E N A M

3.4K 347 25
                                    

Navya menarik secarik kertas yang terselip di lokernya. Setelah secarik kertas itu di tangan, Navya langsung membukanya. Terdapat sebuah tulisan di dalamnya. Tulisan, yang Navya tidak ketahui siapa pengirimnya.

Teruntuk Navya Azura.
Sehat selalu, tetap jadi cewek kuat. Gue akan selalu ada dibelakang lo.

Kedua alis Navya terangkat membaca itu, entah refleks atau bagaimana dengan bodohnya Navya langsung menengok ke belakang. Nihil, tidak ada siapa-siapa di belakang tubuhnya. Loker sepi, ya,  karena memang, ini sudah jam pulang sekolah. Jika ditanya kenapa Navya masih di sekolah, jawabannya hanya satu, yaitu menunggu Raga latihan futsal.

"Siapa ya? Apa dia penggemar rahasia?" Navya mengusap-usap tengkuknya, bingung.

Tidak mau ambil pusing, Navya perlahan meremas kertas itu, menjadikannya sebuah bola-bola kertas dan langsung membuangnya.

***

"GO RAGA! SEMANGAT LATIHANNYA!!"

Teriakan Michell di pinggir lapangan begitu nyaring terdengar. Sedari tadi, tepatnya saat latihan futsal tim SMA Merkurius dimulai, Michele beserta jajaran anak ekskul modelling lainnya, langsung berserakan di pinggir lapangan. Mereka berteriak menyemangati bak anak cheers.

"SEMANGAT RAGA!! HUHUUUU!!!" Masih tetap orang yang sama, Michele. Dia semakin berteriak, urat-urat leher hijau zamrud miliknya terlihat kentara.

"Si Michi kenapa?" Lily, yang tampak aneh dengan kelakuan temannya yang satu itu, kontan menyenggol lengan Navya yang tampaknya juga sama-sama aneh.

Navya menghendikan bahunya sebari menggeleng polos.

"Semangat banget kayaknya teriak nama Raga," gumam Lily geleng-geleng kepala. Ada senyuman kecut terpatri di bibir tipisnya.

"Kenapa Ly?" tanya Navya.

"Nggak," jawab Lily ketus

Navya terdiam, semakin aneh. Tumben sekali rasanya Lily berucap ketus padanya. Pasalnya, Lily ini tipikal gadis happy virus. Kadang, dia yang jadi alasan Navya tersenyum. Tapi sekarang? Sedikit berubah. Bahkan, perkataan Lily saat di kantin saja masih berdenging menguasai Navya. Sekarang? Ditambah lagi, dengan sikap ketus gadis itu.

"GOL!!!" Abhisar bersorak, diikuti oleh sorakan anak-anak modelling yang masih setia menonton.

Walaupun hanya sebatas latihan, penonton yang menyemangati bukan main banyaknya. Tidak terbayang jika nanti di area kompetisi, pasti bakal lebih banyak dari ini. Pasti.

Raga Lian Adinata, dengan nomor punggung 25 itu menyugar rambutnya. Berdiri di pinggir lapangan sembari membuka sebotol air mineral, bukan untuk diminum, rupa-rupanya hanya untuk membasahi wajahnya. Jeritan histeris terjadi, bak cacing kepanasan nama Raga bersahut-sahutan disebut dengan begitu dramatis.

Navya selalu pacar Raga, tentu geram. Tanpa sadar, dia meremas rok abunya. Wajahnya merah padam, kupingnya panas, saat adik kelas serta anak modelling terus memuji Raga. Bergaya centil, dan segala sikap random yang Navya tidak suka. Benar-benar tidak suka.

"Nav, kasih Raga nih." Lily menyenggol lagi, ia mengulurkan sebuah minuman isotonik bening pada Navya.

Awalnya Navya terkesiap aneh, namun saat wajah Lily seolah memaksa, jadilah Navya mengambil minuman isotonik bening itu dengan senang hati. Navya melangkahkan, mendekati pinggir lapangan lebih dekat lagi. Saat hendak menghampiri Raga dan membuka mulut guna memanggil, tiba-tiba...

"RAGA!!"

Michelle menerobos Navya. Mendahului langkah gadis itu. Dengan riang, Michelle berlari, gadis yang kini Curly itu menghampiri Raga. Berdiri di sampingnya dan memberikan sebuah minuman yang entah. Tidak hanya sebuah minuman, rupa-rupanya Michelle juga memberikan sebuah tissue.

"Diminum ya, itu air lemon buatan gue sendiri. Nggak asam banget kok, cuma dikit. Seger buat lo, Ga." Michelle berucap hangat.

Raga tersenyum tipis, lalu meneguknya tepat di hadapan Michelle. Setelah berhasil meneguknya hingga tandas, Raga langsung tersenyum lebar.

"Enak, bikin seger," kata Raga.

"Iya dong. Itu gue bikinnya spesial tau, khusus buat lo." Michelle menyentuh hidung mancung Raga.

Navya memanas di tempatnya melihat itu. Bahkan, saking terbakarnya api cemburu, Navya sampai tidak sadar bahwa sebotol minuman yang ia pegang kini sudah jatuh dari genggaman tangannya.

"Makasih ya, Michi. Bahkan, lo lebih cepat tanggap dibanding Navya. Coba deh, liat sekarang, si Navya malah nggak ada."

Michelle tertawa kecil, tanpa segan ia menyeka keringat yang membasahi wajah Raga dengan tissue. "Makanya, jadiin gue pacar lo," bisik gadis itu sembari sedikit berjinjit.

"Nanti malem, mau jalan sama gue nggak?" tawar Raga.

Michelle terdiam sebentar. Masih belum percaya bahwa Raga akan memberikan tawaran emas padanya.

"Nggak mau juga, nggak apa-apa." Raga menyambungkan.

"Eh, nggak gitu!" sanggah Michelle.

"Terus?"

"Gue mau, Ga."

"Yaudah, nanti malam gue jemput," putus Raga final.

"Navya, gimana?" tanya Michelle.

"Gak gimana-gimana, nanti gue alasan mau ke stand aja. Lagian, Navya nggak akan marah kok."

"Serius???" Michelle menatap Raga masih ragu.

"Serius, Michi. Balik sama gue, yuk?" ajak Raga. Cowok itu mengulurkan tangannya.

Dengan senang hati, Michelle menyambut tangan Raga dan menggenggamnya. Saat keduanya berbalik, hendak memulai langkah...

Rupa-rupanya, ada Navya di belakang keduanya. Wajahnya basah. Tangannya terkepal kuat tanpa emosi.

Saat itu juga, Raga langsung melepaskan genggaman tangannya dengan Michelle. Namun sayang, sepertinya sudah terlambat karena Navya sudah tahu semuanya dari tadi.

"Nav, gue bisa jelasin," Raga hendak melangkah. Namun Michelle menghadangnya.

"Biar gue yang jelasin," cegah Michelle berusaha jadi tameng.

"Nggak perlu ada yang dijelasin. Semua udah jelas." Navya menyahut, suaranya bergetar parau. Dengan mandiri, dengan benteng pertahanan sedikit rapuh, Navya menyeka air matanya. Atensinya kini langsung tertuju pada Raga seorang. Walaupun kini jarak beberapa langkah membentang, Navya bisa dengan pas memanah mata Raga.

"Ga, aku nggak akan larang kamu jalan ataupun deket sama cewek manapun. Karena aku sadar diri, aku nggak ada hak. Kamu bebas, Ga. Ini hidup kamu. Aku nggak berhak larang. Permisi." Setelah perkataan yang mewakili segenap hati Navya. Gadis itu langsung pergi, meninggalkan area lapangan.

Raga membeku, menatap punggung ringkik sang kekasih tanpa bisa bersuara apalagi mengejar. Semua yang terjadi beberapa menit itu, tak luput dari semua mata.

Raga dan Michelle kini jadi tontonan, semua menatapnya aneh. Mereka bertanya-tanya, sebenarnya ada apa. Namun, Raga dan Michelle bungkam. Ini aib. Dan mereka tidak mungkin mengumbar itu ke publik.

"Ga, denger, 'kan, apa kata Navya? Lo bebas, Ga. Kita bisa pacaran," ucap Michelle memecahkan keheningan yang melanda Raga seorang.

Apa bener Navya bebasin gue? Apa boleh gue selingkuh sama Michi? Raga bertanya-tanya dalam hati.

RAGA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang