun, itu tidak semudah yang Navya bayangkan, karena apa? Karena tiba-tiba pintu mobil seperti terkunci.

Tok! Tok! Tok!

Navya mengetuk kaca mobil tepat dimana Raga duduk. Navya membungkuk badannya, menatap Raga dibalik kaca gelapnya.

"Ga, pintu mobilnya ke kunci. Bukain dong, aku mau masuk." Navya sedikit berteriak sebari terus mengetuk kaca mobil yang sama.

"Udah Ga, jalan aja," ujar Michelle.

Raga menoleh padanya. "Kenapa pintunya dikunci, sih?"

"Kenapa? Karena aku pengin kita cukup berdua aja di mobil. Aku nggak mau ada Navya." Sederhana namun sadis, begitulah yang Michelle ucapkan sebagai alasan. "Jalan, Ga. Tinggalin Navya. Biar nanti aku yang bilang ke dia lewat chatt, ayo!" Michelle mengusap lengan Raga. Matanya memancarkan ketegasan.

"Oke," putus Raga setelah beberapa detik berpikir. Tidak ada pilihan lain, selain menurut.

Raga dengan tega melajukan mobilnya tanpa mengindahkan Navya terlebih dahulu. Bahkan, teriakan dari Navya saja tak sama sekali membuat niatnya urung untuk benar-benar pergi meninggalkan gadis itu.

Navya sudah berusaha mengejar, namun apalah daya? Kini dirinya tidak bertenaga. Di sela-sela teriakannya, bulir bening menyusul dengan derasnya.

Rasanya sangat sesak. Navya tidak menyangka bahwa Raga, akan secepat itu berubah.

"Sebenarnya kamu ada hubungan apa sama Michelle, Ga? Kenapa kamu dekat banget sama dia, bahkan kamu lebih mementingkan dia dibandingkan aku yang udah jelas-jelas adalah pacar kamu." Navya bermonolog seorang diri di area sekolah yang kini berarak sepi.

Dengan langkah tertatih, Navya perlahan melangkah pergi sebisa mungkin. Dengan sisa tenaganya yang menipis, dan ditambah dengan hatinya yang teriris.

***

Sore hari ini, Jakarta diguyur hujan deras. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 16.15, namun Navya belum kunjung pulang.
Raga yang sudah sedari tadi berada di rumahnya, jelas merasakan cemas. Sedari tadi, cowok itu mondar-mandir di depan pintu utama rumahnya. Sesekali menatap keluar jendela, melihat cuaca yang sama.

Sudah beberapa kali Raga berusaha menghubungi Navya namun tetap tidak ada jawaban yang ia dapatkan.

"Nav, lo dimana sih? Jangan bikin gue khawatir." Raga bergerak gusar. Matanya kini menatap keluar rumah tak tentu arah.

Hingga tidak lama, maniknya menemukan sesosok gadis yang tengah berlari. Kedua tangannya tersimpan di atas kepala, seperti orang yang tengah menadah air hujan. Walaupun pada nyatanya, tubuhnya kini sudah basah kuyup. Jadi, itu merupakan hal percuma bukan?

Tidak usah bertanya itu siapa, karena jelas jawabannya adalah Navya. Raga yang sedari tadi termangu ditempatnya, langsung membukakan pintu dan menyambut kedatangan Navya dengan raut wajah yang masih dihantui rasa khawatir.

"Navya!" Raga terpekik saat melihat keadaan gadis di hadapannya.

Tubuhnya menggigil hebat, wajahnya memucat, ditambah sorot matanya kosong dan lambat laun meredup.

"Ga...."

"NAVYA!"

Navya terjatuh, dia ambruk di dalam rengkuhan Raga. Rasanya, tenaganya benar-benar terbawa pusaran angin badai. Mati-matian Navya untuk bisa pulang dan menahan semua rasa nyeri di tubuhnya. Dan sekarang, saat sudah sampai dirumah, Navya benar-benar jatuh, sejatuh-jatuhnya. Di dalam dekapan Raga, Navya merasakan tidak ada kehangatan lagi. Hanya ada hawa dingin tersisa disana.

RAGA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang